Menjadi wanita simpanan pria beristri, bukalah pilihan hidup bagi Vivian. namun dia bisa apa? cuma ini jalan satu-satunya agar bisa mendapatkan uang dalam waktu cepat, demi kesembuhan sang ibu tercinta.
"Oke, Viv. selama kamu menjadi wanita simpananku, kamu dilarang untuk jatuh cinta apalagi hamil. jika kamu melanggar kesepakatan kita, maka kamu harus pergi tanpa mendapatkan apa-apa dariku, karena cuma istri sahku yang berhak untuk melahirkan calon penerus Davison."
"Oke, aku terima dengan senang hati syarat darimu, tuan." Viv tersenyum merasa syarat yang diberikan cukup mudah.
Seiring berjalannya waktu, cinta tumbuh dihati mereka. meskipun tidak terucap namun David berusaha untuk terus melindungi Viv, dari niat jahat ibu tirinya yang ingin menguasai harta warisan atas nama Viv.
Bahkan karena kecerobohannya, Viv hamil dan jatuh cinta pada Dav, hingga melanggar kesepakatan.
Bagaimanakah kisah cinta mereka selanjutnya? apakah Viv pergi tanpa membawa apa-apa atau sebaliknya?"😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ritasilvia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sempurna bersamamu
"Cincin ini, pemberian dari seorang ibu-ibu." Viv memulai cerita awal pertemuannya dengan wanita bernama Este. David mengerutkan keningnya, mengingat nama tersebut tidak asing lagi dan begitu mirip dengan nama panggilan sang ibunya.
"Ah..! mungkin nama mereka kebetulan mirip saja, karena mami dan papi masih diluar negeri. Kalaupun mereka bertemu, tidak mungkin juga mami memberikan cincin pada Viv. melainkan Bella, yang merupakan calon menantu idamannya selama ini." bathin David.
Vivian kembali melanjutkan ceritanya, tentang niat tulus Este yang sudah menganggap dirinya sebagai seorang anak.
Dav terdiam, menanggapi dengan ekspresi datar, berusaha menyembunyikan perasaan tidak sukanya. jika ada orang lain yang begitu perhatian dan menyayangi Viv, selain dirinya. Meskipun dia yakin jika gadis kecilnya pasti tidak akan berbohong. Apalagi disana ada Grace juga yang ikut menemani. Bodyguard baru yang khusus dipekerjakan untuk menjaga Viv kesayangannya.
Meskipun terbesit rasa penasaran dan ingin tahu tentang perempuan yang bernama Este tersebut, namun saat ini David memilih fokus bermanja-manja dengan gadis kecilnya dulu.
Dav kembali melirik cangkir kopi, rasa penasaran akan rasanya, membuat Dia menyeruput sisa kopi tersebut.
"Jangan Dav, biar aku buatkan yang baru." cegat Viv, namun Dav tidak menghiraukan. dan langsung menyeruputnya, Viv menatap penuh harap, semoga kopi buatanya tidak mengecewakan.
"Bagaimana Dav?"
Viv mengulangi panggilannya, karena tidak mendapati tanggapan dari pria tersebut.
"D ... Dav!"
"Eh... Iya Viv." Dav tersadar begitu Viv memegang tangannya.
"Dav, kamu tidak papa kan?" tanya Viv, takut terjadi sesuatu pada Dav setelah meminum kopi buatanya.
"Perlu tambah secangkir kopi lagi, untuk mengobati gagal pahamku." ucap David, untuk menyakinkan dirinya jika kopi buatan Viv. benar-benar enak dan sangat cocok dengan seleranya.
"Oke, aku akan buatkan lagi, dengan rasa yang jauh lebih enak." jawab Viv bersemangat berjalan menuju dapur, begitu melihat Dav menyukai kopi buatanya.
"Viv, tunggu!"
"Apalagi Dav?" Viv berbalik menghadap David dengan tatapan penasaran.
"Aku memutuskan, untuk memakanmu terlebih dahulu. Baru setelah itu buatkan aku kopi. ini berlaku mulai dari sekarang dan untuk seterusnya." ucap David menarik tubuh Viv kedalam pelukannya.
"Tapi Dav, ini masih sore untuk berolahraga ranjang."
"Aku tidak peduli waktu, kamu harus siap kapanpun aku inginkan." bisik Dav memperdalam ciumannya di tengkuk Viv, membuat bahasa tubuh Viv semakin hilang kendali, rasa nikmat dan geli menjadi satu.
Vivian mengalungkan kedua tangannya dileher Dav, begitu pria itu mengangkat tubuhnya membawa menuju kamar.
Pagi yang cerah disebuah kamar, dimana Dav dan wanita kecilnya, masih tidur sambil berpelukan dalam selimut dan bantal yang sama. Rasanya begitu enggan untuk beranjak, tano namun tuntutan pekerjaan. membuat David mau tidak mau akhirnya bangkit, berjalan pelan menuju kamar mandi karena tidak ingin Viv terbangun.
Vivian yang ikut terbangun memalingkan wajahnya, begitu melihat Dav berjalan menuju kamar mandi dengan tubuh polos tanpa mengenakan apa-apa.
Viv bangkit, kali ini dia berinisiatif untuk membantu menyisipkan pakaian kerja Dav, mulai dari stelan jas dan dasinya.
"Moga saja Dav menyukai, warna jas dan dasi yang aku pilihkan untuknya." bathin Viv sambil sesekali melirik kearah pintu kamar mandi, menunggu Dav keluar.
Ceklek!!!
Dav keluar dari kamar mandi dengan hanya mengunakan handuk kecil, dia tersenyum begitu melihat Viv yang sudah menunggunya.
"Selamat pagi Dav."
"Hn!"
"Semua ini, kamu yang sudah menyiapkan?"
"Iya Dav, bagaimana apa kamu menyukainya?"
"Mmhh... aku suka selera fashionmu, tapi bantu aku mengenakannya."
"Baiklah."
Vivian tanpa canggung lagi, membantu memasangkan stelan jas hingga dasi, hingga penampilan David terlihat elegan dan rapi, penuh kharismatik sebagai seorang pimpinan.
Setelah itu mereka melangkah kebawah, dimana secangkir kopi hitam buatan Viv sudah menunggunya. David tersenyum seakan hidupnya semakin sempurna setelah kedatangan Viv.
