Kania gadis remaja yang tergila-gila pada sosok Karel, sosok laki-laki dingin tak tersentuh yang ternyata membawa ke neraka dunia. Tetapi siapa sangka laki-laki itu berbalik sepenuhnya. Yang dulu tidak menginginkannya justru sekarang malah mengejar dan mengemis cintanya. Mungkinkah yang dilakukan Karel karena sadar jika laki-laki itu mencintainya? Ataukah itu hanya sekedar bentuk penyesalan dari apa yang terjadi malam itu?
"Harusnya gue sadar kalau mencintai Lo itu hanya akan menambah luka."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaena19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh enam
Untuk malam ini, penempatan makan malam keluarga diadakan di rumah Laras, tepatnya di kediaman milik Jaya dan juga Fani. Entah apa tujuannya, tapi Laras pun tidak tahu apa-apa. Padahal dirinya dan Fabian baru saja berniat untuk tidak hadir pada makan malam berkala yang selalu dilakukan setiap bulannya itu. Jaya seakan tahu saja Laras merencanakan untuk tidak hadir sampai mengubah tempat.
Dan lagi yang membuat beda hal itu adalah Jaya memaksa Kania untuk turut bergabung. Meski sudah berkali-kali menolak, atas bantuan dan dorongan Fani juga Dewa, akhirnya Kania mengalah. Bahkan lebih baiknya lagi, Dewa mengatakan Kania tidak masalah jika harus izin kerja malam ini setelah bekerja kemarin malam.
"Gue sih jujur males banget buat turun!" Laras bersuara ketus dengan tangannya yang masih sibuk memoleskan bedak pada wajahnya.
"Harusnya gue yang dendam loh! Kok jadi lo yang kelihatan dendam banget?"Kania terkekeh pelan. Ia masih sibuk mengeringkan rambutnya sebelum mengenakan dress selutut hasil pinjaman Laras seperti biasa.
"Ya bagus dong! Seharusnya Lo bangga punya sahabat yang lebih pentingnya hidup lo-"
"Kan gue juga gitu," sela Kania."lo lupa ya gue pertama kali keseleo gara-gara siapa?" Banyaknya yang jelas bermaksud menyindir itu.
Laras berdesis pelan."Kenapa kita nggak bisa mendingin diri kita masing-masing aja sih?! Kenapa malah harus mentingin satu sama lain?" Pikirannya.
"Iya juga si." Kania seketika sadar." Tapi mungkin karena kita udah biasa mementingkan orang lain mungkin ya? Jadi kalau mentingin diri sendiri tuh,, kesannya aneh aja," susulnya.
Laras mengangguk menyetujui." Lo mau make up sendiri atau mau gue bantu make up-in?"
"Sendiri aja, kalau dibantah sama lo bisa-bisa gue berubah jadi badut ulang tahun!" Cibir Kania terang-terangan.
"Gak ak-"
"Udahlah! Gue udah tahu kebiasaan lo yang sering jadiin gue kelinci percobaan make up lo!" Desis Kania yakin. Ia kemudian mengambil catokan rambut dan mulai mengubah model rambutnya. Kata Laras, ini hanya makan malam keluarga biasa. Tapi entah mengapa ia sampai dipaksa untuk mengubah penampilannya dan berdandan layaknya akan pergi ke klub malam.
"Kalau makan malam keluarga biasanya ngomongin apa aja, Ras?"
"Udah tenang aja! Kalau nanti lo ditanya, gue yang akan jawab. Pokoknya kita bohong sama-sama."
"Tapi Bang Dewa sama Farel pasti ikut alur aja kan?" Kania was-was.
Laras mengangguk." Bang Dewa pasti selalu mendukung keadaan. Kalau Karel, biasanya dia lebih banyak diem si."
Untuk kali ini, bukannya yakin saja dengan setiap ucapan Laras. Lagi pulang mana mungkin Laras berbohong padanya kan? Jika sampai nanti yang diucapkan Laras tidak terjadi, berarti Laras Sarah perkiraan, bukan berbohong.
---
Langkah Fabian mulai pasti setelah turun dari mobil Raden. Ia sudah membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di meja makan nanti bersama kakaknya itu. Mulai dari pertanyaan tentang Kania atau bahkan jika karir mengajak ribut dan meja makan seperti biasa.
Untungnya, Fabian memiliki kakak yang cukup bisa diandalkan. Karena kalau tidak, kemungkinan dirinya akan dibuat pusing dengan Raden setelah ia dibuat pusing oleh Karel.
"Sania ikut?"
Suara tenang Raden yang seketika menghentikan langkahnya itu membuatnya ikut memperhatikan arah pandang Raden. Ia bikin Raden hanya bertanya. Tapi melihat Sania yang hadir dan baru saja turun dari mobil Karel, ia sadar jika itu bukanlah sebuah pertanyaan.
"Si gila emang!" Desisnya jengkel.
"Hai Fabian! Hai bang Raden!"
Sapaan lembut Sania yang disusul dengan kemunculan karir dari sisi pengemudi membuat tetapan ramah Fabian sama sekali tidak terlihat di wajahnya. Kalau begini, Raden memilih bersifat netral.
"Hai!" Balas Raden ramah." Gue nggak tahu kalau lu ikut," lanjutnya dengan senyuman tipis.
"Ah iya, kemarin tante Miska tiba-tiba minta aku untuk datang," balas Sania ramah. Ia kemudian beralih pada Fabian yang sama sekali tidak menghiraukan sapaannya itu sebelum merasakan tangan hangat Karel yang tersampir di bahunya.
"Ayo, naik," ajak Karel dengan senyuman tipis. Ia kemudian beralih pada Fabian yang menatapnya tajam sebelum beralih pada Raden." Naik, bang." Lanjutnya sebelum membawa Sania pergi dari hadapan Fabian.
Raden menepuk pelan bahu Fabian," santai!"
"Gimana gue bisa santai! Itu orang satu gak punya otak apa gimana sih?!" Gerutunya semakin jengkel.
" Lo kasih tahu Kania aja," usulnya yang kemudian mendorong paksa tubuh Fabian untuk masuk kedalam bangunan minimalis dihadapannya itu.
Jika ditanya hubungan siapa yang yang Raden dukung, Raden akan membalas, Karel dan Kania. Tapi berhubung ia tidak bisa memaksakan kehendak yang bukan miliknya, maka ia akan menerima sejak siapapun yang menjadi pilihan Karel.
"Raihan nanyain keberadaan Kania dimana gak, bang?" Fabian mengganti topik.
Tanpa berpikir, Raden menggeleng pasti." Dia nggak pernah kelihatan kepikiran barang sekali aja. Makanya gue juga bingung," balasnya.
"Dia nggak cerita apa-apa gitu sama Lo?" tanya Fabian masih berharap, Tapi sayangnya lagi-lagi Raden menggelengkan kepalanya.
"Gue juga nggak akan merahasiakan keberadaan Kania kalau Raihan nanya. Dia kakaknya, masa iya gue merahasiakan keberadaan adiknya."
"Tapi kenyataannya, dia nggak nanya sama sekali?"
Raden kembali mengangguk."banyak hal yang gak kita tahu tentang keluarga mereka," ia membalas."dan kita juga nggak bisa maksa mereka untuk kasih tahu, keadaan keluarga mereka kan?"
----
"Sania ada di bawah."
"Hah?"
Untung saja Kania tidak memegang catokan rambut yang panas. Kalau saja masih, bisa-bisa tangannya terbakar karena terkejut akan pemberitahuan Laras berusaha.
"Kata siapa?"
"Fabian." Laras membalas tanpa mengalihkan kedua matanya dari ponselnya itu." Karel itu gak punya otak ya!" gerutu Laras jengkel.
Ketukan pintu terdengar dari luar.
"Laras! Turun yuk!"
Suara Dewa yang menembus dinding kamar Laras itu kembali membuat desisan halus kaluar dari bibir Laras. Ia benar-benar berniat untuk menenggelamkan Karel ke dasar laut saja.
"Sabar, bang!" teriak Laras lantang.
"Buruan, udah pada datang!"
"Sabar!" Laras semakin naik pitam.
"Galak banget si!" Cibir Kania yang akhirnya menyelesaikan riasannya itu. Ia beralih pada Laras dan terkekeh kecil melihat wajah masam Laras." Guenya aja santai loh, Ras?"
"Gue yang gak bisa santai!" Laras berdecak.
"Udah ayok!" Kania menarik pasti lengan Laras.
"Lo yakin gak kenapa-kenapa?" Laras bingung sendiri. Ini dia yang seharusnya tidak punya masalah saja emosinya setengah mati. Tapi kenapa Kania malah terlihat santai saja?
"Mainnya harus cantik dong! Kalau marah-marah doang kerjaannya, gimana cara nikungnya?"
"Lo beneran mau nikung dia, Kan?" Laras tidak percaya.
"Terus Lo nyuruh gue buat ikhlas gitu?" sahut Kania terdengar meminta jawaban.
Seketika Laras bangkit dari posisinya, menarik paksa lengan Kania untuk keluar kamarnya dan melebarkan senyumnya." Jangan diikhlasin!" Timpalnya yang seketika menjadi semangat.
"Nah! Ini dia dua putri lama banget ya!" Jaya- pria yang hadir dengan sepiring daging di tangannya itu bersuara.
"Duh, siapa ini?" Miska seketika tersenyum lebar ketika matanya menemukan Kania berada tepat di samping Laras.
"Anak tiri keluarga, Tan." Sahut Dewa dengan enteng. Bahkan dirinya tertawa kecil karena ucapannya sendiri.
"Ya ampun,," Kania tidak enak hati. Ia menyunggingkan senyum tipisnya sebelum menyalami ramah tangan Miska." Kania, Tante. Temannya Laras."
"Adik tiri aku, Tan!" Laras menyahut tanpa beban.
"Ih, beneran?" Miska mulai masuk dalam permainan.
"Beneran loh, Miska. Udah mau seminggu dia nginep di sini," kekeh Jaya setelah menaruh piring kedua titipan Fani di dapur.
"Cantik loh-"
"Cantikan aku!" Laras menyerobot." Om Praja! Kenalin temen aku nih!"
Bagi Kania, ini adalah pertemuan paling canggung yang pernah dia alami. Tapi melihat bagaimana santainya Laras memperkenalkan dirinya di hadapan keo, gadis itu mulai terbiasa.
"Siapa nih?" Tanya Praja dengan segelas es kopi di tangannya.
"Kania, om." sapa Kania ramah.
"Cantik ya?" Miska meminta persetujuan.
"Cantik," balas Praja semangat." Kayak siapa ya wajahnya,,," praja seketika menimang.
"Kayak calon mantu, mungkin om," balas Kania asal.
"Sembarangan aja Lo!" Laras seketika bersuara." Emang suka bercanda, om!"
Dan sesuai dugaan Kania, dua orang tua di hadapannya itu tertawa lebar akan lelucon yang sebenarnya ia harapkan terjadi.
"Sekolah di Bina Jaya juga?" tanya Praja dengan ramah.
Kania menganguk." Sekelas sama Laras-"
"Oh, berarti sekelas sama Sania juga dong ya?" Miska seketika menambahkan.
Dengan kikuk Kania mengangguk. Kalau boleh tidak mengakui Sania, Kania ingin. Tetapi, mana mungkin juga ia melakukan hal itu.
" Ya sudah, jangan canggung ya. Kania! Santai aja!" Praja berpesan sebelum menarik Miska untuk meninggalkan Kania dan juga Laras.
"Karel." Bisik Laras tepat di telinga Kania ketika matanya menemukan si pemeran utama kekesalannya malam ini. Melihat Sania yang sedikit terkejut dengan kehadiran Kania, membuat Karya menampilkan senyum sinisnya.
Let's play the game!