NovelToon NovelToon
Moonlight After Sunset: Black Magic

Moonlight After Sunset: Black Magic

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Balas Dendam / Epik Petualangan / Akademi Sihir
Popularitas:193
Nilai: 5
Nama Author: Riana Syarif

Buku kedua dari Moonlight After Sunset, bercerita tentang Senja, seorang gadis yang terlilit takdir membingungkan. Untuk mengetahui rahasia takdir yang mengikatnya, Senja harus membuang identitas lamanya sebagai Bulan dan mulai menjalani petualangan baru di hidupnya sebagai putri utama Duke Ari. Dalam series ini, Senja aka Bulan akan berpetualang melawan sihir hitam sembari mencari tahu identitas aslinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riana Syarif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Marah II

“APA SEMUA INI?” tanya sebuah suara dengan aura dominan yang pecah ke seluruh area Paviliun Permaisuri. Wajah Selir Jina tampak kacau dengan pipi memerah yang mengeluarkan darah, ia mengerang seperti gadis manja.

Matanya berair dengan tubuh lemah yang terlihat lelah, ia mencoba sekuat tenaga untuk berdiri dari jatuhnya, dengan lunglai ia berjalan lambat menuju asal suara tersebut.

“Tuan, lihat gadis nakal ini? Dia, dia… hik…”

Selir Reliza menunjuk area sekeliling ruangan tersebut sambil melirik tajam Senja dengan ujung ekor matanya. Senja hanya mencibir jijik dengan tingkah laku ibu tirinya itu, ia merasa mual dengan sikap lemah tak berdayanya.

“Argh…!”

Tangan Selir Reliza dihempaskan, ia lalu di dorong dengan kuat menyingkir kebelakang. Wajahnya yang manja seketika berubah menjadi pucat pasi, napasnya tertahan sampai di tenggorokan dan matanya terus menangis.

“Aku tanya padamu sekali lagi…! APA INI?”

Duke membentak Selir Reliza dengan kejam, matanya memerah saat melihat ruangan yang sudah berubah menjadi bentuk yang sama sekali tidak bisa ia kenal. Tanaman merambat menjalar keluar hampir di seluruh bagian dinding ruangan, lantainya penuh dengan pecahan kaca dan ada beberapa bagian yang retak menjalar kemana-mana.

Dengan putus asa-nya, Selir Reliza menjawab dengan suara yang tertekan di tenggorokan. Napasnya putus dengan isakan yang memilukan. Ia terlihat seperti tikus yang disudutkan oleh kucing di gang sempit.

“Tuan, itu…!!”

PLAK…!!

Belum sempat menjawab sebuah tamparan sudah mendarat di pipi lain Selir Reliza. Wajahnya yang mulus kini mulai mengeluarkan darah, tidak hanya dari pipi, bahkan mulutnya pun mengeluarkan darah.

“Tu, Tuan. Ini semua adalah perintah dari Selir Raja.”

Dengan putus asanya, Selir Reliza menjelaskan maksudnya di tempat ini, Namun bukannya merasa tenang, wajahnya semakin memucat saat melihat ruangan yang baru saja dilahap oleh api.

“Tu, Tuan…!!?”

Selir Reliza melongo dengan tidak percaya saat seluruh barang pribadi miliknya yang ia beli dengan seluruh uang penyimpanannya kini hilang dalam sekejap mata. Semuanya hangus tak tersisa, hanya ada debu dan ruangan kosong saja.

“Tidak ada seorang pun yang boleh menyentuh tempat ini…!” teriak Duke marah. Ia bahkan bisa menghancurkan apapun hanya dengan tatapan matanya yang kejam itu.

Seperti disambar petir di siang bolong, wajah Selir Reliza mengeras, dengan mata yang kosong ia menatap sendu pada miliknya yang hilang. Bahkan air mata pun sudah tidak bisa lagi mengobati lukanya. Dengan tangan yang terkepal, ia menatap Senja yang kini sedang tersenyum mengejek ke arahnya.

“Kau…, semuanya karena kau…!!”

Selir Reliza berlari ke arah Senja, ia dengan kasarnya meraih leher Senja dan mencekiknya. Wajahnya ganas dengan kuku jari yang menyayat leher mulus Senja.

“Mati kau… Uhg!”

Selir Reliza mengerang kesakitan saat dirinya ditarik dan di lempar menjauh dari Senja. Tubuhnya menghantam langsung dinding dengan bunyi yang kuat, sepertinya beberapa tulang rusuk milik Selir Reliza hancur dalam prosesnya.

“Cih!”

Duke hanya menatap tajam ke arah Selir Reliza sambil melemparkan sebotol ramuan ke arah Senja. Ia lalu berjalan ke arah halaman belakang dan melihat wajah pucat para bawahannya, tidak ada kata ia hanya menatap tangan mereka yang terbakar hangus.

“Keluar!”

hanya dengan satu kata itu, wajah mereka memerah dengan air mata yang bahkan

sudah tidak terbendung lagi. Tidak hanya kehilangan tangan, mereka bahkan harus

keluar dari tempat ini dengan tidak terhormat.

Resiko yang lebih besar adalah mereka bahkan tidak bisa melamar kerja di tempat lain, jika pun bisa mereka hanya akan mendapatkan posisi rendah yang bahkan tidak layak dengan kedudukan mereka saat ini.

“Tuan Duke, kami…”

Duke bahkan tidak mendengar mereka, ia berjalan pergi meninggalkan Paviliun Permaisuri sebelum menyuruh bawahan setianya untuk menyusun kembali barang Permaisuri ke tempatnya semula.

“Kau lihat bukan betapa dia sangat menyukai ibuku,” bisik Senja tepat di telinga ibu tirinya. Dengan senyum nakalnya ia menarik rambut Selir Reliza dan menunjukkan seisi ruangan yang sudah kosong.

“Jangan pernah menyentuh milik ku. Apa kau paham ibu?” lanjut Senja dengan tangan yang mengelus lembut wajah Selir Reliza.

“Ini baru permulaannya saja!”

Senyum nakalnya kini berubah dingin, tangannya menekan kuat wajah Selir Reliza membuat luka merah di pipinya membengkak dengan erangan tajam. Senja kemudian pergi meninggalkan tempat itu setelah bawahan Duke masuk dan membereskan sisanya.

Di luar Eza sudah menunggunya, ia terlihat baik meski pakaiannya kacau karena tanaman merambat sebelumnya. Eza dengan sigap berdiri di samping nona nya itu seperti layaknya seorang ksatria pada umumnya.

Eza mengawal Senja keluar dari Paviliun Permaisuri sebelum melihat Selir Reliza yang berteriak kesetanan dengan ujung ekor matanya.

****

Siang harinya Senja berjalan ria di halaman belakang Paviliunnya, ia saat ini

sedang menyusun rencana untuk nanti malam. Senja berencana untuk memasuki ruang bawah tanah Permaisuri, tempat dimana ia bertemu dengan sosok misterius itu.

“Nona,” panggil Eza sambil berjalan mendekati nona nya itu.

“Ada tamu.”

Eza menunjuk dengan ujung matanya. Disana Senja bisa melihat Arina yang sedang membawa keranjang buah dan juga beberapa bunga di dalamnya.

“Hah, apa ini?” gumam Senja sebelum menyuruh Eza membawa masuk Arina. Dengan senyum liciknya, sebuah rencana jahat muncul di dalam benaknya.

“Ini akan seru.”

Senja kemudian berjalan mendekati kursi yang sudah disiapkan dan duduk disana. Beberapa saat kemudian Arina sampai dengan senyum canggung yang biasa tidak pernah ia tunjukkan pada Senja.

Senja yang melihat hal itu hanya bisa membalas Arina dengan seringai yang tajam. Ia tidak pernah berharap ini terjadi padanya terlebih lagi setelah kejadian beberapa jam yang lalu.

Mungkin ini terlalu cepat untuk Arina datang dan meminta maaf atas kesalahan ibunya, atau mungkin saja ini adalah trik baru darinya dan siapapun yang ada di belakangnya.

Jujur saja masalah yang baru saja terjadi adalah masalah besar yang bahkan seluruh penghuni kediaman Duke akan mengetahuinya, meskipun hal itu ditutup untuk umum namun bukan berarti serangga kecil di dalamnya tidak akan tahu.

Arina pasti tahu masalah ini dari pihak manapun, bisa dari pelayannya, adiknya,

ataupun ibunya sendiri. Jelas jika hal ini tidak mungkin disembunyikan darinya, kecuali memang ada alasan khusus untuk itu.

“Maaf…” lirih Arina di balik senyum sedihnya itu, atau bisa dibilang senyum palsunya.

Arina terlihat kaku dalam permainan hati ini, dan tentu saja sama seperti biasanya Senja akan bersikap polos seolah-olah itu bukan masalah besar baginya.

“Ada apa adik? Kenapa kau bersedih? Dan permintaan maaf apa ini?” tanya Senja sama seperti dirinya dulu yang bodoh.

Terlihat jelas jika Arina mencibir padanya, namun lagi-lagi Senja mencoba pura-pura untuk tidak tahu.

“Aku, aku sudah mendengar apa yang terjadi sebelumnya. Aku minta maaf untuk itu.”

Arina menundukkan kepalanya, tidak seperti biasa, ia jarang melakukan ini pada Senja atau siapapun. Ia terlalu sombong untuk menundukkan wajahnya bahkan itu diperparah setelah Pangeran Kelima meminangnya.

“Sangat aneh,” gumam Senja saat melihat wajah kesal Arina.

Meski ia tersenyum canggung, namun wajahnya jelas sekali tidak terima. Ia bahkan terlihat seperti orang yang sedang menahan marah daripada mereka yang meminta maaf dengan tulus.

Tangannya terkepal erat dengan senyum yang dipaksakan olehnya, jelas sekali jika ia datang karena suruhan orang lain, tapi siapa itu? Jelas Senja tahu jawabnya.

“Dira, kau sedang mengajak ku bermain rupanya.”

Senja tidak lagi bergumam, ia hanya tersenyum secara internal melihat kekonyolan yang ada di hadapannya ini. Mungkin ini adalah kesempatan yang bagus untuk mempermainkan Arina dengan puas.

“Tidak adik, jangan meminta maaf. Ini bukanlah kesalahan mu ataupun ibu, ini hanyalah kesalahan Ayah yang tidak bisa melupakan ibuku.”

Senja memancing emosi Arina, tapi ternyata Arina mampu menahannya. Ia terlihat tegang dengan bahu yang bergetar ringan, namun setelah itu sebuah senyuman cibiran muncul di wajahnya.

“Iya kakak, Ayah memang sangat menyayangi Permaisuri, bahkan tidak memberikan celah untuk posisinya.”

Senja tahu jika Arina sedang menahan emosinya agar tidak pecah, namun tidak cukup sampai disitu, ia terus saja membuat Arina tersulut dengan kata-katanya yang benar sekaligus menyakitkan untuk di dengar oleh Arina.

Pada akhirnya Arina mengalah dan memilih untuk diam. Senja hanya diam sambil mengamati barang bawaan Arina untuknya. Ternyata benar dugaan Senja jika selama ini Dira bermain dibelakangnya. Hal itu terlihat jelas dari buah dan bunga yang dibawa oleh Arina.

“Mari kita coba.”

Senyum licik mengembang di wajah Senja, ia menyuruh pelayannya untuk mengambil piring dan pisau untuk memotong buah.

Melihat hal itu, wajah Arina bersinar dengan terang. Ia seakan-akan Bahagia dengan apa yang baru saja kakak tirinya lakukan, dengan ini mungkin Arina berfikir jika Senja sama bodohnya seperti dulu.

“Makanlah yang banyak, lalu matilah dengan tenang.”

Arina tampak puas saat buah-buah itu sudah tertata rapi di atas piring. Bentuknya beragam dengan berbagai warna yang cantik, terlihat menggoda untuk segera dimakan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!