Bintang panggung dan penulis misterius bertemu dalam pertemuan tak terduga.
Rory Ace Jordan, penyanyi terkenal sekaligus sosok Leader dalam sebuah grup musik, terpikat pada pesona Nayrela Louise, penulis berbakat yang identitasnya tersembunyi.
Namun, cinta mereka yang tumbuh subur terancam ketika kebenaran tentang Nayrela terungkap.
Ikuti kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. KCTT 26.
" Uhuukk,,,,!!?!"
Salah satu dari dua pria yang tengah berdiri bersandar pada sebuah pohon di tempat yang tidak dilewati begitu banyak orang tersedak setelah sesaat sebelumnya meneguk minuman kaleng lantaran mendengar apa yang temannya ucapkan membuat ia terkejut.
"Kau yakin Rory marah hanya karena itu, Thomas?" dia bertanya sembari menyeka sisa minuman di mulutnya dengan sorot tak percaya.
"Aku tidak bisa membayangkan seorang Rory akan marah hanya karena pria lain memegang tangan wanita yang menjadi pasangan kencannya dan berniat membayarkan buku yang wanita itu ambil,"
"Dan lebih mengejutkan lagi adalah dia wanita yang kita temui di cafe yang bahkan belum lama Rory kenal. Itu di luar dugaanku sama sekali,"
"Bagaimana bisa dia bersikap seperti itu pada wanita yang baru saja dia kenal?" imbuhnya.
"Yang aku cemaskan adalah, Rory menarik paksa tangannya, aku bahkan tidak sempat mencegahnya. Dia terlihat kesulitan mengimbangi langkah Rory. Apa yang akan terjadi selanjutnya, kita tidak tahu," ucap Thomas sembari menaikkan bahu.
"Bisa dipastikan, Rory akan bertingkah seolah dia kehilangan gitar kesayangannya saat pulang nanti karena wanita itu marah padanya," jawab Ethan tanpa beban.
"Bukan tidak mungkin dia akan mendapatkan bonus satu tamparan gratis,"
"Pft,,,,, Kau selalu menemukan seribu kata untuk mengoloknya, Ethan," sahut Thomas terbahak.
"Hhaahh,,,," Ethan mendesah panjang, menurunkan topi sekaligus menaikkan masker yang ia kenakan untuk menutupi wajahnya.
"Padahal kita baru saja bisa beristirahat sejenak setelah jadwal padat, aku benar-benar akan pergi berlibur jika melihat Rory berulah lagi,"
"Sebaliknya," sahut Thomas.
"Maksudmu?" sambut Ethan bertanya.
"Firasatku mengatakan, dia akan pulang dengan senyum lebar karena Nayla tidak akan marah padanya," sambut Thomas.
"Mustahil,,," sanggah Ethan.
"Diantara kita semua, yang benar-benar bisa membujuk dan memadamkan amarahnya hanya Kevin," imbuhnya.
"Kurasa sekarang tidak lagi," sahut Thomas menaikkan bahu.
"Saat aku melihat bagaimana dia bersikap dan reaksi yang Rory berikan, aku yakin wanita itu bisa meredam amarah Rory dengan mudah,"
"Dan seperti yang kau katakan, apa kau yakin dia akan tetap bersikap sama bahkan setelah diperlakukan KASAR?" sambut Ethan menekankan satu kata pada kalimat terakhirnya.
"Ya, dan aku yakin akan hal itu kali ini," jawab Thomas.
Ethan kembali menaikkan bahu, melempar kaleng kosong yang ada di tangannya ke tempat sampah sampai kedua matanya menangkap sesuatu yang membuat dirinya melebarkan mata tak percaya.
"Apa-apaan,,," Ethan mendesis dengan pandangan tertuju pada satu arah.
"Apa yang kamu lihat?" Thomas bertanya seraya mengarahkan pandangan ke arah yang sama.
"Kurasa kau bisa menjadi peramal yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi di menit berikutnya," celetuk Ethan.
Dalam jarak beberapa meter, mereka melihat Rory bersama wanita yang telah mereka ketahui bernama Nayla, mengantri di salah satu tenda penjual makanan. Hanya dengan sekali melihat saja, mereka bisa memastikan Nayla tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa wanita itu marah pada Rory.
"Menarik,,," Ethan bergumam pelan, tersenyum di balik masker yang ia kenakan.
"Jangan mulai lagi!" cegah Thomas segera menahan lengan Ethan ketika pria itu beranjak dari tempatnya berdiri
"Ayolah! Bukankah akan bagus jika kita juga mengenalnya? Lagi pula, dia tidak mengenali siapa kita sebenarnya, selain dia hanya tahu kita teman Rory," sahut Ethan.
"Selain itu, kita bisa beralasan bertemu mereka tanpa sengaja di festival ini," imbuhnya beralasan.
Thomas menghembuskan napas panjang, merasa akan sia-sia jika dirinya menahan Ethan untuk tidak mendekat. Ethan tidak seperti saudara kembarnya yang lebih pendiam dan berhati-hati dalam semua tindakan, namun Ethan selalu menjadi satu-satunya orang yang bisa menghilangkan kecanggungan.
"Baiklah, hanya jika kau berjanji tidak memperburuk keadaan," pinta Thomas.
"Percayalah padaku! Akan lebih mudah mengajaknya mengobrol setelah mengetahui dia menyukai buku sama sepertimu. Aku bahkan menyukai buku karenamu, jadi aku yakin dia akan mudah diajak berbincang," ucap Ethan percaya diri.
"Lagipula dia juga bersikap ramah pada kita saat itu," imbuhnya.
Thomas mengangguk, mengikuti langkah Ethan menghampiri Rory yang kini telah duduk di sebuah meja yang memiliki empat kursi dan jauh dari keramaian. Meja yang sengaja disiapkan untuk para pengunjung festival.
.
.
"Cobalah!" ucap Rory menyodorkan makanan yang baru saja ia beli.
"Apa nama makanan ini?" tanya Nayla sembari mengamati makanan jenis tortila berbentuk segitiga di tangannya dan mulai menggigit.
"Mereka menyebutnya Tacos. Makanan khas dari Meksiko, tortilla yang diisi dengan keju dan daging cincang," jelas Rory.
"Emmm,,,, ini enak," Nayla berkomentar setelah menelan makanan yang baru saja ia gigit.
Rory menurunkan sedikit maskernya, tersenyum senang mengetahui makanan yang ia pilih disukai Nayla, lalu menggigit makanan miliknya sendiri.
"Lalu ini?" Nayla bertanya lagi sembari menunjuk makanan lain yang berada di atas meja.
"Itu Poutine makanan khas Kanada dan Kroketten khas Belanda. Diolah dengan bahan dasar kentang, namun memiliki cara pengolahan yang berbeda meskipun keduanya sama-sama digoreng," jelas Rory.
Nayla mengangguk tanda mengerti, mencicipi semua makanan yang berbeda sembari sesekali berkomentar. Sementra Rory justru memandangi wajah wanita yang duduk di depannya, menikmati tiap ekspresi yang wanita itu tunjukkan.
Wanita itu mengambil sesendok Poutine, lalu mengarahkan sendok itu pada Rory setelah menyadari pria di depannya tidak makan apapun selain menatap dirinya.
"Buka mulutmu! Jangan hanya menatapku tanpa makan apapun," ucap Nayla.
"Aku bisa melakukannya sendiri," tolak Rory.
"Tapi kamu tidak melakukannya sejak tadi," sanggah Nayla tanpa menurunkan tangannya.
"Jadi makan ini! Tanganku mulai pegal," imbuhnya mengeluh.
Rory mendekatkan wajah dengan sedikit ragu, menerima suapan yang diberikan Nayla padanya, lalu segera menjauh.
"Good Boy!" celetuk Nayla diakhiri tawa ringan, lalu menyuap makanan untuk dirinya sendiri menggunakan sendok yang sama tanpa ia sadari.
Rona merah mulai merayap di wajah Rory, merasakan jantungnya berdebar lebih cepat hanya dengan tindakan sederhana yang dilakukan Nayla. Namun, tak bisa dipungkiri, dirinya terkejut saat melihat Nayla tetap menggunakan sendok yang sudah ia gunakan.
'Bagaimana dia bisa tetap bersikap santai seperti itu?' keluh Rory dalam hati.
"Tapi Roy, apa kamu yakin kita bisa menghabiskan ini semua? Ini sangat banyak," ucap Nayla memandang makanan di depannya.
"Kenapa kamu harus membeli makanan sebanyak ini?"
"Karena kamu memintaku untuk memilih, jadi aku memilih apa yang sesuai dengan seleraku," jawab Rory beralasan.
Tangan Rory meraih Kroketten dengan harapan rasa gugup yang tiba-tiba ia rasakan terangkat. Namun, tepat ketika ia akan menggigit makanan di tangannya, satu tangan mendarat lebih cepat di bahu Rory, menarik perhatian dua orang yang tengah menikmati waktu mereka hanya untuk melihat dua pria bermasker dan bertopi berdiri di belakang Rory.
. . . . . .
. . . . . .
To be continued...