"perceraian ini hanya sementara Eve?" itulah yang Mason Zanella katakan padanya untuk menjaga nama baiknya demi mencalonkan diri sebagai gubernur untuk negara bagian Penssylvania.
Everly yang memiliki ayah seorang pembunuh dan Ibu seorang pecandu obat terlarang tidak punya pilihan lain selain menyetujui ide itu.
Untuk kedua kalinya ia kembali berkorban dalam pernikahannya. Namun ditengah perpisahan sementara itu, hadir seorang pemuda yang lebih muda 7 tahun darinya bernama Christopher J.V yang mengejar dan terang-terangan menyukainya sejak cinta satu malam terjadi di antara mereka. Bahkan meski pemuda itu mengetahui Everly adalah istri orang dia tetap mengejarnya, menggodanya hingga keduanya jatuh di dalam hubungan yang lebih intim, saling mengobati kesakitannya tanpa tahu bahwa rahasia masing-masing dari mereka semakin terkuak ke permukaan. Everly mencintai Chris namun Mason adalah rumah pertama baginya. Apakah Everly akan kembali pada Mason? atau lebih memilih Christopher
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dark Vanilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HTIYD
Everly tertegun. Kenapa bisa dirinya melupakan surat yang ia tanda tangani hari itu. Hari dimana ia keluar dari rumah Mason.
“Surat perjanjian?” Everly menatap Mason yang duduk di hadapannya.
Mason melirik koper yang telah siap di dekat pintu kamar. Melihatnya sudah tertata seperti itu, mendadak perasaan menyesal akan kehilangan sesuatu yang berharga merayap perlahan di hatinya.
Meraih tangan Everly, Mason menatap lekat-lekat wanita yang telah bertahun-tahun menemaninya. “Itu sebagai bukti bahwa aku berkomitmen dengan kata-kataku. Aku akan menikahimu kembali jika apa yang kuinginkan telah tercapai, Everly.”
“Sebagai imbalannya aku akan membuka kasus ayahmu kembali. Jika aku mencapai tujuanku, aku pikir itu akan lebih mudah. Aku akan gunakan semua sumber daya yang kupunya untuk membuka kembali sidang kasus pembunuhan itu, dan membuktikan bahwa ayahmu tidak bersalah.”
Everly hanya diam, menatap selembar kertas di hadapannya.
“Apa kau masih ragu padaku, sayang?” tanya pria itu, ketika belum mendapatkan reaksi dari Everly. “Aku mencintaimu, Eve. Dan saat ini aku hanya terhimpit oleh keadaan dan tak punya pilihan lain.”
“Pikirkan juga soal ayahmu. Akan lebih mudah jika aku sudah menjabat. Aku akan mencari celah untuk menyelesaikan masalah ayahmu. Sudah saatnya kita mencari fakta yang sebenarnya..”
Jika menyangkut sang ayah, Everly selalu lemah. Ayah yang telah beberapa tahun tak pernah Everly lihat batang hidungnya karena pria tua itu menolak kunjungannya di penjara. Dan sekarang mendengar apa yang ditawarkan Mason, menjadi angin segar untuknya agar bisa membebaskan sang ayah.
“Baiklah.” Ujar wanita itu tanpa berpikir lebih banyak lagi. Meraih pena yang disodorkan Mason, kemudian segera menandatanganinya.
...***...
“Kau tidak perlu mengingatkan perihal itu lagi. Karena aku jelas mengingatnya," ujar Everly setelah kejadian lalu kembali terlintas dibenaknya.
“Aku hanya ingin menyegarkan ingatanmu. Aku tak suka ada lalat yang hinggap di milikku.” Mason berkata penuh penekanan.
Everly mengernyit tak paham atas perkataan Mason.
“Itu salinannya. Kau bisa menyimpannya, Mrs. Zanela.” tambahnya kemudian menunjuk kertas di tangan Everly dengan dagunya.
“Collins.”
Mason mengangkat satu alisnya bertanya. "hmm?"
“Ingat aku sudah bukan istrimu lagi, Mason," ralat sang wanita. Membuat pelipis pria itu berdenyut ketika ia menekan gerahamnya sebagai reaksi perkataan Everly.
Dia yang katanya masih miliknya tak lebih hanya sebuah perkataan dan sebatas perjanjian di atas kertas. Sekarang Everly bukan lagi istri sah. Hanya seorang perempuan yang dibuang karena kecacatan latar belakangnya dan ketiadaan gunanya bagi karir pria itu. Meski dia telah dijanjikan akan dinikahi kembali, tetapi kapan tepatnya itu? Adakah yang bisa menjamin masa depan?
Dada Everly serasa terbakar lagi jika ia memikirkan itu lama-lama.
Mason meludahkan tawa getir dari bibirnya. Ingin marah pada Everly pun yang dikatakan wanita itu adalah kenyataan.
“Memang kau bukan istriku lagi. Tapi kau masih kekasihku.”
“Kekasih yang tidak pernah kau hubungi sejak keluar dari rumah?” sindir Everly.
“Aku sibuk, Everly,”
Tidak dulu, tidak sekarang, kata sibuk selalu menjadi tameng pria itu ketika ia tak mampu melakukan bagiannya dalam menjaga hubungan. Seolah-olah dengan kata itu semua waktu yang hilang tanpanya bisa dimaafkan.
“Kita bisa kembali berpacaran seperti dulu. tidakkah kau ingin merasakan pengalaman-pengalaman itu lagi?”
Sungguh Everly ingin tertawa saat ini. Berpacaran? Memangnya mereka pernah benar-benar melalui fase itu?
Mungkin lebih tepatnya saat itu dia lah yang mengejar Mason. Jatuh hati pada tindak-tanduk pria ramah yang nampaknya sempurna dengan segala kebaikannya, hingga entah kerasukan setan dari mana, pria itu melamarnya pada suatu hari.
"Apa kau lupa? Kita tidak pernah benar-benar berpacaran, Mason. Kau tidak pernah benar-benar menyukaiku saat itu. Kau menikah denganku hanya sebagai pelarian. Bersamaku, kau hanya sekedar melanjutkan hidup," ucap Everly sendu dengan mata bergetar.
Wanita itu sebenarnya tau. Semua tingkah laku baik Mason selama menikah dengannya, hanya sekadar remeh temeh untuk membayar kesalahan-kesalahan yang diperbuat sang pria. Dia tentu tau, tetapi dia mencoba menutup mata karena tak punya pilihan.
Mason membeku. Ini pertama kalinya ia mendengar isi hati Everly. Wanita yang selalu patuh dan tak banyak protes dengan sikapnya.
Mason baru ingin merespon. Tetapi suara Lilly Anne memecah fokusnya.
"Ibu, ayah.... Apa kita hanya akan duduk-duduk disini tanpa melakukan apapun?"
Lilly Anne menggontai menuju Everly, bermanja ria di pangkuan sang ibu.
"Aku bosan, ayo kita jalan-jalan."
"Kau mau kemana, hmm?" tanya Everly mengelus kepala sang anak.
"Kemana saja, asal bukan nonton film kartu rumahan," Lilly Anne mencebikkan bibirnya pada tayangan spons kuning yang diputar berulang-ulang di tv.
"Oke, kalau begitu. Ibu siap-siap dulu," kata Everly beranjak dari duduknya.
"Kalau begitu biar ayah yang antar." sela Mason.
"Loh, katanya ayah mau pergi mengunjungi teman?"
"Itu bisa ayah lakukan nanti, sayang." senyumnya pada sang anak, dalam hati dia gelisah. Ia ingin melanjutkan pembahasan persoalan tadi dengan Everly. Ditambah ia merasa menyesal karena sudah bersikap sengit kepada wanita itu. Mungkin ini efek pertengkarannya dengan sang ibu tadi pagi.
...***...
Setelah selesai berdandan dan bersiap untuk pergi, Everly dikejutkan oleh ketukan di pintu apartemen. Ia melirik jam di dinding, masih jauh dari sore. Namun, firasatnya langsung menebak siapa yang datang. Christopher.
Everly akan membuka pintu. Tetapi Mason menahannya.
"Biar aku!" ujarnya membuat Everly gamang.
Ketika pintu terbuka benar saja, Christopher berdiri dengan postur tingginya di sana. Dan nampak sama terkejutnya dengan Everly.
"Ada yang bisa kubantu?" Tanya Mason.
Christopher akan membuka mulut. Tetapi matanya bertabrakan dengan Everly yang berdiri di balik tubuh pria blonde itu.
Mengirim gelengan samar pada Christopher. Everly memelas menatap padanya, Seolah mengatakan, jangan bertingkah sok kenal dengannya.
Sontak sebuah skenario melintas cepat di otak pemuda itu. "Oh, Hai... Aku Christopher by the way. Aku tinggal persis di samping apartemen kalian." menunjuk pintu apartemennya sendiri. "Kita tetangga," ujarnya sembari terkekeh.
Namun tak ada reaksi dari Mason yang masih menunggu maksud Christopher dengan muka datar. "Maaf jika aku mengganggu waktu kalian, tapi bisakah, aku eum.... pinjam ember."
Everly di balik tubuh besar Mason kaget, tawanya nyaris meledak. Semetara lain halnya dengan Mason yang mengerutkan keningnya.
"Ember?" Mason memastikan.
"Ya. Shower kamar mandi di apartemenku tiba-tiba rusak. Aku sudah memanggil teknisi, tapi entah kenapa sampai sekarang belum juga datang." dalih Christopher. "Pelayanan gedung ini memang lambat sekali," sambungnya di akhiri tawa basa-basi diujung kalimatnya.
"Tunggu sebentar." Ujar Everly, masuk ke dalam mengambil apa yang dipinta oleh Christopher meski setengah menahan tawa.
"Nama anda?" Christopher bertanya pada Mason yang masih berekspresi tak ramah.
"Mason Zanela .... dan ini istriku, Everly Zanela," ujar Mason, tiba-tiba saja merangkul mesra Everly yang baru kembali membawa ember di tangannya.
Christopher tersenyum lebar. "well, nice to meet you, Mr and Mrs Zanela."