"Pergi dari sini...aku tidak ingin melihat wajahmu di rumah ini!!! aku tidak sudi hidup bersama penipu sepertimu." Bentakan yang menggema hingga ke langit-langit kamar mampu membuat hati serta tubuh Thalia bergetar. sekuat tenaga gadis itu menahan air mata yang sudah tergenang di pelupuk mata.
Jika suami pada umumnya akan bahagia saat mendapati istrinya masih suci, berbeda dengan Rasya Putra Sanjaya, pria itu justru merasa tertipu. Ya, pernikahan mereka terjadi akibat kepergok tidur bersama dikamar hotel dan saat itu situasi dan kondisi seakan menggiring siapapun akan berpikir jika telah terjadi sesuatu pada Thalia hingga mau tak mau Rasya harus bersedia menikahi mantan kekasih dari abangnya tersebut, namun setelah beberapa bulan menikah dan mereka melakukan hubungan suami-istri saat itu Rasya mengetahui bahwa ternyata sang istri masih suci. Rasya yang paling benci dengan kebohongan tentu saja tidak terima, dan mengusir istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman papa Haris.
Usai mengutarakan semua itu mama Lena berlalu meninggalkan ruangan tersebut.
Setelah kepergian mama Lena, Oma nampak duduk tertunduk di tempat duduknya, tak berani membalas tatapan kecewa putranya.
Meski sangat kecewa dengan perbuatan ibunya dimasa lalu terhadap mantan kekasih serta anak yang saat itu berada dalam dalam kandungannya, namun papa Arfan tak sampai mempermalukan wanita yang telah melahirkannya tersebut dengan memarahi Oma di depan orang lain, ia memilih membahas ini dengan Oma di rumah nanti.
*
*
*
Rasya yang tengah sibuk mengemudi lantas menoleh ke samping, dimana saat ini sang istri tengah memandang ke jendela samping dengan tatapan kosong, seperti sedang melamun. Ia memilih menepikan mobilnya, dan untungnya saat ini mereka tidak melewati jalanan yang cukup ramai dengan kendaraan yang berlalu-lalang sehingga tak menimbulkan kemacetan.
"Ada apa, sayang????."
Pertanyaan Rasya sekaligus menarik kesadaran Thalia dari lamunannya. ia menoleh pada suaminya.
"Sungguh, aku tidak pernah menduga bahwa kehidupan yang selama ini di jalani mama Ike sangat menyedihkan. Jika aku yang ada di posisi mama Ike, mungkin aku tidak akan mampu bertahan, mas." air mata yang sejak tadi dibendungnya akhirnya jatuh juga membasahi pipi mulus Thalia.
"Dan jika saja aku yang ada di posisi mama Ike kala itu, mungkin aku juga tidak akan sanggup merawat dan membesarkan keturunan dari wanita yang telah membuat hidupnya menderita bahkan sampai tidak bisa memiliki keturunan." sambung Thalia di sela isak tangisnya.
"Tuhan maha baik, sayang... ditengah kondisi mama Ike yang tidak bisa melahirkan seorang anak dari rahimnya, Tuhan menghadirkan pria luar biasa menjadi pendamping hidupnya, yaitu papa Haris. Tidak semua pria mampu berbesar hati seperti beliau, mau menerima kondisi terberat pasangannya. dan itu tidak akan terjadi jika bukan Tuhan yang menghendakinya, sayang." Rasya memutar badan menghadap pada sang istri, mengelus lembut puncak kepala wanita itu.
Thalia mengangguk, membenarkan perkataan suaminya. Seperti apa yang dikatakan Rasya, papa angkatnya itu memang adalah pria yang luar biasa, ia selalu menyayangi istrinya dengan sepenuh hati, sangat jarang sekali ia melihat kedua orang tua angkatnya itu bertengkar. sebagai anak, Thalia begitu mengidolakan papa Haris sebagai sosok suami dan juga ayah, bahkan ia selalu berharap bisa mendapatkan suami seperti papa Haris, yang sayang pada keluarga dan juga bertanggung jawab.
"Sekarang, Kamu memiliki dua Ayah dan juga dua ibu, tinggal bagaimana kamu memberikan kasih sayang dengan porsi yang sama kepada mereka." nasehat Rasya.
"Iya, mas."
"Sekarang kita pulang, kasian anak kita kelamaan ditinggal di rumah." kata Rasya kemudian melepas rem tangan lalu kembali melajukan mobilnya.
Setelah melewati hari-hari yang sangat melelahkan, akhirnya kini Thalia bisa bernapas lega. Finally, kasus yang menjerat mama Ike telah dinyatakan ditutup setelah pihak keluarga memutuskan mencabut laporan polisi atas kasus tersebut. Selain atas desakan menantunya, Oma juga tidak ingin sampai berurusan dengan po_lisi seperti ancaman papa Haris, itulah mengapa wanita sepuh tersebut tak punya pilihan lain selain mencabut laporan atas kasus penculikan cucunya puluhan tahun silam.
Setibanya di rumah, Thalia dan juga Rasya segera ke lantai dua di mana letak kamar mereka berada. Kemudian mempersilahkan bi Inah kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
Thalia menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. satu hal yang wajib bagi Thalia setelah bepergian keluar rumah setelah memiliki baby Faras, agar memastikan tak ada bakteri yang menempel pada tubuhnya saat ia berkontak langsung dengan putranya.
Sembari menunggu giliran ke kamar mandi, Rasya berinisiatif membantu sang istri untuk mengambil pakaian ganti dari dalam lemari. Saat menarik sepasang piyama milik Thalia dari lemari, sebuah benda terjatuh dari sela baju. "Apa ini???." Rasya memungut benda itu dari lantai. "Obat....apa Thalia sedang sakit????." lirihnya seraya membolak-balikkan benda di genggamannya itu. Satu detik, dua detik hingga detik selanjutnya, barulah otak smart Rasya bekerja sesuai fungsinya.
"Pil kontrasepsi....sejak kapan Thalia mengkonsumsi pil ini??? kenapa dia tidak pernah cerita padaku????." gumam Rasya sebelum memandang ke arah kamar mandi.
Ceklek.
Thalia berjalan keluar dari kamar mandi.
"Ada apa, mas???." Tanya Thalia, menangkap ada perbedaan dari raut wajah suaminya.
Rasya mengayunkan langkah mendekat pada Thalia. "Sejak kapan kamu mengkonsumsi pil ini????." tanya Rasya setelah berdiri tepat dihadapan Thalia.
Deg
"Itu....aku hanya....". Thalia terbata, mencari jawaban yang pas.
"Mas ...." Thalia menghalau langkah Rasya ketika pria itu hendak berlalu begitu saja meninggalkan dirinya dengan gurat kecewa diwajahnya.
"Please dengarkan aku dulu, mas.....Aku melakukan semua ini karena anak kita masih kecil. Kasihan jika diusianya sekarang ini, baby Faras sudah harus berbagi kasih sayang dengan adiknya, mas." Thalia berusaha memberi pengertian pada sang suami.
Rasya menghela napas mendengarnya.
"Maaf...." ucap Thalia dengan pandangan tertunduk. sadar ia telah melakukan kesalahan, tidak membicarakannya terlebih dahulu pada sang suami.
Diluar ekspektasi Thalia, bukannya marah, suaminya itu justru membawanya ke dalam pelukannya.
"Mas paham dengan kekhawatiran kamu, tapi kenapa tidak membicarakannya terlebih dahulu sama mas, hm??? bagaimana jika pil ini berpengaruh besar pada tubuh dan kesehatan kamu????." suara Rasya terdengar begitu lembut.
"Jika kamu memang ingin menunda kehamilan, setidaknya ngomong sama mas, biar mas saja yang menggunakan penga_man." kelanjutan dari perkataan Rasya mampu membuat Thalia menarik diri dari pelukan suaminya untuk memberi jarak agar dapat menatap wajah Rasya.
"Memangnya mas tidak keberatan pake penga_man??? Soalnya kata orang kalau pake peng_aman nggak enak." pertanyaan polos Thalia berhasil mengembangkan senyum di bibir Rasya.
"Enak nggak enak itu tergantung kitanya, sayang.... lagian apa salahnya sedikit berkorban demi kesehatan istri sendiri..???."
Sungguh, Thalia tersentuh dengan jawaban bijak sang suami.
"Berhubung penga_mannya belum beli, terpaksa malam ini mas harus mengurungkan niat buat _." Rasya sengaja menggantung kalimatnya seraya menaikturunkan alisnya menggoda Thalia.
"Me_sum banget sih kamu, mas....".
"Wajarlah mes_um sama istri sendiri, yang nggak wajar itu mes_um sama istri orang, sayang...." balas Rasya seraya mencolek hidung mancung Thalia, lalu melanjutkan langkah menuju kamar mandi.
*
*
*
Malam semakin larut, Riri yang sesekali melirik ke arah jarum jam yang melingkar pada pergelangan tangannya nampak semakin gelisah. "Kenapa pake acara mogok segala sih..." umpat Riri sembari menendang ban mobilnya dengan kesal.
Malam ini merupakan malam paling menyedihkan bagi seorang Riri Wardani. Bagaimana tidak, beberapa saat yang lalu sang kekasih baru saja memutuskan hubungan asmara diantara mereka tanpa alasan yang jelas, dan kini ia kembali mengalami kondisi menyedihkan kala mobilnya tiba-tiba saja mogok di jalanan yang sepi.
"Menyedihkan sekali nasib kamu, Ri...." Riri berjongkok di samping ban depan mobilnya sambil bergumam akan nasib menyedihkan yang dialaminya.
Tak berapa lama, Riri menghalau cahaya yang menyilaukan mata kala sebuah sepeda motor melaju ke arahnya.
Tanpa banyak tanya, Riri menghentikan pengendara sepeda motor tersebut lalu naik ke bangku penumpang, kemudian meminta pada pengendara itu kembali menjalankan motornya. hal itu sontak membuat si pengendara motor tercengang.
"Ayo jalan....!!!." semakin bingung saja pria bertubuh tinggi tegap tersebut. "Bayarnya boleh transfer kan??? sekarang saya nggak punya duit cash soalnya." sambung Riri.
Barulah pria itu sadar mengapa wanita itu berkata demikian, sepertinya gadis itu menyangka dirinya adalah tukang ojek online.
"Beritahu alamatnya!!!." ujar pria itu dan Riri pun memberitahukan alamat rumahnya.
Pria itu terus melajukan motornya ke alamat yang diberikan oleh Riri, sampai tiga puluh menit kemudian mereka pun tiba di depan gerbang sebuah rumah berlantai satu. Meskipun tak terlalu besar, namun rumah milik Riri cukup nyaman untuk ditinggali.
Riri turun dari motor. "Berikan nomor rekening kamu??? Soalnya sekarang aku lagi nggak punya duit cash." Tanya Riri seraya mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.
"Nggak usah bayar, lagian aku bukan_."
"Aku bukannya nggak punya uang, hanya saja belum sempat narik uang cash tadi." potong Riri, ia tidak ingin di anggap hanya mencari-cari alasan karena tak mau bayar ongkos ojek.
Karena pria masih diam tak bergeming, Riri pun meminta ponsel pria itu, saking tak mau di anggap tidak mau bayar.
"Buat apa anda meminta ponsel saya??." suara bariton tersebut mampu membekukan tubuh Riri untuk beberapa saat, sebelum ia kembali tersadar dari kekonyolannya. Bisa-bisanya ia mengangumi suara seseorang yang baru pertama kali dijumpainya.
Setelah pria itu menyerahkan ponselnya, dengan cepat ia mengetik nomor ponsel miliknya di sana kemudian melakukan panggilan hingga nomor ponsel pria itu tertera dilayar ponselnya.
"Besok saya hubungi untuk bayar ongkosnya, karena sekarang ini saya benar-benar nggak punya duit cash." setelahnya, Riri pun berlalu begitu saja meninggalkan pria tampan yang masih enggan beranjak dari posisinya tersebut, seolah punggung Riri yang berlalu terlihat begitu menarik di matanya.
"Dasar cewek aneh."
cie... aku yg jadi baper
lanjut thor, semangat
kisah Okta & Riri bagus