Kisah dua legenda hidup yang merubah dunia dan menjadikannya tempat abadi untuk semua orang tersenyum. Dunia yang diberikan keabadian atas selesainya semua persoalan-persoalannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juan Aziz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita di bawah pohon
Menghadiri, itu sesuatu yang tertanam di benakku akhir-akhir ini seperti kewajiban menyelamatkan makhluk lain kala itu atau bisa diartikan mencegah, ya "MENCEGAH" bencana itu sendiri.
Di duniaku sebelumnya kata
"Menghadiri" itu sendiri terjadi seperti; pertolongan, pembaharuan, perbaikan, revolusioner, bahkan terasa seperti pelatihan mandiri. Namun di sini yang mereka teriakkan setiap hari itu adalah nilai, nilai, dan nilai. Berteriak "NILAI" semuanya hanya terungkap oleh sebuah kata "nilai" yang di dalamnya.
Terdapat: Kebaikan, keburukan, kaya, miskin, pintar ataupun bodoh.
Di duniaku sebelumnya kata nilai itu tidak diukur dengan ucapan diri sendiri ataupun dengan ucapan orang lain namun dengan "dampak, ya kejadian nyata" namun di sini setiap jengkal sedikitnya hal mereka mengutarakan itu seperti memanggil nama seseorang dengan mudahnya.
Di duniaku sebelumnya untuk mengartikan
"nilai" itu seperti kamu mempertaruhkan setiap detik dalam hidupmu, setiap langkah presisi yang kamu buat, setiap dampak yang terbuat dan tertafsir sebuah nilai. Saat dulu aku menyelamatkan orang, membuat peradaban baru, memulai revolusi, mencegah bencana, membuat raja-raja baru yang bijaksana, melindungi kastil, melatih para penjaga. Sampai ayunan pedangku memisahkan daratan baru dengan terciptanya makhluk-makhluk baru itu sampai mereka semua mengingat sang keajaiban itu sendiri barulah mereka menafsirkan "nilai".
Di sini, saat ini. Menghadiri seperti tugas harian seorang pencari makan, untukku menghadiri kelas hari demi hari waktu demi waktu berlalu dan terbuang tanpa tafsiran itu sendiri.
Mengerjakan kalimat kosong dalam buku yang mereka buat yang tampak seperti sebuah teka-teki labirin itu. Ataupun menerjemahkan suatu kejadian kedalam bentuk sederhana yang akupun mendesis dengan kedua rahang gigiku yang bertabrakan "SsSh" mencoba mencerna ini semua dalam kepalaku.
Berpikir, berpikir, dan berpikir. Setiap hari aku dipermainkan buku itu dengan setiap persoalannya yang sudah seperti tahap pengulangan kehancuran dunia itu sendiri, menghela nafas.
Tentu ini demi nilai yang mereka tetapkan sebagai "Angka" dalam kelas ini, apa ini bisa menghindari bencana. Pikirku. Pada akhirnya aku mengerjakannya perlahan suara buku yang setiap halamannya terbalik satu demi satu terdengar waktu yang perlahan terkikis mulai habis ketentuanya hanya 2 jam. Dan semuanya berdiri dengan seksama menumpuk lembaran mereka juga denganku lalu pulang.
Keesokan harinya seperti itu sampai semua teka-teki labirin dengan makna berbeda itu terjawab oleh semua yang mengerjakannya dan orang-orang yang seperti master/ahli itu melihatnya, meluruskan, dan merangkum
satu-satu semua jawaban yang diberikan oleh kelas ku.
Sesudah semua tugas yang seperti membuat perekonomian baru di kota lusuh tanpa orang berbakat itu selesai. Mereka membuat pengumuman, mengutarakan seberapa terampil para pahlawan muda ini.
70-80-100
Berurutan semuanya dijadikan satu huruf semua lembaran yang seperti kertas pencarian kriminal di balai kota itu A-B-C-D.
Dengan urutan:
A. Yaitu penjahat tingkat tinggi.
B. Yaitu penjahat tingkat menengah.
C. Yaitu penjahat tingkat bawah.
D. Yaitu kalau menemukan makhluk ini berikan dia makanan terlalu sedih melihatnya mencuri gandum dan beberapa buah pagi ini.
Begitulah dan aku hanya menyelesaikannya paling tinggi 80 antara B-C tenang saja tidak perlu pahlawan, jendral atau master beladiri untuk menangkapku kan.
Saat kertas teka-teki labirin itu diberikan kepadaku untuk terakhir kalinya dalam semester ini aku mendapat D lalu terjadilah sebuah bencana, benar sebuah bencana ternyata orang tuaku sangat marah padaku sampai memberiku pujian berjam-jam lamanya sampai beberapa orang yang mengenalku memberiku makanan, kasihan!.
Yah menyedihkan memang membuat foto wajahku di balai kota dengan.
Tingkat kriminal D. Para penduduk balai kota yang menemukanku pun merasa kasihan setelahnya.
Lalu aku mulai belajar lagi, beberapa hal tidur di kelas juga sebagai rutinitasku. Melihat keluar jendela menatapi orang-orang dan wanita yang duduk di bawah pohon saat musim gugur itu terasa nostalgia mengingat memori lamaku kenangan demi kenangan muncul rasa nyaman dibalut kerinduan.