*"Ah ... ampun, Kak. U-udah! Naya ngakuh, Naya salah."*
Masa remaja yang seharusnya dilalui dengan ceria dan bahagia, mungkin tidak akan pernah dialami dengan gadis yang bernama Hanaya Humairah. Gadis cantik yang lemah lembut itu, harus terpaksa menikah dengan Tuan muda dingin nan kejam.
Demi menyelamatkan ibunya dari tuduhan penyebab kematian mama dari sang tuan muda, ia rela mengorbankan kebahagiaannya.
Akankah Gadis itu bisa menjalani hari-harinya yang penuh penderitaan.
Dan akankah ada pelangi yang turun setelah Badai di kehidupannya.
Penasaran ...?
Yuk ikuti kisahnya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggraini 27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26
"Hah ...!" ucap Naya bingung bercampur kaget.
"Lo gak dengar? Ambil uang di dompet gue, sekarang!" seru Malik. Menunjuk ke arah dompetnya berada.
"Ta-tapi, Kak. Naya gak berani ambil uang di dalam dompet yang bukan milik Naya. Kata Bunda itu gak sopan," tutur Naya yang menunduk. Takut Malik marah, karena menyebutkan tentang ibunya.
Lagi-lagi Malik mendesah membuang nafasnya kasar.
"Ambilkan dompetnya, bawa ke sini!" pinta Malik.
"I-iya, Kak." Dengan cepat Naya langsung mengambilkan dompet itu yang terletak di atas nakas. Lalu, langsung diberikan kepada si empunya.
"Nah, ambil." Malik menyerahkan dua lembar uang berwarna merah, yang baru di keluarkan dari dompetnya.
"Hah, banyak kali, Kak. Naya gak bisa terima itu," terang Naya yang takut tidak bisa mengembalikan. Dan malah menambah beban hutang ibunya.
"Udah, ambil! Sekalian buat uang jajan sekolah, Lo. Biar lo gak minta-minta lagi sama orang," tukas Malik.
"Ta-tapi, Kak. Naya gak pernah minta apapun sama orang," tutur Naya, yang tak terima jika dia dituduh suka minta-minta orang.
"Shutttss ... berisik, Lo. Udah cepat ambil! Sebelum gue berubah pikiran, ni!" tegas Malik. Masih menyodorkan uangnya.
'Bagaimana ni? Sebenarnya aku lapar banget, tapi kalo aku ambil malah makin nambah hutang gimana? Ah sudahlah, nanti aku cari kerja. Buat tambah-tambah bayar hutang,' batin Naya positif thinking.
"Em ... yaudah, Kak. Naya ambil selembar aja ya. Nanti kalo Naya udah ada uang, pasti Naya ganti kok," ucap Naya yang sudah mengambil selembar uang tersebut, dari tangan Malik.
"Serah, Lo," sahut Malik yang sudah malas berkata.
Tidak lama pintu ruangan Malik pun di buka seseorang. Yang menampakan tubuh tinggi tegap atlentis. Gery, asistennya.
"Eh, Kak Gery udah datang. Kalo gitu Naya keluar dulu ya, Kak," tutur Naya kepada dua cogan itu. Yang langsung keluar dari sana, sebelum di tanggapi oleh mereka.
"Tuan muda, bagaimana keadaan Anda sekarang. Apakah sudah lebih baik?" tanya Gery yang sudah duduk di kursi samping Malik.
"Lo liat sendiri lah, Ger. Gue lebih merasa baik, kalo cepat keluar dari sini. Jadi lo harus cepat urus kepulangan gue," cetus Malik yang sudah merasa bosan.
"Tapi, Tuan. Luka anda baru saja diobati. Sebaiknya, Tuan menginap semalam dulu di rumah sakit. Biar Dokter yang meriksa lebih maksimal di sini," terang Gery, memberi pengertian.
"Hmm, apa sekarang lo gak bisa mengatur permintaan gue! Kemana kemampuan, Lo, hah!" seru Malik tak suka, jika dia dibantah.
"Mm ... maaf, Tuan. Baiklah, saya akan meminta Tuan dirawat jalan saja di rumah. Dan meminta rekomendasi Dokter terbaik di sini yang bisa mengurus Tuan nantinya," ujar Gery yang pasrah, karena tidak bisa membantah permintaan Tuan muda nya.
"Hm, bagus. Saya kira kamu sudah kehilangan kemampuanmu, Ger. Ternyata kamu masih bisa diandalkan," balas Malik senang.
'Itu semua Saya lakukan demi anda, Tuan. Orang yang tidak pernah mau di bantah perkataannya,' batin Gery pasrah.
Naya yang masih berjalan menuju ruangan Malik. Mendadak berhenti dan bersembunyi. Karena melihat dua temannya Malik, yang masuk keruangan temannya itu.
"Aduh, gimana ni? Ada temannya kak Malik pula. Sebaiknya aku tunggu di lantai bawah aja, deh," guman Naya, yang langsung pergi dari sana. Untuk mencari amannya saja.
Tok ... tok ...
Suara pintu yang diketuk.
"Siapa, Ger?" tanya Malik bingung, siapa yang mengetuk kamar rawatnya. Kalo itu Naya, pasti dia sudah masuk tanpa diminta.
"Sebentar, Tuan. Biar saya liat dulu," ujar Gery yang sudah berdiri dari duduknya.
"Hei, Bro ... ngapa lo kok bisa ada di sini. Hem ...?" Dua temannya menghambur ke tempat Malik. Saat mereka sudah masuk dengan sendirinya, sebelum dibuka kan pintu oleh Gery.
"Eh, eh ... jangan dekat-dekat. Perut gue sakit, ni. Bekas ditusuk orang," cegah Malik yang mengulurkan tangannya. Memberi peringatan agar temannya tidak mendekat.
"What! ditusuk?" Andra terkejut lebay.
"Eh, Endrok. Volume lo bisa dikecili dikit kagak. Ini rumah sakit, Ogeb," ketus Riski, yang sakit kupingnya. Mendengar suara Andra yang berada di sebelah dia.
"Ye, ye ... sorry. Abisnya gue shock dengarnya," sungut Andra.
Riski yang mendengar, hanya memutar bola matanya malas.
"Eh, iya. Lo tadi bilang ditusuk? Kok bisa, sih. Kejadiannya kapan? Bukanya tadi kita pulang bareng, 'kan? Kok lo bisa jadi kek begini, sih?" cerocos Riski. Yang bertanya bertubi-tubi. Tanpa memberi jeda buat Malik menjawab satu-satu.
"Tunggu, tunggu, tunggu ... Lo mau nanya? Apa mau mewawancarai Malik sih. Mau nanya kok kayak kereta api, gak ada remnya," sewot Andra, yang mendengar pertanyaan Riski bertubi-tubi. Gak kalah lebay dari dirinya.
Sedangkan Malik yang jengah hanya diam tanpa mau menjawab. Kemudian dia pun memanggil Gery yang berada di depan pintu. Berdiri tegap, tanpa mau mengganggu mereka bertiga.
"Ger, kemari sebentar," panggil Malik melambaikan tangannya.
"Iya, Tuan. Ada apa?" tanya Gery sopan, yang sudah di hadapan Malik.
"Kapan saya boleh pulang?" tanya Malik balik tanya.
"Sebentar lagi, Tuan. Tunggu dapat intruksi dari Dokter. Karena Dokter Firman yang akan merawat anda nantinya, masih di dalam perjalanan " tutur Gery sopan.
"Hmm, ya sudahlah," usir Malik yang mengibaskan tangannya.
"Eh, tunggu ... tunggu!" panggil Malik lagi yang baru ingat sesuatu.
"Iya. Ada apa, Tuan?" tanya Gery yang kembali di hadapan Malik lagi.
Malik pun memberi isyarat agar Gery mendekat. Langsung saja Gery mendekat, da membungkukan setengah badannya.
"Cari Naya, dan suruh anak buahmu mengantarkannya pulang," bisik Malik di telinga Gery.
"Baik, Tuan. Saya undur diri dulu." Gery pun pergi, setelah membungkukkan setengah badannya sopan.
"Kacang kulit, kacang kulit ... yaelah, gini banget ah dikacangi. Mengsedih ...." Dramatis Andra yang merangkul temannya Riski.
"Iya ni. Kita udah bela-belain jenguk, Lo. malah gak dianggap. Hu ...," sahut Riski.
Malik menunjukkan cengiran paksa.
"Yaudah deh, lebih baik kalian pulang aja. Lagian gue udah mau pulang juga," balas Malik.
"Jadi lo ngusir kita, ni?" sungut Andra yang mengerucutkan bibirnya.
"Hm, kalo kalian gak merasa keberatan. Soalnya gue mau istirahat," balas Malik membenarkan.
" Yah, Tapi ...."
"Udah hayuklah, Ndra. Nanti kita bisa jenguk dia di rumahnya. Sekalian kan, mana tau jumpa cewek cantik hari tu lagi," bisik Riski, yang memotong perkataannya Andra. Membuat bibir Andra melengkung ke atas.
"Hmm, ya sudahlah. Kita cabut dulu. Lekas sembuh ya, Bro," ucap Andra menepuk bahu Malik pelan.
"Kuy lah kita cabut. Oh iya. Tapi lo ingat ya, Mal. Lo masih punya hutang pertanyaan dari gue. Lain kali kita sambung lagi," ucap Riski sebelum pergi bersama Andra. Kemudian mereka meninggalkan Malik, yang hanya menyunggingkan senyum miringnya, tanpa mau menanggapi.
'Cih! Apa bagusnya gadis itu?'
Bersambung ...
Terima kasih telah membaca sampai sejauh ini.
Jangan lupa beri dukungannya ya