Sekar ayu terpaksa harus jadi pengantin menggantikan kakaknya Rara Sita yang tak bertanggung jawab.Memilih kabur karena takut hidup miskin karena menikahi lelaki bernama Bara Hadi yang hanya buruh pabrik garmen biasa.
Namun semua kenyataan merubah segalanya setelah pernikahan terjadi?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shania Nurhasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB DUA PULUH DUA
"Halo, Sekar," panggil Bara di sebrang sana.
"Mas Bara!!"
Mendengar teriakkan Sekar ditelpon, membuat Bara menjauhkan ponselnya dari telinga. Takut membuat telinganya jadi bermasalah berakhir di THT.
"Mas Bara, maaf," ucap Sekar meringis di sebrang sana walau tak terlihat.
"Gak papa, udah biasa," tutur Bara setelah menempelkan hp nya lagi ditelinga.
"Jadi, maksudnya. Aku kayak toa?"
"Bukan, gue yang ngomong," ucap bara sambil memainkan ujung sepatu menutupi senyuman.
Tak sadar saja dia, sejak tadi ada yang memperhatikannya lekas segera berjalan menghampiri Bara.
"Bara?!"
Bara yang mendengar suara itu, lekas menoleh kepada orang yang memanggilnya. Terlihat wanita yang pernah mengisi hari harinya dulu, namun berakhir dengan penghianatan.
Lalu segera Bara matikan telepon tersebut dan kembali memusatkan perhatiannya.
"Ngapain lo disini?" tanya Bara dengan menahan emosi.
"Aku, nganterin Adrian kesini" jawab Sarah yang terus memperhatikan mantan kekasihnya itu.
"Oh, kenapa dia mati?"
"Bar! Kamu kenapa ngomong gitu dia kan sahabat kamu?"
"Sahabat ya?" ucap Bara sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Iya, kan masih sahabat kamu."
"Sahabat yang nyulik pacar orang?" ucapan Bara, membuat Sarah berbinar seketika.
"Kamu masih sayang sama aku? masih berharap balikan lagi, aku sih ayo aja." Sarah sungguh bahagia bila Bara benar-benar masih mengharapkan dia, ia akan memutuskan Adrian mungkin? karena hanya dengan Bara semua kemauan dia terwujud, tampa diminta. Beda dengan Adrian yang selalu perhitungan terhadap apapun itu.
Astaga Bara ingin tertawa terbahak-bahak mendengar betapa pedenya Sarah, "Sarah jangan geer, gue cuman jadiin lo masa lalu bukan buat masa depan." Setelah mengucapkan itu Bara langsung pergi meninggalkan Sarah yang tengah menggerutu kesal.
Ah, salah dia juga yang malah meninggalkan ruangan opa dan malah berdiri di lorong dekat kantin. Membuat ia lupa sedang menelpon istrinya, buru-buru dia mengambil hp miliknya yang berada disaku celananya untuk menghubungi kembali.
"Kenapa gak diangkat sih, pasti marah ini. Baru juga mau kangen-kangenan. Ah elah," gumam Bara yang dongkol lalu melanjutkan langkahnya kembali ke ruangan opa.
Saat sampai disana, terlihat opa yang sedang makan malam. Walau dengan muka ogah-ogahan karena makanan rumah sakit yang tak ada rasanya itu. Opa yang selama ini memliki lidah Indonesia, jelas merasa terbebani ingin makan yang berminyak dan juga makanan bercita rasa gurih yang sayangnya akan membuat kolesterol nya naik lagi.
"Makan aja kayak bocah baru netes," ucap Bara sambil terkekeh geli melihat tingkah opa.
"Mana bawaan nya? opa minta," tanya opa dengan raut senang sambil melihat kesana kemari.
"Bawa apaan sih, opa?"
"Kamu kan tadi mau ke kantin, kok jinjingannya gak ada?"
"Siapa yang ke kantin sih, gak ada, opa."
"Kamu masih muda udah pikun aja, opa dong masih segar bugar umur setengah abad," ucap opa yang memperlihatkan ototnya yang mulai mengendur dimakan usia.
"Seger bugar tuh, yang diem nya di rumah sakit ya. Bara baru tau," ucap Bara sindir opanya.
"Udah deh jangan isengin opa, nanti kualat tau rasa jauh ama jodoh."
"Udah, kali," celetuk Bara.
"Udah apa bar?"
"Udah, cepetan makan, kayak cewek lagi dandan lama."
Opa lalu mengambil sendok lagi yang tadi disimpan, untuk meneruskan makannya tak lupa dengan gerutuan di bibirnya,"kamu opa suruh beli lontong sayur gak mau, suruh beli makan dikantin enggak bawa juga."
"Ya opa kira-kira dong. Itu kan makanan yang dilarang dokter, nanti kalau ada sesuatu sama opa lagi gimana? aku cuman mau opa sehat seperti sediakala biar aku tenang gak khawatir lagi," ucap Bara dengan hati sesak, mengingat dia yang harus hidup sendiri tampa dampingan orang tua, untung masih ada opa merangkul dirinya dikala sendiri.
"Banyak bawangnya ini makanan," ucap opa sambil menunduk mengaduk-aduk makanannya menahan tangis.
Lalu bara juga melongok untuk melihat makanan yang sedang opa mainkan tampa memakannya, "gak ada opa jangan aneh-aneh deh, bawang apaan sih ngaco."
Opa yang tadi menunduk langsung mendongak, memandang wajah cucu kesayangannya itu dengan mata memerah hendak menangis. Segera Bara peluk opa nya itu dengan erat, sambil menangis sesenggukan hingga membasahi pakaian rumah sakit opa. Lalu tangan opa menepuk-nepuk punggung cucunya.
"Aku tau, opa memang sayang aku makannya pengen nangiskan. Gak papa, nangis aja. Aku juga sama kok kita kan sehati satu darah lagi," ucap Bara dengan suara sengau karena menangis.
"Bukan Bara, kamu bikin baju opa banjir ingus sama air mata buaya kamu," cerocos opa sambil melepaskan pelukan mereka.
"Ya elah, masih suasana haru juga malah dirusak dasar aki-aki ( kakek-kakek)," ledek bara sambil mengelap air matanya dengan tangan.
"Sana kamu! pergi makanan kantin opa mau makanan enak gak mau yang kayak gini."
"Sorry opa, aku gak mau ketemu lagi ulat keuket bikin gatel," ucap Bara sambil berbalik melangkah untuk duduk di sofa.
"Halah! alasan kamu."
----+----+----
"Baru juga seneng, udah ngenes aja. Siapa ya tadi yang panggil mas Bara jadi penasaran? suaranya kayak cewe lagi, gak mungkin kan bencong masa dirumah sakit ada makhluk lekong? di lampu merah baru ada kan memang tempatnya," cerocos Sekar sambil memainkan hp nya yang berubah gelap karena telpon dimatikan.
Tak lama kemudian handphone ditangannya kembali berdering, tanda panggilan masuk dari Bara. Namun ia hanya memandangnya tampa mau mengangkatnya. Sampai kemudian, panggilan berhenti menyebabkan suasana kembali hening.
"Maaf boy, kamu terlalu cuek untuk aku yang gampang mewek. Kenapa gak nelpon lagi sih Bar, udah segitu doang effort buat aku sungguh terlalu parah-parah," ucap Sekar sambil geleng-geleng melihat handphone yang gelap.
Pintu dibuka keras dari luar, terlihat ibu berkacak pinggang melihat sekeliling kamar Sekar, yang seperti piring pecah berserakan penuh tisu bekas.
"Bagus! bukannya cepat masak malah bikin masalah. Ini apaan, kamu udah nikah bukan masih bocah cepet ke dapur bapak mau makan," teriak ibu kepada Sekar.
"Bapak udah bangun, Bu." Sekar sambil membersihkan tisu tisu yang dibuang olehnya.
"Udah, tinggal makan! cuman ya itu malah kamu bertelur di kamar yang mau bikin masakannya"
"Kenapa malah aku? Ibu memang gak masak?"
"Bapak maunya masakan kamu, Sekar."
"Ya udah kalau gitu, Sekar masak sekarang aja buat bapa" ucap Sekar penuh semangat langsung melangkah ke dapur, melewati ibu yang berada di pintu untuk membuat makanan bapaknya.
Saat melangkah untuk ke dapur, Sekar melihat bapaknya yang sedang menonton tv segera ia hampiri.
"Bapak udah makan belum?"
"Belum, nak."
"Mau, Sekar buatin?"
"Nanti repot?"
"Gak papa, kan demi bapak. Yang penting bapak mau makan."
"Terima kasih, Sekar."
"sama-sama, bapak."
paksa hancurkan pernikahan anaknya..