Tampan, mapan dan populer rupanya tidak cukup bagi sebagian perempuan. Vijendra sendiri yang menjadi objek dari ketidak syukuran pacarnya, atau mungkin bisa disebut mantan pacar. Ia memilih mengakhiri semuanya saat mendapati perempuan yang ia kasihi selama 3 tahun lamanya sedang beradu kasih dengan laki-laki lain.
Cantik, berprestasi dan setia juga sepertinya bukan hal besar bagi sebagian laki-laki. Alegria harus merasakan sakitnya diputuskan sepihak tanpa tahu salahnya dimana.
Semesta rupanya punya cara sendiri untuk menyatukan dua makhluk yang menjadi korban ketidak syukuran hingga mereka sepakat untuk menjadi TEMAN BAHAGIA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon firefly99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Hari Yang Berat
Alegria, abangnya dan Vajen berada di Trinzall 2 hari. Mereka sekalian berjalan-jalan, lebih tepatnya ia yang menjadi tour guide untuk abangnya dan Vajen. Ada banyak tempat yang didatangi, termasuk bukit Viral yang sedang hijau-hijaunya.
"Oh, jadi ini kelakuan yang mengaku sahabat?" tanya Alden pada sepasang kekasih di depannya.
Kedua orang tersebut sama-sama berbalik dan kaget saat melihat Alden.
"Ba- bang Alden." gugup si perempuan.
Alden terkekeh kecil. "Sebelum ini, saya selalu bertanya-tanya kenapa kamu" tunjuk nya pada Argan, "dan adik saya bisa berakhir. Kini, saya bisa tebak apa alasannya." Ia menggelengkan kepalanya heran dan mungkin saja takjub dengan fakta ini.
"Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Alina, bang." bela Argan pada kekasihnya.
"OMONG KOSONG!" teriak Alden marah. Ia merasa benar-benar kecolongan.
Teriakan Alden terdengar sampai ke parkiran mobil dimana Alegria dan Vajen berada. Alegria sedang memompa ASI, sementara Vajen duduk di bangku pinggir lapangan.
"Ini yang ngakunya sahabat?" prok prok prok. Alden bertepuk tangan. "Berapa lama kalian menyakiti adik saya?" tanya nya. "Sebulan? Setengah tahun? Satu tahun atau mungkin 2 tahun?"
"...."
"Argantara, kamu seorang lelaki dan juga seorang taruna, sangat bisa dipastikan kalau kamu ditempa agar menjadi seorang yang berkualitas. Itu membuat saya lebih tenang dan memilih untuk tidak ikut campur dengan urusan asmara adik saya, karena saya percaya kalau kamu itu baik."
"...."
Alden kembali tertawa kecil sembari menggelengkan kepalanya. Seolah sedang menghalau kenyataan yang baru ia ketahui. "Kepercayaan saya dan ayah rupanya tidak berarti bagi kamu. Kamu malah main dibelakang adik saya, terlebih bersama teman dekatnya pula. Mau menyangkal?"
"Ii ni sa-"
"Saya tidak akan menyangkal apapun perkataan Abang tadi. Saya dan Alina memang sudah bersama sejak Juli tahun kemarin, waktu saya pesiar dan kami sama-sama menghadiri acara makan-makan yang diadakan Tante Ale."
"BRENG*SEK!" Alden masih cukup waras untuk tidak melukai pemuda di depannya.
"Ade terlalu flat, hidupnya dipenuhi dengan ambisi membanggakan om dan Tante, belajar dan terus belajar sampai lupa untuk menjawab panggilan telepon atau pun membalas pesan saya. Sebagai laki-laki yang sedang ditempa, saya butuh teman cerita, bang. Dan salahnya saya, saya menjalani hubungan yang baru tanpa melepas hubungan yang lama. Seperti yang Abang ketahui, Alina ini adalah sahabat kecil saya, mungkin dari sana kenyamanan itu tercipta. Saya juga telah mengembalikan Ade pada om asalkan Abang tahu."
"Sekali berkhianat akan tetap menjadi pengkhianat, Argan. Kamu perlu bersyukur karena tidak memiliki seorang adik perempuan, setidaknya kamu tidak perlu merasakan apa yang saya rasakan saat ini. Tapi perlu kalian berdua ketahui, bahwa apapun yang kalian lakukan saat ini, akan dituai pada hari esok. Berbahagia lah!" ucap Alden sebelum pergi.
Tanpa mereka bertiga sadari, percakapan mereka terdengar jelas oleh Alegria dan Vajen.
"Lho, kenapa nangis? Maaf, Abang lama. Tadi di kasir sempat antri. Ini pocky nya." ucap Alden begitu ia duduk di kursi penumpang.
Alegria tidak menjawab, ia malah memeluk abangnya dan menangis di sana.
"Perutnya sakit yah? Sabar yah dek." ucap Alden lagi. Adiknya memang sedang datang bulan, dan tadi minta dibelikan pocky. Untuk itulah ia mampir ke supermarket dan memberikan waktu kepada adiknya untuk memompa ASI.
"Jalan sekarang saja?" tanya Vajen dengan suara yang terdengar lebih berat.
"Iya. Nanti singgah di rumah Cakrawala dulu deh, Yaya gak baik-baik saja sepertinya." jawab Alden. Ia mengusap air mata dan juga peluh adiknya yang sudah tertidur. Mungkin karena saking capeknya menangis.
✨✨✨
"Yaya kenapa?" tanya Alden pada Vajen. "Lihat gue yah tadi?"
Vajen mengangguk.
"Gue merasa gak berguna banget deh, Je. Masa' iya gue gagal jagain adik gue dari lelaki kayak si breng*sek. Pakaiannya doang yang rapi, keren, sikapnya gak sama sekali." Alden tertawa miris. "Gue berasa ditampar banget pas tahu alasan yang sebenarnya kenapa mereka berakhir. Ternyata tidak ada hubungan yang berakhir baik-baik saja, pasti karena ada sebabnya."
"...."
"Gue yang abangnya Yaya saja, ngerasa sakiiiit banget. Apalagi Yaya kan yah? Rasanya pasti sakit sekali. Pantesan dia lebih banyak melamun dan diam saja, sekalipun ketawa, tawanya itu hambar, kosong."
"...."
"Breng*sek sih. Kalau orang lain yang bikin kita kecewa, mungkin rasanya bakalan beda. Lha ini, teman dekatnya, teman mainnya. Breng*sek deh." Alden mengembuskan napasnya perlahan. Berharap kemarahannya juga perlahan sirna.
"Lo sudah berusaha dan menjadi Abang yang baik buat dia. Buktinya, Lo sampai bela-belain datang ke lokasi KKN nya, meskipun alasan Lo adalah menemani gue liburan. Lo sudah menghibur dia dengan tidak mengungkit apapun dan yang pastinya, dia tahu kalau Lo se-sayang itu ke dia. Anggaplah ini sebuah wadah pembelajaran untuk Lo dan dia. Lo bisa mengevaluasi diri lo dan dia bisa belajar mengelola emosinya. Dan bisa jadi, dia memang sedang diminta untuk menghabiskan jatah sedihnya." ujar Vajen setelah sekian lama diam.
"Lo bisa jadi bijak juga ternyata " Alden terkekeh.
Vajen mengangguk. "Itu karena posisi gue dan dia nyaris sama. Makanya gue bisa bilang gini, karena gue pun merasakannya. Gue selalu yakin, hal-hal baik menanti gue di depan sana, meskipun jalannya tidak mudah dan terdapat halang rintang, gue pasti akan mendapatkannya."
"Wish you luck, bro."
"Salah satu hal baik yang gue maksud adalah dia." ucap Vajen.
"Dia? Adik gue?"
Vajen mengangguk. "Gue sudah meminta izin om Angga sebelum ikut Lo kesini. Dan sekarang, gue minta izin dari Lo lagi." jawabnya.
"Gue gak bisa bilang banyak saat ini. Pikiran gue masih rancu. Tapi jika seandainya Lo memang serius, gue gak akan biarin adik gue pacaran lama-lama lagi seperti kemarin. I mean, menikah adalah sesuatu yang begitu agung. Orang-orang akan berpikir seribu kali untuk mengkhianati sebuah pernikahan ketimbang hanya berpacaran. Sebab saat menikah, Tuhan lah yang menjadi saksinya, bukan lagi manusia yang mempunyai sifat pelupa." ucap Alden.
"I got it." Vajen mengangguk setuju.
"Bentar, gue liat Yaya dulu. Takutnya malah demam." pamit Alden. Ia memasuki kamar tamu yang berada di sebelah kamar utama dan mengecek keadaan adiknya.
"Sudah bangun yah? Gimana perutnya?" tanya Alden pada adiknya.
Alegria tersenyum tipis. "Better, bang." jawabnya.
"Kita nginap sehari lagi, gak apa-apa?"
"Gak apa-apa. Papi dan mami juga masih di LN kan? Kalau pun ke Mahalaga sekarang, gak ada orang di sana."
"Okay deh. Sana bersih-bersih dulu, habis itu kita ke pantai liat senja. Sambil makan kentang tornado, bakso bakar, jagung bakar, apalagi yah?"
Alegria terkekeh kecil. "Makan mie ayam juga." sambungnya. Ia lalu memeluk abangnya. "Terima kasih, bang. Thanks for always being there." ucapnya.
"Anything, dek Yaya." Alden mengecup puncak kepada adiknya.
✨✨✨
"Perutnya sudah baikan?" tanya Vajen kepada Alegria yang ikut duduk di bangku kosong sebelahnya. Tadi ia memang diminta bersih-bersih lebih dulu oleh Alden dan sekarang ia menunggu di teras.
Alegria mengangguk. "Sudah, kak." jawabnya.
Lalu terjadi keheningan, mereka berdua sama-sama sibuk dengan pikirannya.
"Yang lalu, biarlah berlalu. Tata kembali hati kamu."
"Supaya apa? Biar diacak-acak lagi?" tanya Alegria.
Vajen terkekeh. "Bukan. Tapi untuk diisi dengan kebahagiaan." jawabnya. "Ditata lagi yah hatinya, atau mau gue bantu?"
"Kak Vajen apaan sih? Hatiku gak seberantakan itu yah."
"Berarti udah bisa gue huni?"
Plak plak!
Alegria menggeplak lengan Vajen. Lalu memberengut. "Kalau kasihan, gak usah sampai segininya. Aku masih cukup kuat untuk melewati ini. Aku gak butuh belas kasihan kak Vajen."
"Siapa juga yang kasihan? orang gue lagi memperjuangkan Lo supaya mau jadi teman bahagia gue kok." seloroh Vajen.
"Gini nih ucapan yang punya pulau komodo." cibir Alegria.
Vajen terkekeh. Alegria juga ikut terkekeh.
"Selalu begini yah mamanya Aileen." Vajen menepuk puncak kepala Alegria dua kali.
Dan tanpa Vajen sadari, pipi Alegria bersemu merah karena ucapan sederhana Vajen yang menyebut dirinya mama Aileen. Oh, dia jadi begitu merindukan anaknya. Sudah 6 hari ia jauh dari sang anak.
Mau pantengin terus sampai tamat ahh 😁
Semangat kak bikin ceritanya 🤗 ditunggu sampai happy ending yahh 😘