Follow IG @thalindalena
Add fb Thalinda Lena
"Tidak mau sekolah kalau Daddy tidak mau melamar Bu Guru!!!" Gadis kecil itu melipat kedua tangan di depan dada, seraya memalingkan wajahnya tidak lupa bibirnya cemberut lima senti meter.
Logan menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Pusing menghadapi putri kecilnya kalau sudah tantrum begini. Anaknya pikir melamar Bu Guru seperti membeli cabai di super market?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lena linol, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku ingin Mommy!
Sebelum pulang ke rumah, Logan membeli coklat dan es krim untuk putrinya. Hanya dua hal itu yang bisa meluluhkan hati sang anak, karena dia sangat yakin kalau Mia pasti bertambah marah padanya.
Sampai di rumah, Logan tergesa memasuki rumah menuju kamar sang anak. Ya, dia memang tidak menyewa jasa nanny, ia membesarkan putrinya sendiri di bantu para pelayandi rumahnya.
"Di mana Mia? Kenapa dia tidak ada di kamar?" tanya Logan kepada salah satu pelayannya yang kebetulan melintas di depan kamar putrinya.
"Nona Kecil sedang di taman belakang bersama Tuan Aston, Tuan," jawab pelayan tersebut lalu kembali melanjutkan langkah setelah memberikan jawaban.
Logan bergegas menuju taman belakang sambil membawa es krim strawberry dan coklat kesukaan putrinya.
*
*
Di taman belakang, Aston tersenyum seraya memandang Mia yang sedang bercerita tentang hari pertama sekolah dengan penuh semangat. Ia senang melihat keponakannya semangat dan bahagia seperti ini.
"Paman ini adalah hadiah dari ibu guru," ucap Mia seraya memeluk boneka kelinci putih kecil.
"Wah, Bu Guru baik sekali ya," sahut Aston seraya mengucap pucuk kepala Mia yang duduk di sebelahnya.
"Eum." Mia mengangguk sembari berdehem pelan. "Bu Guru memang baik dan sangat menyayangiku. Bahkan tadi dia mengantarkan aku pulang dan mengajakku makan di restoran langganannya." Mia kembali menjelaskan dengan penuh semangat. "Aku ingin bersama Bu Guru terus, bila perlu aku akan sekolah terus di sana agar bisa bertemu dengan Bu Guru."
Aston terkekeh mendengar kalimat terakhir keponakannya. "Mana bisa seperti itu, sekolah di TK hanya 2 tahun." Aston memberikan penjelasan lembut.
Mia mengerjabkan mata seraya menatap pamannya dengan raut tidak suka. "Kenapa tidak selamanya sekolah di sana? Kenapa harus 2 tahun?" protesnya.
"Sekolah TK hanya diperuntukkan untuk anak-anak, sedangkan kau akan beranjak besar dan dewasa seperti Paman dan Daddy-mu." Aston menjelaskan lagi dengan nada lembut.
"Ah tidak seru! Pokoknya aku ingin selamanya bersama Bu Guru!" ucap Mia dengan penuh kesungguhan.
"Mia!" Obrolan mereka terhenti ketika mendengar Logan memanggil putrinya.
Mia dan Aston kompak menoleh ke sumber suara.
Bibir Mia seketika mengerucut tajam ketika melihat ayahnya. Sungguh dia sangat kesal sekali pada ayahnya itu.
"Sejak kapan kau di sini?" tanya Logan pada kembarannya.
"Apa perlu izin darimu untuk menemui keponakanku?" balas Aston, sedikit kesal, ia beranjak berdiri seraya menyimpan kedua tangan di kantong celana, lalu memberikan tatapan sinis pada Logan.
Ya, semenjak meninggalnya Milena hubungan Aston dan Logan renggang. Aston sampai saat ini masih menyalahkan Logan atas meninggalnya Milena.
"Andai saja kau bersikap baik padanya, mengantarkannya ke dokter kandungan untuk kontrol kehamilan, pasti dia tidak akan mengalami kecelakaan! Aku sangat membencimu Logan! Kau penyebab meninggalnya Milena! Kau biadab dan tidak punya hati" bentak Aston kala itu setelah pemakaman Milena selesai.
"Aku hanya bertanya, kau tidak perlu sesensitif ini," ucap Logan, lalu mengabaikan Aston, pandangannya beralih pada putrinya yang duduk di kursi taman sambil memeluk boneka kelinci putih.
Aston berdecak kesal, lalu beranjak dari sana meninggalkan taman itu.
*
*
Logan duduk di samping putrinya yang terlihat kesal padanya.
Mia duduk menyamping membelakangi Logan. Gadis kecil itu benar-benar marah padanya.
"Daddy minta maaf," ucap Logan tulus, seraya memberikan es krim dan coklat pada putrinya.
Mia melirik dua benda itu sambil menelan ludah, tapi rasa gengsi mengalahkan segalanya, akhirnya ia mendorong es krim dan coklat itu.
"Aku tidak mau!" tolak Mia.
"Yakin? Ini sangat lezat, Mia. Bukankah kau sangat menyukai es krim dan coklat ini?" Logan masih berusaha membujuk putrinya agar tidak marah lagi.
"Daddy makan saja, lagi pula aku sudah kenyang," jawab Mia padat, dan jelas. Bahkan ia masih pada posisinya, duduk menyamping membelakangi sang ayah.
Logan menarik nafas panjang, frustrasi rasanya, jika boleh memilih dari pada menghadapi amarah Mia lebih baik lari keliling lapangan seratus kali putaran.
"Apapun akan Daddy lakukan untukmu agar kau tidak marah lagi, katakan apa maumu, Sayang?" bujuk Logan berharap putrinya memaafkannya.
Kedua mata Mia seketika berbinar saat mendengar ucapan ayahnya. Gadis kecil itu pun tersenyum penuh arti lalu menoleh pada sang ayah sambil berkata, "Benar? Daddy tidak bohong? Daddy akan mengabulkan semua keinginanku?" ucap Mia, tersenyum.
Melihat senyuman dan ucapan putrinya pun hati Logan lega, bertanda kalau putrinya sudah mulai luluh.
"Hu-um, Daddy janji, asalkan kau tidak minta bintang di langit dan mutiara dari palung mariana," jawab Logan, absurd.
Mia menganggukkan kepala berulang kali, "aku tidak butuh bintang atau mutiara, yang aku butuhkan adalah ... Mommy. Aku ingin Mommy!!!"
"Hah?!"
***
Hayoloh, Logan! Wk wk wk.