Karena bosan dengan kehidupan yang dijalani selama ini, Rania gadis cantik berusia 25 tahun yang telah menyelesaikan s2 di luar negeri ingin mencoba hal baru dengan menjadi seorang OB di sebuah perusahaan besar.
Tapi siapa sangka anak dari pemilik perusahaan tersebut justru menginginkan Rania untuk menjadi pengasuhnya.
Sedangkan Raka duda berusia 40 tahun ,CEO sekaligus ayah dari 3 orang anak yang belum move on dari sang mantan istri yang meninggal pasca melahirkan anak ke 3 nya.
Bagaimana perjalanan Rania dalam menghadapi tantangan yang dibuatnya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibu Cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari terakhir bekerja
Hari itu terasa penuh dengan campuran perasaan bagi Rania. Tepat satu bulan sejak pertama kali ia bekerja sebagai office girl di perusahaan besar tempat Raka bekerja, dan sekarang, hari itu menjadi hari terakhirnya di kantor tersebut. Semua berjalan begitu cepat, dan Rania merasa seolah-olah baru kemarin ia mulai bekerja di sana, dengan segala kesulitan dan tantangan yang harus dihadapinya. Namun, hidup memang penuh dengan perubahan, dan Rania sudah memutuskan untuk melangkah ke babak baru dalam hidupnya. Keputusan untuk menjadi pengasuh Zian bukanlah keputusan yang mudah, tetapi ini adalah kesempatan yang tidak bisa dilewatkan.
Sebelum perpisahan ini benar-benar terjadi, Rania ingin merayakan momen tersebut dengan teman-temannya sesama office girl dan boy. Ia merasa sudah cukup dekat dengan mereka setelah melewati berbagai hari yang penuh kerja keras dan canda tawa bersama. Wati, Salwa, Wahyu, Restu, Dayat, dan Agus—teman-temannya yang selalu ada di sana untuk berbagi cerita dan mendukung satu sama lain.
Dengan mengandalkan gaji pertamanya yang mungkin belum besar, Rania memutuskan untuk mentraktir mereka makan di kafe dekat kantor sebagai perpisahan kecil. Ia ingin mengenang momen-momen yang sudah dilaluinya bersama mereka.
Siang itu, saat jam makan siang tiba, Rania mengajak teman-temannya untuk berkumpul di kafe. Wati, Salwa, Wahyu, Restu, Dayat, dan Agus tampak terkejut dan penasaran ketika mendengar kabar bahwa hari itu adalah hari terakhir Rania bekerja.
"Wah, Rania, kamu benar-benar akan berhenti? Kenapa?" tanya Wati dengan wajah terkejut. "Tapi kamu baru sebulan di sini, kenapa tiba-tiba memutuskan untuk pergi?"
Rania tersenyum tipis, berusaha terlihat tenang meskipun hatinya sedikit cemas dengan pertanyaan yang muncul. "Iya, aku memutuskan untuk mencoba hal baru. Ini kesempatan yang bagus, dan aku rasa ini waktunya untuk melangkah ke arah yang berbeda."
"Hal baru? Apa itu? Kamu nggak bilang-bilang sih," kata Wahyu sambil tertawa. "Apa kamu mau jadi bos atau apa? Keren banget kalau iya."
Rania hanya tertawa ringan, tidak berniat untuk mengungkapkan detail lebih lanjut. Ia merasa bahwa ini adalah keputusan pribadinya yang tidak perlu diketahui orang lain. "Bukan sih, hanya kesempatan baru yang datang. Jadi, jangan khawatir, ya? Aku hanya ingin mencoba sesuatu yang berbeda," jawab Rania sambil menatap teman-temannya satu per satu. "Dan tentu saja, aku tetap akan ingat kalian semua."
"Ah, itu berarti kamu nggak akan jadi office girl lagi? Keren banget, Rania!" kata Salwa dengan senyuman cerah. "Tapi kenapa nggak bilang dari awal? Kita kan jadi nggak siap."
Rania hanya mengangguk, merasa sedikit lega karena teman-temannya tampaknya menerima keputusannya meskipun mereka merasa terkejut. "Iya, aku cuma ingin mengajak kalian makan siang untuk merayakan hari terakhirku. Terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya selama ini."
Agus, yang duduk di ujung meja, ikut bersuara. "Duh, jadi sedih juga ya. Kita nggak akan bisa kerja bareng lagi. Kamu orang yang baik, Rania, semoga sukses di jalan baru kamu."
Rania tersenyum, sedikit terharu mendengar ucapan Agus. "Terima kasih, Agus. Semoga kalian juga sukses di sini. Aku nggak akan lupa hari-hari kita bareng."
Restu yang biasanya diam, kali ini juga berbicara. "Jangan lupa kalau kami di sini. Kalau ada waktu, jangan ragu buat mampir ke kantor."
Rania mengangguk, berjanji untuk tidak melupakan teman-temannya yang telah menjadi bagian dari perjalanan hidupnya di kantor tersebut. "Aku pasti akan mampir kalau ada waktu."
Suasana makan siang itu berlangsung hangat, dengan canda tawa dan perbincangan ringan. Rania merasa sedikit lega, meskipun ada perasaan campur aduk dalam hatinya. Teman-temannya tampak senang dengan perpisahannya yang sederhana, tanpa ada kesedihan berlebih. Mereka hanya ingin Rania sukses dan bahagia dengan pilihannya.
Ketika makan siang berakhir, mereka berfoto bersama, mengenang momen yang telah mereka lewati bersama di kantor. Rania merasa sedikit berat meninggalkan mereka, tetapi di sisi lain, ia tahu bahwa hidupnya harus terus maju.
Setelah perpisahan itu, Rania kembali ke ruangannya, merapikan barang-barangnya. Ia melihat meja kerjanya yang selama ini telah menjadi tempat ia berjuang dan bekerja keras. Tiba-tiba saja, ia merasa ada perasaan sedih yang datang begitu saja. Tetapi, ia tahu, bahwa ini adalah langkah yang harus diambil.
Hari itu, Rania menyelesaikan tugasnya dengan penuh semangat. Meskipun keputusannya untuk berhenti bekerja sebagai office girl dan beralih menjadi pengasuh Zian belum diketahui sepenuhnya oleh teman-temannya, ia merasa bahwa ini adalah keputusan yang tepat untuk dirinya sendiri. Ia meninggalkan kantor dengan perasaan yang campur aduk—gembira karena akan memulai petualangan baru, tetapi juga sedikit berat karena harus berpisah dengan teman-teman yang telah menjadi bagian dari hari-harinya.
Ketika senja mulai merayap, Rania meninggalkan kantor untuk terakhir kalinya, dengan hati penuh harapan untuk babak baru yang akan ia jalani.