Mendapatkan ancaman tentang aib keluarga yang akan terkuak membuat Leon terpaksa menerima untuk menikah dengan Moira. Gadis bisu yang selama ini selalu disembunyikan oleh keluarga besarnya.
Menurut Leon alasannya menikahi Moira karna sangat mudah untuk ia kendalikan. Tanpa tahu sebenarnya karena sering bersama membuat Leon sedikit tertarik dengan Moira.
Lalu, bagaimana dengan kelanjutan kisah mereka? Apakah Moira yang bisu bisa memenangkan hati Leon?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
Theo menuju Moira dengan membawa mangkuk bubur ayam terenak di Kantin Kantor. Pandangan mata Moira terus tertuju pada Theo, pria itu seolah hanya fokus pada dirinya saja. Sampai Moira tersenyum manis disaat mangkuk bubur ayam tepat dihadapannya.
"Silahkan dinikmati bubur ayamnya, Moira.." Ucap Theo disertai senyuman manisnya.
Sampai Moira tersenyum lepas, ia menerima mangkuk tersebut sembari menganggukkan kepala. Tangan Moira ingin meraih sendok tapi ternyata Theo sudah mengambil lebih dahulu untuknya.
"Nih.."
Moira ragu mau menerima tapi Theo tetap bersikukuh agar diterima jadinya Moira menerima sendok tersebut. "Terimakasih, kau baik sekali.."
"Kalau sama wanita cantik harus baik, Moi. Siapa tahu nanti kalau suami kamu udah gak butuh lagi, aku siap kok menggantikan." Ucap Theo asal, tapi sangat mengena dihati Moira.
Wanita cantik itu tersenyum manis, memang pria seperti Theo lah yang ia harapkan menjadi suami nanti. Tapi, malah dapat bentuk seperti Leon yang bermulut pedas dan dingin.
"Ntahlah, tidak pernah aku bayangkan akan mendapatkan suami seperti Leon." Gumam Moira didalam hati.
Suara langkah kaki membuat fokus kedua manusia yang sedang makan bersama menoleh keasal suara. Ternyata Nia datang kearah mereka, menatap tidak suka Moira yang masih pagi sudah dekat-dekat dengan Theo.
"Wah... gercep amat ya, Moi.." Sapa wanita cantik tersebut, ia duduk disamping Theo yang masih santai menikmati bubur ayam.
Moira tahu dan sedikit merasa jika Nia tidak suka dengannya, mulai dari pertama kali bertemu juga ia sadar itu. Moira menduga jika alasan Nia tidak menyukai dirinya adalah karna Theo, ya pria yang selalu baik padanya mulai dari pertama bertemu.
"Nia, kau sudah sarapan?" Tanya Theo, ia melirik kearah Nia yang masih menatap tajam Moira yang menunduk mengaduk bubur ayamnya.
"Sudah, aku kalau sarapan terbiasa dengan salad sayur. Tidak dengan makanan berat seperti yang biasa Moira makan, karena aku tahu menjaga kesehatan." Jawabnya, sempatnya Nia menjatuhkan Moira hanya dari pertanyaan singkat Theo.
Kedua mata tajam Theo menatap kearah Moira yang terlihat bodoamat dengan apa yang Nia katakan.
"Ehem, tunggu.." Theo menenggak habis minum air putih, ia menatap sepenuhnya pada Nia. "Yang mengajak makan bubur ayam yang tidak sehat ini aku, bukan Moira." Perjelas Theo hingga ekspresi penuh bangga pada wajah Nia tadi menghilang.
"Itu...."
"Aku suka makanan tidak sehat ini, kebetulan aku punya teman baru yang bisa menemani aku memakan makanan tidak sehat ini." Ucap Theo lagi, terlihat santai tapi sangat menggigit dihati Nia.
Padahal niat Nia hanya ingin menjatuhkan Moira saja tapi malah Theo yang kena. "Bukan itu maksudku, Theo. Kau selalu men seriusi apa yang aku katakan ihhhh..." Nia tertawa kecil mencairkan suasana yang hampir menegang.
Theo menaikan bahu saja tanda tidak peduli dengan Nia lagi, mau mengatakan apa juga terserah asal jangan menjelekkan atau menjatuhkan Moira lagi.
"Ihhhh, bisa-bisanya dia tetap santai makan disaat aku di serang Theo?" Nia kesal sekali melihat Moira yang tetap makan sampai habis semua kedatangan dan apa yang dikatakan Nia tidak dihiraukan sama sekali.
Theo baru ingat sesuatu, ia menepuk pundak Nia agar wanita itu fokus padanya. "Kita ada wawancara dengan Pak Leon Dante siang nanti, sebaiknya ajak Moira sekalian." Ucap Theo kepada Nia yang sepertinya tidak setuju.
Sampai mata Moira melotot sempurna, sebaiknya ia tidak usah ikut kalau hanya mewawancarai manusia seperti Leon.
"Sebaiknya aku tidak usah ikut, Theo. Aku tidak bisa apapun disana, lagian_
Theo menggelengkan kepala sebagai tanda tidak setuju dengan alasan Moira tidak ikut. Bahkan Moira saja belum selesai bicara sehingga pada akhirnya terdiam.
"Tidak, Moi. Tuan Leon sempat mencari kandidat bekerja di perusahaan sebagai sekretaris yang mengerti bahasa isyarat. Itu menandakan jika dia peduli dengan orang spesial seperti mu..." Theo menggantung ucapannya karena melihat ekspresi Moira yang berubah murung.
"Lagian kau hanya perlu temani aku saja disana, agar kau tahu seperti apa Tuan kaya raya di negara kita ini." Alasan yang cukup pas bagi Theo tanpa ia tahu jika sebenarnya Tuan terkaya itu adalah suami Moira.
Nia menghela napas berat, ia sebal melihat Moira yang banyak sekali alasan padahal Theo sudah mengeluarkan niat baiknya.
"Mau tidak, Moira? Lama amat mikirnya, sok cantik banget!" Nia mulai kesal.
"Nia, jaga bicaramu!" Theo memberi peringatkan kepada teman sekerjanya itu. Sampai Nia sendiri bangkit dari duduknya mungkin kesal Theo selalu membela Moira.
"Bagaimana, Moi. Mau tidak?"
Merasa tidak enak menolak ajakan baik Theo mengingat pria itu sudah sangat baik maka terpaksa Moira menganggukkan kepala sebagai pertanda setuju.
"Baiklah, kalau begitu ikut aku untuk bersiap-siap dengan anak-anak yang lain." Ajak Theo, secara spontan meraih tangan Moira untuk bangkit bersama.
~
Disisi lain Leon tengah menyiapkan diri untuk wawancara nanti dengan para penyiar berita ternama di kota Jakarta. Semua ingin menanyakan tentang pernikahan Leon yang sengaja dilakukan secara private, mengapa begitu? Semua pasti bertanya-tanya akan itu.
Sama halnya dengan Leon yang masih bertanya tanya soal pemberontakan Moira tadi. Sebenarnya Leon lebih penasaran, apakah Moira mudah dikendalikan atau tidak? Kalau sempat Moira tidak mudah dikendalikan lalu harus dengan cara apa dia menguasai keluarga Yaston yang selalu saja menekan hidupnya.
Leon melempar pena dimeja begitu saja, ia melihat kearah jendela besar. Merasa lelah dengan pura-pura ini, ponsel Leon berdering bahkan langsung saja diangkat tanpa melihat siapa yang menghubungi diwaktu sibuk begini.
"Leon, Ayah tahu kalau nanti para wartawan akan menanyakan tentang pernikahan mu dengan Moira. Ayah mau tetap rahasiakan, jangan sampai ada sedikit saja kesalahan dalam wawancara nanti."
Leon menghela napas berat, tatapan matanya yang penuh kelelahan tadi berubah menjadi sangat tajam. "Ayah tidak ingin mengajari aku bagaimana menghadapi dunia yang penuh tanda tanya padaku ini?" Tanya Leon dengan suara beratnya.
Sangat lama Max menjawab pertanyaan Leon, sepertinya merasa bersalah akan tekanan yang sudah ia berikan. "Kau sudah terbiasa menghadapi semuanya sendiri, Leon. Tanpa meminta saran dari orang lain, semua keputusan ada ditanganmu."
Tangan Leon meremas erat ponsel tersebut, giginya saling menggertak menahan emosi didada. "Ayah memantau wawancara mu hari ini, sedikit saja kesalahan yang terjadi... Moira adalah hukumannya, mengerti?"