Di dalam hening dan gelapnya malam, akhirnya Shima mengetahui sebuah rahasia yang akan mengubah seluruh hidupnya bersama Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaLibra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sial
Umi patah hati. Ia belum pernah jatuh cinta sebelumnya, tapi saat ia mulai tertarik pada seorang pria, justru pria itu adalah orang yang selalu diceritakan Shima, orang selalu membantu Shima, orang yang nyatanya baru saja mengungkapkan isi hatinya pada Shima, di depan matanya. Ahh.. Benar - benar sial. Tapi, dibalik semua rasa sialnya, ia juga bersyukur. Semoga inilah jawaban dari doa yang ia panjatkan setiap hari, agar Shima segera mendapatkan kebahagiaan.
*
*
Ditempat berbeda. Cello sedang bersiap untuk bertandang ke rumah calon istrinya, Nadia. Yaa.. Dialah Nadia, wanita yang ia tolong di parkiran bar beberapa bulan yang lalu. Ia mantap akan memperistri Nadia. Ia bangga bisa mendapatkan hati Nadia, seorang wanita cantik dan anggun tersebut dengan begitu mudah, atau bisa dibilang ia tak terlalu mengeluarkan effort yang lebih untuk mendapatkan Nadia karena Nadia lah yang selalu terang - terangan mendekati Cello.
Sedikit rasa cintanya pada Shima yang pernah ada dulu, ia kubur kembali karena tergantikan oleh sosok Nadia yang menurutnya lebih cantik, lebih anggun dan berasal dari keluarga yang lebih jelas. Tidak seperti Shima yang menurutnya dekil, dari kampung dan yang pasti hanya menginginkan hartanya saja.
Cello mempersiapkan cincin berlian yang nantinya akan ia sematkan di jari manis Nadia, sebagai tanda pengikat bahwa ia serius dengan wanita pilihannya tersebut. Ia bersiul ringan, moodnya malam ini sungguh sangat bagus. Tak lupa ia pun men_dial nomor sang kakak, Devan Syailendra Baskara yang saat ini tengah sakit dan tak bisa ikut melamarkan pujaan hatinya. Entah Devan tidak bisa atau memang tidak mau. Entah.
"Hallo Kak" Sapa Cello saat orang di ujung telepon sana menjawab panggilannya.
"Ada apa Cell? " Tanya sang kakak.
"Hari ini aku mau melamar Nadia Kak. Doakan aku diterima baik oleh keluarganya ya. Semoga mereka menerima lamaranku pada Nadia "
"Ya.. Semoga saja" Jawab Devan singkat.
"Kakak gak suka ya? " Tanya Cello.
"Kamu sudah dewasa Cell. Kamu pasti tahu yang terbaik buat dirimu sendiri. Pikirkan dengan matang. Apa kamu sudah mencari tahu siapa orang yang saat ini akan kamu lamar? "
"Yang jelas dia wanita yang baik. Bercadar dan berasal dari keluarga yang jelas. Dan lagi satu, dia tidak berasal dari KAMPUNG" Cello menegaskan kata kampung di akhir kalimatnya.
"Memang kenapa dengan wanita KAMPUNG? "
"Ah sudahlah kak. Mood ku sedang baik hari ini. Jangan sampai karena kakak membahas DIA, Mood ku jadi berantakan"
"Dan jangan lupa. Doa orang yang kamu zalimi nanti jangan sampai membuat bumerang di kehidupan kamu nanti dan membuat kamu jadi gak mood menghadapi kehidupan" Sinis Devan.
"Intinya aku hanya minta doa dari kakak. Terserah kakak mau merestui atau tidak. Yang pasti aku sudah meminta izin dari kakak yang sudah aku anggap sebagai pengganti Ayah. "
Tuuuuut
Cello mematikan panggilannya.
"Dasar kakak. Aku hanya minta di doakan malah dia bahas wanita itu lagi. Bikin mood rusak aja" Cello menggerutu.
Meski ada rasa cinta yang sempat ada di awal kepergian Shima, tapi Cello lebih memilih melupakan rasa cintanya. Entah ia benar - benar melupakan atau hanya sekedar mengalihkan.
Pukul 7 malam, Cello dengan pakaian rapi, bergegas pergi ke rumah Nadia. Ia mengendarai mobil merahnya yang baru ia beli beberapa hari yang lalu. Mobilnya yang lama sudah ia tukar karena menurutnya terlalu banyak bekas Shima di mobil tersebut. Ia tidak mau, wanita yang ia cintai saat ini, mendapatkan bekas Shima. Nadia wanita yang spesial jadi harus mendapatkan yang spesial juga, pikirnya. Memangnya dirinya itu bukan bekas Shima? Hadeeeh.
Hampir empat puluh menit perjalanan, sampai juga Cello di rumah Nadia.Namun, pemandangan di depannya membuat Cello berpikir keras.
"Ayah Nadia kerja di Dubai kan? Kok rumahnya biasa saja. Ah, mungkin memang keluarga ini tak mau menampilkan kekayaannya. " Cello menggumam sendirian. Ia memang baru pertama kali menginjakkan kakinya di rumah ini karena Nadia selalu tidak memperbolehkannya berkunjung. Nadia mengaku jika orang tuanya saat ini sedang di Dubai mengurus pekerjaan dan akan pulang di bulan tertentu saja.
Cello menapakkan kakinya di halaman rumah Nadia yang ditumbuhi banyak rumput. Rumahnya seperti tidak terlalu terawat. Tak lupa ia membawa sedikit seserahan yang nantinya akan ia berikan kepada orang tua Nadia.
Tok Tok Tok
Tak lama berselang, perempuan berdaster hitam membuka pintu.
"Maaf, cari siapa Mas? "
"Oh maaf, apa benar ini rumah Nadia? " Tanya Cello sopan.
"Iya benar. Saya panggilkan sebentar ya. Mari masuk"
Wanita paruh baya tersebut mempersilakan Cello duduk.
"Tunggu sebentar ya Mas"
Setelah hampir setengah jam menunggu. Akhirnya wanita paruh baya tersebut kembali dan disusul gadis berkuncir dua. Gadis tersebut tersenyum malu kepada Cello.
"Mas ini siapa? " Tanya wanita paruh baya tersebut.
"Saya Cello Tante. Saya teman dekat Nadia."
Wanita tersebut manggut - manggut.
"Mas sudah lama kenal Nadia? "
"Hampir 1 tahun Tante"
"Lalu? "
"Maksud kedatangan saya kemari, saya mau melamar Nadia Tante. Semoga Tante dan Om menerima saya menjadi suami Nadia. " Jawab Cello sopan.
"Wah.. Ini kabar bagus. Memang kamu kenal Mas Cello dimana Nad?" Tanya wanita tersebut kepada gadis berkuncir dua. Nadia malu dan pipinya bersemu merah. Gadis tersebut hanya menggeleng dan menunduk.
Cello mengernyitkan dahi. Perasaannya mulai tidak enak. Keringat dingin mulai membanjiri keningnya.
"E.. Sebentar Tante. Nadianya mana ya? " Perasaan Cello was - was.
"Ini dia Nadia Mas. Maksudnya Mas apa masih bertanya keberadaan Nadia? " Ucap wanita paruh baya tersebut agak tidak suka.
Jeduaaarr
Cello semakin gemetar.
"Maaf sepertinya ada kesalahan. Bukan Nadia ini yang saya cari Tante"
"Maksud kamu sebenarnya apa? " Asap putih sudah keluar dari hidung wanita paruh baya tersebut.
"Saya cari Nadia yang bercadar. Namanya Nadia Munira. Ini benar Jalan Sawah Nomor 12 kan? "
Cello gemetar dan memeriksa kembali alamat yang diberikan Nadia di ponselnya.
Wanita tersebut mengeluarkan jurus seratus umpatan.
"Dasar pria sin_ting. Do_dol. To_lol. Punya mata makanya dilihat betul- betul sebelum ketok rumah orang. Matamu ra_bun atau gimana? "
Cello benar- benar semakin ketakutan. Ia mengedarkan pandangan dan melirik salah satu papan yang tergantung di rumah tersebut.
'Sate Ayam Bu Wariyem. Jalan Sawan nomor 12'
'Ma_ti aku' Batin Cello.
Bisa - bisanya matanya katarak sedini ini.
"M_maafkan saya Tante. S_saya salah alamat ternyata. S_saya p_permisi" Pamit Cello tergagap.
"Eh.. Enak betul kamu ya. Malam - malam ketok pintu rumah saya. Mau melamar anak semata wayang saya. Sekarang kamu mau pergi begitu saja tidak jadi melamar? " Berang wanita tersebut.
"T_tapi saya m_memang salah alamat Tante. Maaf sekali lagi."
Cello mengeluarkan dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang ratusan miliknya. Ia menyodorkan uang tersebut pada wanita paruh baya.
"S_saya benar - benar minta maaf Tan-te"
Wanita tersebut tak mau menerima uang yang disodorkan Cello yang tidak seberapa itu. Akhirnya ia menyambar dompet Cello yang masih digenggam di tangan kiri Cello. Wanita tersebut mengambil semua uang dari dompet Cello dan menyerahkan kembali dompet kosongnya.
"Segini baru cukup. Sekarang segera tinggalkan rumahku dan tinggalkan seserahan ini. "
Wanita tersebut mendorong Cello keluar dan mengunci kembali pintunya.
Cello frustasi.