NovelToon NovelToon
Star Of Death Heavenly Destroyer

Star Of Death Heavenly Destroyer

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Light Novel
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Dewa Leluhur

Update Sebulan Sekali (Opsional)
Local Galactic Group, dimensi yang menjadi ajang panggung pertarungan para dewa dalam siklus pengulangan abadi. Noah, Raja Iblis pertama harus menghadapi rivalitas abadinya, Arata, Dewa Kegilaan akan tetapi ia perlahan menemukan dirinya terjebak dalam kepingan-kepingan ingatan yang hilang bagaikan serpihan kaca. The LN dewa pembangkang yang telah terusir dari hierarki dewa. Mendapatkan kekuatan [Exchange the Dead] setelah mengalahkan dewa Absurd, memperoleh kitab ilahi Geyna sebagai sumber kekuatan utama.'Exchange the Dead' kemampuan untuk menukar eksistensi dan mencabut jiwa sesuka hati, mampu menukar kematian ribuan kali, menjadikannya praktis tak terkalahkan menguasai kitab ilahi Dathlem sebagai sumber kekuatan tambahan menciptakan makhluk-makhluk rendah dengan satu bakat sihir sebagai perpanjangan kekuasaannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewa Leluhur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Arata: Dewa Kegilaan di Water Dew

Arata melangkah masuk ke dalam Garden of Eques, langkahnya bergema dalam kesunyian yang terasa tidak wajar. Setiap jejak kakinya meninggalkan riak energi kegilaan yang samar, tapi taman itu seolah menelannya tanpa bekas—seolah kehadirannya tidak lebih dari sebutir debu dalam ruang tak terbatas.

"Aneh," gumamnya pada diri sendiri, mata Apocalypse nya mengamati sekitar dengan seksama. Sulur-sulur kristal keemasan di sekelilingnya berkilau lembut, menciptakan ilusi koridor yang tak berujung. Setiap belokan yang dia ambil hanya membawanya ke pemandangan yang serupa.

Waktu terasa mengambang di tempat ini. Arata terus melangkah, tapi Garden of Eques seolah mengejeknya dengan pengulangan tanpa akhir. Setiap koridor puing kristal yang dia lewati identik dengan yang sebelumnya. Setiap belokan membawanya kembali ke pemandangan yang sama.

Arata mempercepat langkahnya. Koridor mulai melebar, sulur-sulur kristal menipis, hingga akhirnya...dia sampai. Langkahnya terhenti mendadak, mulutnya ternganga tanpa suara saat matanya menangkap pemandangan di hadapannya.

Di sana, menjulang tinggi tak terbatas ketinggiannya. Berdiri, struktur yang menentang segala logika divine—Laksamana Gigi. Pagar-pagar raksasa membentang sejauh mata memandang, bergerak perlahan seperti napas makhluk purba yang tertidur. Lengkungan-lengkungan kolosal melayang di udara, menari dengan anggun melawan gravitasi, menciptakan formasi yang mustahil namun nyata.

Spiral-spiral masif berputar dalam gerakan konstan yang hipnotis, masing-masing berkilau dengan energi yang begitu padat hingga udara di sekitarnya bergelombang.

Inilah dia, penjagaan Water Dew—pertahanan yang dibangun untuk menghadang ambisi para dewa-dewi yang haus kekuasaan.

Laksamana Gigi—sebuah nama yang hanya dibisikkan dalam penjagaan suci—kini berdiri nyata di hadapannya. Pagar-pagar raksasa itu bukan sekadar struktur belaka; mereka adalah entitas hidup, ditenun dari realitas oleh The Creator sendiri. Setiap bilahnya menjulang hingga menembus langit, tidak berujung, seolah menantang keterbatasan dimensi itu sendiri.

"Laksamana Gigi," bisiknya dengan nada takjub. "Penjaga absolute Water Dew."

Di beberapa titik, pagar itu tampak padat seperti titanium, di titik lain terlihat tembus pandang bagai kabut pagi, dan di tempat lain lagi, tampak benar-benar kosong—namun kekosongan yang begitu padat hingga terasa mengancam.

Arata mencoba menyentuh salah satu bilah pagar dengan ujung jarinya, namun sebuah gelombang energi halus mendorongnya mundur. Bukan penolakan kasar, melainkan penolakan yang tegas—seperti orang tua yang dengan lembut menepis tangan anak yang hendak menyentuh api.

Laksamana Gigi bukan hanya penjaga—ia adalah penghalang mutlak, batas-batas yang tidak bisa ditembus oleh kekuatan apapun selain oleh Noah, sang terpilih. The Creator telah menenun pagar-pagar ini dari esensi keberadaan-Nya sendiri, memberikan mereka kesadaran yang melampaui konsep kecerdasan biasa. Pagar-pagar itu merespons setiap gerakan, setiap niat, setiap pompa darah dalam tubuh setiap makhluk yang mendekat. Mereka adalah hakim tanpa prasangka, eksekutor tanpa belas kasihan, pelindung tanpa kelemahan.

Di semua bagian, pagar-pagar itu membentuk formasi yang menyerupai gigi-gigi raksasa—inilah asal muasal namanya. Namun Arata bisa melihat bahwa itu hanyalah satu aspek dari wujud kompleksnya. Saat ia memusatkan pandangannya di satu titik, pagar-pagar itu tampak seperti taring; dari sudut lain, seperti tembok; dari sudut yang lain lagi, seperti sayap; dan dari tempat Arata berdiri sekarang, seperti jari-jari tangan tak kasat mata yang siap meremukkan siapapun yang berani menantangnya.

Saat Arata tengah terpaku mengamati keagungan Laksamana Gigi, sebuah gelombang energi yang familiar menyapu keberadaannya. Getaran halus merambat di udara, membuat sulur-sulur kristal di sekelilingnya bergetar lembut seperti dawai harpa yang dipetik oleh jemari tak kasat mata.

Jantungnya seketika berdegup kencang. Dia mengenali energi ini—aura yang hanya dimiliki oleh satu entitas di seluruh semesta.

Noah.

Resonansi energi semakin menguat, menciptakan pusaran tak kasat mata yang membuat udara terasa berat. Arata bisa merasakan setiap sel dalam tubuhnya bereaksi, seolah molekul-molekul dalam darahnya mengenali kehadiran sang terpilih.

"Kau tidak seharusnya berada di sini," sebuah suara bergema dalam pikirannya, lembut namun mengandung otoritas yang tak terbantahkan. Suara itu seolah datang dari segala arah, membuat Arata tidak bisa menentukan lokasi pastinya.

Laksamana Gigi bereaksi terhadap kehadiran Noah. Pagar-pagar raksasa itu bergerak lebih cepat, menciptakan simfoni visual yang memukau sekaligus mengintimidasi.

Arata mencoba mempertahankan ketenangan, meski instingnya menjerit untuk segera melarikan diri. "Noah," bisiknya, suaranya terdengar begitu kecil di tengah gemuruh energi yang mengelilinginya. "Aku sudah selesai!"

Dia tahu, pertemuan ini akan mengubah segalanya. Water Dew, Laksamana Gigi, dan Noah—tiga kunci dalam teka-teki besar yang telah lama dia coba pecahkan. Kini, semua bergantung pada apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Arata..." Suara Noah melembut, mengalun seperti hembusan angin di antara spiral-spiral energi yang berputar. "Kau harus mengerti. Sekali kau melangkah lebih jauh ke dalam Water Dew, Laksamana Gigi akan menjadi penjaramu selamanya."

Seringai tipis muncul di wajah Arata. Mata Sargceva berkilat penuh determinasi. "Atau mungkin..." tangannya terangkat perlahan, "...aku bisa mengubah penjara itu sendiri!"

Energi kegilaan meledak dari tubuh Arata, mengalir seperti gelombang tsunami ke arah struktur raksasa di hadapannya. Udara bergetar hebat saat kekuatannya mencoba menembus pertahanan Laksamana Gigi, berusaha mengubah bilah-bilah kokohnya menjadi besi berkarat yang rapuh.

Namun Laksamana Gigi tidak bergeming.

Alih-alih melemah, pagar-pagar itu berdenyut dengan energi yang jauh lebih dahsyat. Spiral-spiral masif berputar semakin cepat, menciptakan dinding energi yang memantulkan serangan Arata kembali padanya. Setiap upaya transformasinya diserap dan dinetralkan, seolah kekuatan Arata tidak lebih dari tetesan air yang jatuh ke samudra.

"Mustahil..." Arata terhuyung mundur, napasnya terengah. Keringat dingin mengalir di pelipisnya saat menyadari bahwa kekuatan yang selama ini dia banggakan tidak mampu meninggalkan satu gores pun pada struktur divine di hadapannya [Hukum Absolute].

Laksamana Gigi merespons perlawanannya dengan gerakan yang lebih agresif. Pagar-pagar raksasa bergerak dalam formasi yang semakin kompleks, menciptakan labirin bergerak dari energi murni yang mengancam akan memenjarakan Arata selamanya.

"Kekuatan transformasimu tidak akan berpengaruh di sini," Noah berkata dengan nada yang masih lembut, tapi ada ketegasan yang tidak bisa dibantah dalam suaranya. "Laksamana Gigi adalah manifestasi dari kehendak The Creator sendiri. Tidak ada kekuatan yang bisa mengubahnya."

Struktur raksasa di sekeliling mereka terus bergerak, semakin cepat dan semakin mengancam. Arata bisa merasakan bagaimana Laksamana Gigi mulai membentuk sel penjara tak kasat mata di sekelilingnya, siap mengurungnya dalam dimensi antara yang tak berujung.

"Noah mengapa hanya kau yang bisa memasuki Water Dew?" Arata mulai kesulitan.

"Aku? Tidak— aku juga tidak mampu menembus Laksamana Gigi"—

Arata menyipitkan matanya, menatap Noah dengan pandangan penuh kecurigaan.

"Bahkan dengan pedang Venuszirad, kau juga tidak bisa melewatinya, Noah?" Arata menantang, suaranya parau namun tegas.

Noah terdiam sejenak. Angin dingin berhembus di antara mereka, membawa aroma logam dan energi kuno. Tatapan matanya melembut, tapi ada kesedihan yang tak terbaca di sana.

"Kedatanganku bukan untuk melewati Laksamana Gigi, Arata," Noah akhirnya berkata, "tapi untuk mencegahmu mengambil alih Water Dew dari kerusakan."

"Kerusakan?" Arata mendengus. "Aku ingin menguasai tanpa merusak."

"Kekuatan seperti milikmu—transformasi tanpa batas—bisa merusak keseimbangan Water Dew," Noah melangkah maju, tangannya terulur seolah memohon pengertian. "Sang Pencipta menciptakan Laksamana Gigi justru untuk melindungi inti dari kekuatan yang bisa menghancurkannya dari dalam. Aku tau- kau ingin Water Dew untuk membuat peluru kan?"

Noah mengambil napas dalam-dalam. "Kekuatan transformasi diberikan bukan untuk menantang hukum absolut, tapi untuk menyelaraskan diri dengannya. Venuszirad adalah kunci, tapi bukan untuk membuka—melainkan untuk memahami."

Saat itulah, Laksamana Gigi tiba-tiba berdenyut dengan ritme yang berbeda. Spiral-spiral di sekeliling mereka mulai membentuk pola-pola yang tak pernah Arata lihat sebelumnya—seperti huruf-huruf kuno yang terus bergerak dan berubah.

Arata tertegun. Untuk pertama kalinya, ia melihat gerakan Laksamana Gigi tidak sebagai ancaman, tapi sebagai sebuah bahasa. Venuszirad di tangan Noah bergetar lembut, seolah merespons panggilan dari struktur raksasa itu.

"Apa yang... terjadi?"

Namun keraguan Arata tak bertahan lama. Matanya kembali menajam, melihat bagaimana Noah menggenggam Venuszirad—senjata yang seharusnya menjadi miliknya.

"Kau selalu menghalangiku," geram Arata, tangannya mulai berubah warna menjadi kemerahan darah saat kekuatan Agroneme beresonansi. "Pertama kau mengambil Venuszirad, sekarang kau menghalangi jalanku ke Water Dew."

Mata Noah berubah dalam sekejap. Kelembutannya menguap, digantikan oleh kilatan amarah yang membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Venuszirad di tangannya memancarkan cahaya kebiruan yang menyilaukan.

"Milikmu?" desis Noah, suaranya bergetar menahan amarah. "Kau pikir Venuszirad adalah benda yang bisa dimiliki begitu saja?"

Arata mundur selangkah, terkejut dengan perubahan drastis pada diri Noah. Melihat kemarahan Noah dia teringat sesuatu, pada perbuatannya membunuh adiknya.

"Venuszirad bukanlah sekedar pedang atau senjata," Noah melanjutkan, suaranya kini menggelegar. "Dia adalah transformasi dari Dewi Alnaturyu—sosok yang kucintai dengan segenap jiwaku. Dan kau..." ia mengarahkan ujung pedang ke arah Arata, "...dengan seenaknya mengklaim dia sebagai milikmu? Kau membuatku tampak seperti dewa bodoh yang tidak bisa menjaga apa yang berharga bagiku! Kau juga membunuh adikku," Noah semakin bergejolak.

Spiral-spiral Laksamana Gigi bereaksi terhadap amarah Noah, berputar semakin cepat dan liar. Namun Noah tampak tidak peduli, matanya terpaku pada Arata.

"Kau seharusnya bangga dengan Agroneme yang mengalir dalam darahmu," suara Noah kini lebih rendah, tapi tak kalah mengancam. "Kekuatan penghapus sumber divine, tapi tidak—kau malah terobsesi dengan Venuszirad, dengan Water Dew, dengan segala hal yang bukan hakmu!"

Arata merasakan tekanan energi yang luar biasa dari Noah. Ia bisa melihat simbol-simbol kuno bermunculan di sekitar tubuh Noah, berpendar dengan warna keemasan—tanda bahwa kekuatan raja iblis dan aura Dewata sebagai kandidat kedua dewa holy dimensi telah bangkit sepenuhnya.

"Jadi sekarang," Noah mengambil kuda-kuda bertarung, Venuszirad bersinar semakin terang di tangannya, "biar kutunjukkan padamu perbedaan antara seseorang yang diberkati Venuszirad, dengan seseorang yang hanya terobsesi untuk memilikinya."

"Semuanya telah hancur," Noah berkata pelan, matanya menatap sosok Arata yang kini diselimuti aura kegilaan pekat. "Yang tersisa hanyalah kita... dan Laksamana Gigi. Jika kau melakukan lebih dari ini..." ia mengeratkan genggamannya pada Venuszirad, "hal ini tidak bisa dibiarkan."

Tawa Arata meledak, menggema di antara spiral-spiral Laksamana Gigi. Tawa yang tidak wajar—tawa seorang dewa yang telah kehilangan kewarasannya.

"Tidak bisa dibiarkan?" Arata memiringkan kepalanya dengan gerakan tidak natural. "Kau berbicara seolah masih memiliki otoritas atasku, Noah. Tidakkah kau lihat? Aku telah melampaui batas-batas kedewaan biasa!"

Pedang Agroneme beresonansi ditangan Arata mengeluarkan darah para dewa perang yang telah dikumpulkannya.

"Dewa Kegilaan" Noah menyeringai menyepelekan, akhirnya memahami transformasi rival abadinya. "Sejak awal kau memang tidak pernah puas. Saat aku memulai ulang canvas baru kau membunuh adikku. Kau memang dewa Kegilaan— Aku adalah raja iblis pertama yang bangkit!"

"HAHAHAHA!" tawa Arata semakin menggila. "Kegilaan adalah bentuk tertinggi dari kebebasan, Noah! Tidak terikat oleh aturan, moral, atau—" ia menatap Laksamana Gigi dengan mata yang berkilat berbahaya, "—batasan apapun!"

"Apapun hasilnya, jalanku akan tetap menguasai Water Dew," Arata mengangkat dagunya, sorot matanya dipenuhi keyakinan absolut. "Kau menciptakan Venuszirad dari manifestasi Dewi Alnaturyu, Noah... padahal kau tahu dia memiliki mata kehancuran, tapi kau tidak mengambilnya."

Arata mengembangkan senyum tipis yang mengerikan. Matanya perlahan berubah—pupilnya melebar, menampilkan pola-pola rumit yang berpendar dengan cahaya ungu gelap.

"Lihat aku, Noah. Apocalypse Eye Sargceva—penglihatan nasib mikroskopis dan masa depan." Arata memamerkan kekuatan barunya dengan bangga. "Sementara kau... apa yang kau lakukan dengan Alnaturyu? Kau mengubahnya menjadi pedang, sebuah SENJATA!" ia meludah dengan jijik. "Kau menyia-nyiakan potensi sejati dari mata kehancuran dia."

"Jangan. Samakan. Aku. Denganmu." Noah mengucapkan setiap kata dengan penuh penekanan, auranya semakin menggelap. Venuszirad berdenyut dengan cahaya hitam keunguan yang hampir membutakan, merespons amarah pemiliknya.

"Kau itu membunuh dan mencuri kekuatan dari dewa-dewa lain hanya untuk menyamai Venuszirad—" Noah tertawa getir. "Kau menumpuk mayat demi mayat, mengumpulkan darah dewa perang, meruntuhkan dunia Adomte merubahnya menjadi Apocalypse Eye... semua itu untuk apa? Untuk membuktikan bahwa kau setara denganku?"

Noah mengangkat Venuszirad tinggi-tinggi, membiarkan cahayanya menerangi spiral-spiral Laksamana Gigi yang masih berputar liar. "Aku sudah cukup dengan kekuatan yang kumiliki, Arata. Aku tidak butuh membunuh untuk membuktikan diriku layak memilikinya."

"Kau tahu apa yang membedakan kita?" Noah melanjutkan, suaranya kini tenang namun mengandung ancaman yang jelas. "Kau terobsesi dengan kekuatan, dengan pembuktian diri, dengan ambisi tak berdasar untuk menguasai segalanya— termasuk dimensi tertinggi 'Arzhanzou' kau bahkan menyebutkan Arzhanzou sebagai namamu padahal kau belum mendapatkannya. Sementara aku?" ia menurunkan pedangnya, mengarahkannya ke Arata. "Aku hanya ingin melindungi apa yang kupercayai."

Udara di sekitar mereka semakin berat, seolah gravitasi sendiri merespons pergolakan energi kedua dewa yang berhadapan. Laksamana Gigi berdengung semakin keras, spiral-spiralnya kini berpendar dengan warna keemasan yang kontras.

"Alnaturyu, itu urusan aku dengan kekasihku— orang luar tidak perlu ikut campur. Venuszirad adalah bukti dari cintanya," Noah menatap tajam ke mata Sargceva yang kini bersarang di wajah Arata. "Dan kau... kau hanya membuktikan bahwa kepercayaanku untuk memberimu kesempatan kedua adalah sebuah kesalahan."

1
IamEsthe
Maaf. aku enggak paham alur ceritanya sama sekali, atau emang genre nya di luar biasa aku kuasai/mengerti.
IamEsthe
bla bla bla terpana akan kecantikan rupaku (wujudku) sendiri.
Legenda: jatuh cinta saat memandang rupa malaikat
total 1 replies
IamEsthe
ribet kalimatnya, susah dimengerti.


apa maksudnya begini,

Mengapa Dia hanya memikirkan hiburan untuk dirinya hingga membuat kita mati mempertahankan sebuah 'nyawa'.
Legenda: iya mungkin. Membangkang banget sama Tuhan/author dia punya kemauan sendiri ga dikendalikan sama The Creator
IamEsthe: Dewa Azura, kisah dewa Azura.
total 5 replies
IamEsthe
Untuk siapa aku diciptakan, Tuhan? Di ambang kekalahan kenapa aku masih mempersalahkan persoalan konyol ini.


mungkin bagus jika kalimatnya begitu. coba dipertimbangkan.
IamEsthe
alangkah baiknya mendeskripsikan kondisi tubuh pake makna kias. mungkin bagus
IamEsthe: dicoba dikit2 gitu, kias2an.
Legenda: aku kurang soal kias makna.
total 2 replies
IamEsthe
dibuang, bukan di buang
IamEsthe
jangan angka 1 ribu, tp satu ribu. ini ada aturannya, aku lupa yg mana penjelasannya
IamEsthe
narasi ini kayaknya jangan dalam satu kalimat panjang begini. kembangkan lagi beberapa kalimat biar penjelasannya tidak rumit dan berbelit
IamEsthe
typo dialog
Protocetus
okiro
Legenda: hah! lawak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!