Ratih yang tidak terima karena anaknya meningal atas kekerasan kembali menuntut balas pada mereka.
Ia menuntut keadilan pada hukum namun tidak di dengar alhasil ia Kembali menganut ilmu hitam, saat para warga kembali mengolok-olok dirinya. Ditambah kematian Rarasati anaknya.
"Hutang nyawa harus dibayar nyawa.." Teriak Ratih dalam kemarahan itu...
Kisah lanjutan Santet Pitung Dino...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Jatuh korban
Srettttt...... Ratih tertawa sumbang, saat paku itu berhasil ia tancapkan pada salah satu, pundak warga.
"Aaaaa.... sakit!" teriaknya, ia memegangi bahunya yang berdarah-darah.
Ratih berlari keluar dari rumah Sinta, ia masih membawa paku bumi di tangannya. Warga lainnya berlari menjauh dari dia, mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tiba-tiba, Ratih berhenti berlari dan menatap ke arah warga. Ia tersenyum, tapi senyumannya tidak seperti senyum biasa. "Kalian semua akan membayar, atas dosa yang sudah kalian lakukan." katanya, sambil mengangkat paku bumi di tangannya.
Warga lainnya merasa takut, mereka langsung berlari ke arah Bude Sukma yang sedang berlari menyusul Ratih. "Bude, tolong hentikan Ratih!" salah satu warga berteriak.
Bude Sukma berlari ke arah Ratih, ia mencoba untuk menenangkannya. "Tih, apa yang kamu lakukan? Hentikan ini sekarang juga!" Bude Sukma berkata, sambil mencoba untuk mengambil paku bumi dari tangan Ratih.
Tapi Ratih tidak mau, ia langsung mendorong Bude Sukma hingga jatuh ke tanah. "Kamu tidak bisa menghentikan aku, Mba, semua orang-orang yang telah berpihak pada Pak lurah kala itu! mereka harus mati." Ratih berteriak, sambil berdiri di atas undakan tangga Rumah Sinta.
Warga lainnya merasa takut, mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Sesorang Pria yang tadi pungungnya terkena tancapkan paku bumi, langsung berjalan dibalik pekatnya malam menyelamatkan diri.
Ratih masih tertawa di tempatnya, penampilannya acak-acakan, tanganya berdarah, ia kerasukan iblis.
"Apa yang harus kita lakukan Mba? timpal salah satu bapak-bapak yang masih berad di TKP
"Ratih sedang di rasuki Iblis, tolong kalian pangilan Ustadz Danu." kata Bude Sukma, suaranya bergetar karena gugup. Ia meminta salah satu warga cepat berlari dan memangil Ustadz Danu untuk datang.
"Mba, Ustadz Danu sedang pergi, beliau tidak ada dirumah." ucap bapak itu.
Mereka semua kalang kabut, mau tidak mau, mereka harus menghadapi Ratih bersama-sama. Sementara Ratih turun mendekati mereka, masih membawa paku di tanganya dengan wajah dan senyum yang sangat menakutkan.
Bude Sukma dan warga lainnya merasa takut, mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ratih terus mendekati mereka, dengan paku bumi masih di tangannya.
"Tih, jangan lakukan ini!" Bude Sukma berteriak, sambil mencoba untuk menenangkannya.
Tapi Ratih tidak mendengar, ia terus mendekati mereka dengan senyum yang menakutkan.
Warga lainnya mulai mundur, mereka tidak tahu apa yang akan terjadi. Tiba-tiba, salah satu warga berteriak, "Aku tidak akan membiarkanmu melakukan ini!"
Warga itu, seorang bapak-bapak yang kuat, langsung maju ke depan dan mencoba untuk mengambil paku bumi dari tangan Ratih. Tapi Ratih tidak mau, ia langsung menusukkan paku bumi ke arah bapak itu.
"Aaaa...!" Bapak itu berteriak, sambil jatuh ke tanah.
Warga lainnya merasa takut, mereka langsung berlari menjauh dari Ratih. Bude Sukma mencoba untuk menolong bapak itu, tapi sudah terlambat.
Ratih terus tertawa, dengan paku bumi masih di tangannya. Ia seperti telah kehilangan kesadaran pada dirinya, dan hanya ingin membunuh semua orang yang ada di depannya.
Bude Sukma merasa takut, ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia hanya bisa berdoa, semoga ada yang bisa menghentikan Ratih sebelum terlambat.
Beberapa warga mencoba melumpuhkan Ratih, memegangi kedua tanganya, akan tetapi tenaga Ratih lebih kuat, dari apa yang mereka bayangkan.
Warga lainnya merasa kewalahan saat menghadapi Ratih yang kerasukan. Bude Sukma mencoba untuk menenangkan Ratih, tapi ia tidak bisa. Ratih terus berteriak dan mencoba untuk melepaskan diri dari warga yang memeganginya.
Tiba-tiba, suara adzan subuh terdengar dari mushola dekat rumah Sinta. Ratih berhenti berteriak dan menatap mengedarkan pandangan, dengan sorot mata tajam begitu menakutkan. Sesaat kemudian Ratih seperti tersadar dari kesadarannya, dan mulai merasa lelah.
Warga lainnya melihat kesempatan itu, mereka langsung memperkuat pegangan mereka pada Ratih. Bude Sukma mencoba untuk menenangkan Ratih, sambil membisikkan doa-doa, yang ia bisa.
Ratih mulai merasa lelah, dan akhirnya ia jatuh ke tanah. Warga lainnya merasa lega, mereka berhasil menenangkan Ratih. Bude Sukma memeluk Ratih, sambil menangis.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi pada kamu, Tih," Bude Sukma berkata, sambil memeluk Ratih. "Tapi aku akan selalu ada di sampingmu, kembalilah jadi Ratih yang lemah lembut Ratih." Airmata Bude Sukma mulai menetes.
Ratih terbaring di tanah. Warga lainnya mulai berdatangan, mereka membawa obat-obatan dan mencoba untuk menolong bapak yang terluka.
Bude Sukma memerintahkan warga untuk membawa Ratih ke rumah, dan memanggil pak mantri untuk memeriksa bapak yang terluka. Warga lainnya mulai membersihkan area, dan mencoba untuk mengembalikan keadaan seperti semula.
Tapi, di tengah-tengah kebingungan dan kekacauan, tidak ada yang menyadari bahwa ada seseorang yang memperhatikan mereka dari kejauhan. Seseorang yang memiliki rencana jahat, dan akan membuat keadaan menjadi lebih buruk...
"Kalau begini caranya kita pasung saja Ratih Mba, saat sadar nanti kami takut Ratih akan kembali membahayakan." usul salah satu warga.
Awalnya Bude Sukma keberatan, akan tetapi yang dikatakan warga ada benarnya juga, kalau takutnya saat sadar nanti Ratih akan kembali berbahaya. Tapi Bude Sukma meminta agar Ratih di pasung tetap di rumahnya, agar Ia bisa terus memantau dan menjaga Ratih.
Bude Sukma akhirnya setuju dengan usul warga tersebut. Mereka memutuskan untuk memasung Ratih, agar ia tidak dapat melakukan kejahatan lagi. Warga lainnya mulai mencari tali dan kayu untuk memasung Ratih.
Ratih masih tidak sadar, ia masih terbaring di tanah dengan mata tertutup. Bude Sukma memeluk Ratih, sambil menangis.
"Tih, aku tidak tahu apa yang terjadi pada kamu," Bude Sukma berkata, sambil memeluk Ratih. "Tapi aku akan selalu ada di sampingmu, dan kita akan melalui ini bersama-sama."
Warga lainnya mulai memasung Ratih, mereka mengikat tangan dan kakinya dengan tali yang kuat. Ratih tidak bergerak, ia masih tidak sadar.
Bude Sukma memerintahkan warga untuk membawa Ratih ke rumah, "Tolong bawa Ratih kerumah saya, dan kalian jangan mengikat kakinya terlalu kencang kasian Ratih."
Tapi, di tengah-tengah kebingungan dan kekacauan, tidak ada yang menyadari bahwa ada seseorang yang memperhatikan mereka dari kejauhan. Seseorang yang memiliki rencana jahat, dan akan membuat keadaan menjadi lebih buruk...
Seorang misterius itu masih memperhatikan mereka dari kejauhan, dengan senyum jahat di wajahnya. Ia tahu bahwa Ratih telah dipasung, dan bahwa ia tidak dapat melakukan kejahatan lagi.
Tapi ia tidak puas, ia ingin melihat Ratih menderita lebih banyak lagi. Ia ingin melihat Ratih kehilangan segalanya, dan menjadi orang yang tidak berguna.
ia kemudian menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan warga desa yang masih berkerumun di sekitar Ratih. Bude Sukma masih memeluk Ratih, sambil menangis.
"Cepatlah membaik Ratih, lindungilah Ratih Gusti..." Bude Sukma berkata, sambil membuntut berjalan di belakang warga yang membawa Ratih kerumahnya.
pelan pelan aja berbasa-basi dulu, atau siksa dulu ank buah nya itu, klo mati cpt trlalu enk buat mereka, karena mereka sangat keji sm ankmu loh. 😥