NovelToon NovelToon
Ark Of Destiny

Ark Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Mengubah Takdir / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Antromorphis

"Maka Jika Para Kekasih Sejati Telah Melewatinya, Cinta Tegak Berdiri sebagai Sebuah Hukum Pasti Dalam Takdir."


Sebuah novel yang mengisahkan perjalanan epik seorang pemuda dalam mengarungi samudera kehidupan, menghadirkan Hamzah sebagai tokoh utama yang akan membawa pembaca menyelami kedalaman emosional. Dengan pendalaman karakter yang cermat, alur cerita yang memikat, serta narasi yang kuat, karya ini menjanjikan pengalaman baru yang penuh makna. Rangkaian plot yang disusun bak puzzle, saling terkait dalam satu narasi, menjadikan cerita ini tak hanya menarik, tetapi juga menggugah pemikiran. Melalui setiap liku yang dilalui Hamzah, pembaca diajak untuk memahami arti sejati dari perjuangan dan harapan dalam hidup.


"Ini bukan hanya novel cinta yang menggetarkan, Ini juga sebuah novel pembangun jiwa yang akan membawa pembaca memahami apa arti cinta dan takdir yang sesungguhnya!"

More about me:
Instagram: antromorphis
Tiktok:antromorphis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Antromorphis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Vaults & Garden

“Zah, mau ngapain kita?” tanya Robi, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. Suasana cerah di Kota Oxford tampak menggoda untuk dijelajahi.

“Sudah ikut saja,” timpal Hamzah dengan senyum lebar, seolah menyimpan rahasia menarik yang akan segera terungkap.

Di depan mereka, langkah tiga sahabat itu penuh canda tawa, mereka tak menyadari bahwa mereka sedang diikuti oleh Hamzah dan Robi. Dengan langkah ringan, mereka bertiga di susul Hamzah dan Robi berjalan menyusuri jalanan bersejarah Oxford, kota yang dikenal sebagai The Learning and Cultural City. Setiap sudutnya bercerita, seolah mengajak para pejalan untuk merasakan keagungan sejarah yang terukir dalam arsitektur kuno yang mengelilingi mereka. Bangunan-bangunan megah di University of Oxford, beberapa di antaranya berusia lebih dari 500 tahun, berdiri kokoh, memberikan nuansa nostalgia yang mendalam.

Setelah beberapa saat berjalan, ketiga orang tersebut berhenti di depan sebuah toko pakaian kecil dengan papan kayu bertuliskan "Oxfam". Toko itu memiliki jendela kaca lebar yang memamerkan koleksi pakaian unik dan menarik. Suara lonceng kecil berbunyi lembut saat mereka memasuki toko, menandakan kehadiran baru yang penuh semangat.

“Mereka masuk toko pakaian, Zah? Sebenarnya kita ngapain sih ngikutin mereka?” Robi mulai merasa bingung.

“Kita tunggu di luar, Rob. Kita duduk di sana,” sahut Hamzah sambil menunjuk bangku kayu yang terletak di sebelah toko. Mereka duduk dan Hamzah mulai menjelaskan rencananya. “Jadi begini, Rob. Tadi saat mereka berjalan di depan kita, seketika aku mendapatkan ide.”

“Ide apa emangnya?” Robi menatap Hamzah dengan penuh harap.

“Ya tadi kan kita bingung mencari tempat sewa dan belum juga dapat. Nah, aku ingin mengikuti mereka. Siapa tahu mereka berjalan ke arah tempat sewa mereka. Dari penampilannya, aku yakin mereka adalah mahasiswi Oxford seperti kita,” jelas Hamzah dengan semangat.

“Lalu Zah?” tanya Robi, masih belum sepenuhnya paham.

“Kalau mereka benar menuju rumah sewa, kita langsung menuju pemilik rumah dan bertanya apakah ada kamar kosong. Syukur-syukur mereka tinggal di flat House,” lanjut Hamzah dengan keyakinan yang menular kepada Robi.

“Waahh, bener juga tuh. Bagus juga ide kamu Zah,” sahut Robi memuji sambil tersenyum lebar.

Suasana di sekitar mereka mulai ramai. Angin sore berhembus lembut, membawa aroma segar dari kafe-kafe kecil yang tersebar di sepanjang jalan. Di kejauhan, suara riuh rendah obrolan para pengunjung dan deru sepeda motor menciptakan simfoni kehidupan kota yang dinamis.

Hamzah dan Robi saling bertukar pandang sambil merencanakan langkah selanjutnya. Mereka berdua tidak hanya mengikuti jejak ketiga orang asing yang ditemuinya; mereka sedang mengejar impian untuk menemukan tempat tinggal yang nyaman di kota yang penuh sejarah ini. Dengan harapan baru dan semangat petualangan yang membara, mereka bersiap untuk melangkah lebih jauh ke dalam kisah hidup yang tak terduga ini. Kota Oxford bukan hanya sekadar latar belakang; ia adalah karakter hidup dalam cerita ini—menawarkan pelajaran dan pengalaman bagi setiap jiwa yang melangkah di atas trotoarnya.

Beberapa saat kemudian, di tengah keramaian kota Oxford yang berdenyut, Hamzah dan Robi berdiri menunggu dengan sabar. Suara langkah kaki dan hiruk-pikuk orang-orang yang berlalu-lalang mengisi udara, sementara aroma kopi dan roti panggang dari kafe terdekat mengundang selera. Robi, dengan rasa ingin tahunya yang tinggi, memecah keheningan.

“Eh Zah, menurutmu berapa lama lagi mereka berbelanja?” tanya Robi, matanya mengawasi pintu toko yang masih tertutup rapat.

“Entahlah Rob, semoga saja sebentar lagi mereka selesai,” jawab Hamzah sambil mengerutkan dahi, merasakan ketegangan yang perlahan menyelimuti mereka.

Tak lama setelah itu, pintu toko terbuka. Tiga sosok keluar dengan senyum ceria menghiasi wajah mereka. “Zah, Zah, mereka sudah keluar Zah,” bisik Robi seraya menepuk-nepuk tangan Hamzah dengan semangat.

“Tunggu sebentar,” timpal Hamzah, menahan diri untuk tidak terburu-buru.

Mereka bertiga mulai berjalan menjauhi toko, Hamzah dan Robi bergerak mengikuti langkah mereka. Suasana di sekitar terasa hidup; suara tawa dan obrolan ringan mengalun lembut di antara deretan bangunan tua yang megah. Namun tiba-tiba, langkah mereka terhenti. Angin berhembus kencang, membawa serta aroma segar dari taman terdekat. Hamzah dan Robi terdiam, tak berkedip seolah waktu berhenti sejenak.

Salah satu dari ketiga orang itu mendekati mereka. “Halo?” ucapnya sambil mengulurkan tangan, senyumnya hangat dan menenangkan.

Hamzah menatapnya; ia adalah seorang wanita dengan paras cantik menawan. Kulitnya putih bersih seperti salju, rambut coklatnya berkilau di bawah sinar matahari sore. Matanya biru cerah, memancarkan kehangatan yang membuat jantung Hamzah berdegup lebih cepat. Dengan tangan gemetar, ia membalas uluran tangan itu. “Halo,” ucapnya lirih.

“Siapa nama kamu?” tanya wanita itu dengan nada lembut.

“Namaku Hamzah,” jawabnya, suara terdengar lebih tegas meskipun hatinya bergetar.

“Kalau kamu?” lanjut wanita itu sambil menatap Robi yang berdiri di samping Hamzah.

“Namaku Robi,” sahut Robi dengan sedikit gugup.

“Hai Hamzah, hai Robi. Perkenalkan, namaku Elizabeth,” katanya dengan senyum yang semakin lebar. Setelah itu, Elizabeth melepas jabatan tangannya dan memperkenalkan kedua temannya kepada Hamzah dan Robi.

“Mereka adalah sahabatku; namanya Daisy,” ucap Elizabeth.

“Halo, namaku Daisy,” ucap Daisy seraya melambaikan tangan dengan ceria.

“Kalau dia bernama Elena,” lanjut Elizabeth memperkenalkan sahabatnya yang lain.

“Halo, namaku Elena,” ucap Elena dengan senyum manis yang tak kalah menarik perhatian.

Hamzah dan Robi tertegun. Mereka sempat berpikir bahwa ketiga wanita itu akan bersikap curiga atau bahkan menuduh mereka sebagai penjahat. Namun sebaliknya, sikap ramah  menghampiri mereka tanpa ada sedikit pun rasa curiga.

“Lebih baik kita pergi ke Vaults & Garden; kita sambung obrolan kita di sana,” ajak Elizabeth penuh semangat.

“Wah, aku setuju!” sahut Daisy tanpa ragu.

“Aku juga!” Elena menambahkan antusiasme di antara mereka.

Elizabeth menatap Hamzah dan Robi dengan penuh harapan. “Bagaimana dengan kalian?”

Hamzah dan Robi hanya terdiam. Rasa canggung menyelimuti suasana saat semua mata tertuju pada mereka.

“Kenapa kalian diam saja? Kalau kalian hanya diam, aku anggap setuju,” lanjut Elizabeth sambil tersenyum lebar.

Akhirnya Hamzah angkat suara. “Itu toko apa?” tanyanya lugu dan canggung, namun penasaran.

“Vaults & Garden adalah kafe terkenal di sini; tempatnya sangat nyaman. Bagaimana? Kalian mau ikut?” ucap Elizabeth dengan nada menggoda.

“Mmm, bagaimana Rob?” bisik Hamzah kepada sahabatnya.

“Mmm, kita ikut saja Zah! Sekalian kita bertanya kepada mereka seputar tempat tinggal,” jawab Robi penuh semangat.

“Baiklah,” timpal Hamzah pendek namun tegas.

Dengan penuh harapan dan rasa ingin tahu yang membara, Hamzah kembali mengarahkan pandangannya kepada Elizabeth. “Baik, kita ikut,” ucapnya mantap.

Serentak mereka bertiga berteriak gembira, “Yeaayy!”

“Kalau begitu ayo! Kita segera ke sana!” lanjut Elizabeth sambil melangkah penuh semangat menuju arah kafe yang dijanjikan.

Di tengah perjalanan menuju Vaults & Garden itu, angin berhembus lembut seakan memberikan restu pada pertemuan tak terduga ini—sebuah awal dari petualangan baru yang penuh kemungkinan dan harapan di kota Oxford yang magis ini.

***

Hamzah dan Robi mengangguk, mengisyaratkan kesepakatan di antara mereka. Lima orang itu kemudian melangkah bersamaan menuju toko yang sudah mereka tuju. Sepanjang perjalanan, Hamzah dan Robi hanya terdiam, seolah terjebak dalam pikiran masing-masing. Elizabeth, yang berjalan di samping mereka, tidak bisa menahan senyumnya melihat tingkah laku kedua teman barunya yang tampak serius namun lucu.

Setelah kurang lebih dua ratus meter berjalan, mereka akhirnya sampai di tempat tujuan. Cafe Vaults & Garden menyambut mereka dengan suasana yang ramai; pelanggan memenuhi bagian dalam dan halaman kafe. Kafe ini terletak di sebuah bangunan bersejarah yang berasal dari tahun 1320, berdiri megah di Gereja Universitas St Mary the Virgin di High Street. Langit-langit berkubah dan taman yang asri menambah keindahan tempat ini, seolah mengundang setiap orang untuk berlama-lama menikmati suasana.

Mereka melangkah menuju area yang disediakan khusus untuk pelanggan berjumlah lebih dari dua orang. Setelah duduk, Elizabeth meraih buku menu yang terletak di atas meja dengan penuh semangat. “Kalian ingin memesan apa?” tanyanya, matanya berbinar penuh harapan.

“Mmm, aku pesan chocolate brownie, lalu minumnya fresh lemon,” sahut Daisy dengan suara ceria.

Elena menyahut cepat, “Aku sama dengan Daisy.”

Elizabeth kemudian beralih memandang Hamzah dan Robi. “Kalau kalian, mau pesan apa?”

Hamzah meraih buku menu tersebut dengan penuh perhatian. “Mmm, aku pesan kopi americano saja. Kalau kamu mau pesan apa, Rob?” ucap Hamzah sambil tersenyum.

“Aku pesan kopi latte dan mmm...,” Robi berpikir sejenak sebelum melanjutkan, “Nah ini, chicken fricassee.”

“Baiklah, semuanya sudah ya,” ucap Elizabeth sambil mencatat pesanan mereka.

“Loh, kamu kan belum memesan sesuatu,” sahut Hamzah dengan nada menggoda.

“Aku pesan kopi sama seperti mu,” jawab Elizabeth sambil tersenyum manis.

Hamzah mengangguk setuju. Kemudian Elizabeth mengangkat tangannya, dan seketika salah satu pelayan kafe datang menghampiri mereka dengan sigap. Setelah menerima pesanan mereka, pelayan segera pergi meninggalkan meja itu. Elizabeth membuka obrolan dengan antusias. “Baik, kita mulai darimana?” tanyanya dengan nada ceria.

“Mmm, kalian mahasiswa baru di Oxford?” lanjut Elizabeth sedikit canggung.

“Iya,” jawab Hamzah dan Robi bersamaan, suara mereka serentak seperti dua nada harmonis.

“Waahh, sama dong. Kita bertiga juga,” sahut Daisy ceria, wajahnya berseri-seri.

“Kalian program sarjana?” tanya Elena penasaran.

“Kita berdua di sini program magister; saya mengambil jurusan Islamic Studies and History,” ucap Hamzah sebelum terdiam sejenak.

Dia menoleh ke arah Robi yang tampak ragu untuk berbicara. “Kamu belum cerita sampai saat ini, Rob,” lanjut Hamzah mendorong sahabatnya untuk berbagi.

“Hehehe, maaf Zah, aku lupa,” jawab Robi sambil tertawa kecil. Lalu dia melanjutkan dengan semangat baru, “Baiklah akan aku beritahu sekarang juga. Aku mengambil jurusan Ma—” Namun kalimatnya terputus ketika ponsel Hamzah berdering nyaring.

Momen itu menciptakan ketegangan kecil di antara mereka; semua mata tertuju pada Hamzah yang terlihat sedikit canggung saat menjawab telepon tersebut. Suasana kafe yang ramai seolah membaur menjadi latar belakang bagi percakapan mereka yang baru saja dimulai—sebuah awal dari banyak cerita yang akan terjalin di antara lima orang ini di kota yang penuh sejarah dan keajaiban ini.

***

1
eterfall studio
keburu telatt
eterfall studio
menarik
Perla_Rose384
Aku tahu pasti thor punya banyak ide kreatif lagi!
Antromorphis: Hehehe, stay tune yha kk, masih banyak misteri di depan sana yang harus kakak pecahkan🙌🏼
total 1 replies
yongobongo11:11
Ga nyangka bisa terkena hook dari karya ini. Jempol atas buat author!
Antromorphis: Hehehe, terimakasih banyak kk, nantikan Bab selanjutnya yha, masih banyak misteri yang harus kakak pecahkan🙌🏼
total 1 replies
Heulwen
Ngerti banget, bro!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!