Rumah tangga yang telah aku bangun selama dua tahun dengan penuh perjuangan, mulai dari restu dan segala aspek lainnya dan pada akhirnya runtuh dalam sekejap mata. Aku yang salah atau mungkin dia yang terlalu labil dalam menyelesaikan prahara ini? berjuang kembali? bagaimana mungkin hubungan yang telah putus terbina ulang dalam penuh kasih. Berpaling? aku tidak mampu, segalanya telah habis di dia. Lalu aku harus bagaimana? menerima yang datang dengan penuh ketulusan atau kembali dalam rasa yang setengah mati ini? aku hancur dalam cintanya, segala hal tentang dia membuat aku hancur berantakan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lissaju Liantie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab_026 Kami Khawatir
"Maaf mbak, apa ini tidak akan membuat tuan muda Sean Marah?" Tanya pak Filman yang terus mengikuti arah yang sejak tadi Hanin arahkan.
"Abang nggak bakal tau jika bapak nggak ngomong, ini rahasia diantara kita berdua, jadi selama bapak diam maka aku dan bapak bakal baik-baik saja." Jelas Hanin santai.
"Tapi yang terakhir kali kemaren kita ketahuan sama tuan muda, mbak!" Jelas pak Filman mengingatkan kejadian dimana ia dan Hanin kepergok pergi ke rumah orang tua Anand bukannya pulang ke rumah sendiri untuk istirahat.
"Ya karena itu ada Arman si mulut ember!" Gumam Hanin yang begitu kesal dengan aduan Arman kepada Sean, hingga membuat ia dan Filman harus mendengar Sean marah-marah.
"Dan ini juga tidak menutup kemungkinan kalau disana bakal nggak ada mas Arman." Jelas Filman mengingatkan, dia tidak bisa membayangkan bagaimana menakutkannya sosok Sean saat sedang marah.
"Udah bapak tenang aja, bapak tinggal antarin aku ke rumah abang Anand setelah itu semua hal yang akan terjadi nantinya adalah tanggung jawab aku sendiri, aku mohon pak..." Jelas Hanin yang langsung memasang wajah sedih untuk menarik simpati dari supir pribadi sang kekasih.
Filman luluh dalam rayuan maut Hanin, kini mobil yang dikendarai oleh Filman berhenti tepat di depan rumah milik Anand.
"Terima kasih banyak pak..." Ucap Hanin girang dan segera keluar dari mobil.
Dengan buru-buru Hanin menekan bel yang terpasang pada gerbang rumah lalu sosok Arman muncul dari dalam sana.
"Mampusss!" Gumam Hanin membatin saat ia melihat bahwa orang yang membukakan gerbang untuknya adalah Arman, Hanin semakin panik saat ia kembali melihat sosok lain yang muncul dari belakang Arman.
"Haiiiii...." Sapa Heri dengan mengedipkan mata kanannya lalu menebar pesona dengan senyuman mautnya.
"Ke....ke...ke...napa kalian disini?" Tanya Hanin terbata-bata, matanya bahkan membulat sempurna karena tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya.
"Piknik!" Jawab Arman santai dengan kedua tangan yang ia silangkan di pinggangnya.
"Huuuuffff, tenang Hanin, tenang...mereka emang makhluk paling ngeselin di dunia ini!" Gumam Hanin dengan suara pelan dan tatapan tajam.
"Apa vampir tau kalau kamu kesini? Atau...jangan jangan...!" Tebak Heri dengan tatapan liarnya.
"Awas aja kalau kalian sampai ngomong, bakal aku tarik lidah kalian dari tempatnya..." Gumam Hanin.
"Iiiih takut...!" Cetus Arman dengan wajah yang begitu mebuat Hanin kesal.
"Kalian...." Gumam Hanin yang tidak lagi bisa menahan diri, ia langsung menyerang Arman dan Heri secara bergantian.
"Apa kalian masih anak kecil?" Tanya Deria yang baru saja keluar dari dalam rumah dan mendapati ketiga mantan adik iparnya sedang kejar-kejaran seperti anak TK.
"Kak Ria, jadi dari semalam kak Ria disini? Waaaaah aroma bakal CLBK nih...!" Seru Hanin dengan senyum sumringah lalu segera beralih mendekat pada Deria.
"Hanin jangan menyebarkan rumor yang aneh-aneh deh, Anand terluka dan aku disini sebagai seorang dokter, hanya itu! Berhubung kalian bertiga sudah disini maka aku akan pamit pulang, soalnya harus ke rumah sakit sekarang juga. Kalian bertiga jagalah abang kalian dengan baik, dan untuk kalian berdua, jangan lupa pesan ku tadi." Tegas Deria dengan menatap kearah Heri dan Arman secara bergantian.
"Apa yang tidak boleh aku tau? Ada rahasia apa diantara kalian bertiga?" Tanya Hanin penasaran.
"Mau tau aja urusan orang dewasa..." Cetus Heri dan lekas masuk.
"Ciiih, heh kita itu seumuran, jangan berlagak dewasa lagi pula aku bakal jadi kakak ipar mu, jadi aku yang bakal lebih tua dari kamu!" Tegas Hanin kesal dan terus mengikuti langkah Heri masuk meski dengan mulut yang terus menggerutu tak terima dengan ucapan Heri untuknya.
"Kakak yakin bisa pulang sendiri? Biar aku antar, kakak pasti lelah banget karena harus menjaga abang semalaman." Jelas Arman.
"Aku baik-baik aja kok, aku juga sempat tidur sebentar semalam. Ar, jaga Anand dengan baik, aku rasa ada yang sedang dia sembunyikan dari kita termasuk penyebab dia terluka semalam." Jelas Deria.
"Hmmm, terima kasih banyak atas bantuannya kak. Meski dia tidak tau cara terima kasih, tapi kak Ria masih mau membantunya, sekali lagi terima kasih banyak." Ucap Arman yang terdengar begitu bijak dan sopan, terlihat lebih dewasa dari Anand.
"Aku pamit, assalamualaikum." Ucap Deria dengan senyuman.
"Waalaikum salam, hati-hati kak..." Ucap Arman.
~~
"Kenapa pada ngumpul disini? Abang baik-baik aja, kalian bertiga pulanglah! Kalian nggak kerja?" Tanya Anand saat ketiga adiknya menghampiri dirinya yang masih berbaring diatas kasur sana setelah tadi Deria menggantikan perban pada lukanya.
"Aku shift tadi malam, dan sekarang waktunya istirahat." Jelas Hanin lalu segera merebahkan tubuhnya keatas kasur tepatnya disisi kanan Anand yang masih kosong.
"Pulanglah! Istirahat di rumah mu, jangan sampai pawang mu marah-marah sama abang..." Jelas Anand.
"Biarin aja ah..." Cetus Hanin lalu memejamkan matanya.
Kini tatapan Anand beralih pada kedua cowok yang masih berdiri dihadapannya.
"Kalian nggak kerja?" Tanya Anand setelah menatap keduanya secara bergantian.
"Aku lagi kosong, nggak ada kerjaan yang harus dikerjakan, jadi mending disini." Jawab Heri santai.
"Haaaah! Kosong? Sejak kapan profesi atlet punya banyak waktu luang? Kamu yakin pelatih mu nggak bakal marah? Mau langsung abang laporkan sekarang juga? Emang nggak ada kerjaan, tapi bukankah jadwal latihan mu padat?" Tanya Anand dengan suara lantang.
"Aku ambil cuti, atlet juga butuh istirahat kali...!" Cetus Heri lalu ikut rebahan disamping Hanin.
"Jangan menatap kearah ku, aku juga bisa libur kali, aku seorang kapten, masa iya nggak punya jatah cuti." Tegas Arman dan ikut menjatuhkan tubuhnya di samping Heri.
Ketiganya mulai berdesakan diatas tempat tidur, bahkan cekcok kecil pun mulai terdengar hingga berakhir dengan aksi saling mendorong satu sama lainnya.
"Kalian bertiga pulanglah..." Suara Anand bahkan tidak digubris sama sekali oleh ketiganya.
"Siapa yang harus abang hubungi lebih dulu? Kantor pemadam? Pak pelatih atau Vampir?" Tanya Anand dengan suara lantang yang seketika sekejap mata membuat ketiganya terdiam mebisu tanpa suara dan gerak sama sekali.
"Kami hanya ingin memastikan kalau abang baik-baik saja." Ujar Hanin dengan suara pelan, lalu bangun dan sedikit bergeser mendekat pada Anand.
"Kami sangat takut jika sesuatu yang buruk terjadi sama abang bagaimana kalau semalam abang terluka parah? Kami bisa apa?" Kini Arman yang mulai mengeluhkan semua hal yang ia takutkan terjadi pada sang abang tersayang.
"Seluruh tubuh ku bahkan bergetar hebat saat kak Ria mengabari keadaan abang tadi pagi, aku bahkan kabur dari latihan agar bisa melihat kondisi abang." Jelas Heri yang juga ikut mendekat pada Anand.
"Maaf, karena abang membuat kalian khawatir." Pinta Anand yang begitu merasa bersalah saat mendapati wajah ketiga adiknya sedang bersedih, Hanin bahkan menitikkan air mata.
Tangan kanan Anand perlahan mengusap lembut jilbab Hanin, sedangkan tangan kirinya ia gunakan untuk mengusap pundak Heri dan Arman secara bergantian.
Dengan kasar pintu kamar dibuka dari luar, kemunculan sosok Sean dengan raut wajah yang begitu menakutkan cukup membuat seisi kamar menatap kearah Sean dengan perasaan campur aduk.
"Haaaaaissss!" Teriak Sean frustasi.
~~