Jika cinta pertama bagi setiap anak perempuan adalah ayah, tetapi tidak bagi Lara. Menurut Lara ayah adalah bencana pertama baginya. Jika bukan karena ayah tidak mungkin Lara terjebak, tidak mungkin Lara terluka.
Hidup mewah bergelimang harta memang tidak menjamin kebahagian.
Lara ingin menyerah
Lara benci kehidupan
Lara lebih suka dirinya mati
Di tuduh pembunuh, di usir dari kediamannya, bahkan tunangannya juga menyukai sang adik dan membenci Lara.
Lantas, apa yang terjadi? Apakah Lara mampu menyelesaikan masalahnya? Sedangkan Lara bukanlah gadis tangguh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue.sea_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
"Terkadang saya heran, dia orang luar tetapi lebih memperdulikan saya ketimbang keluarga saya sendiri yang memperlakukan saya seperti sampah."
Plak
Lara hampir saja tersungkur karena tangan Ravindra yang menampar keras pipinya. Sial, luka sobek di sudut bibir kiri Lara belum sembuh tapi kini sudah bertambah yang kanan.
"Kamu memang pantas mendapatkannya Lara."
Lara kembali menatap Ravindra tajam sama sekali tak ada rasa takut dalam dirinya. Lara sudah lelah dengan ini semua, kenapa tuhan tidak mengambilnya? Lara sangat ingin bertemu ibunya.
Bibir gadis itu bergetar menahan tangisnya yang hampir pecah. "Pantas..." Tenggorokan Lara tercekat hingga gadis itu tak bisa mengeluarkan suara. "Apa selama ini ayah tahu apa yang terjadi?"
Lara menatap nanar Ravindra. Melihat wajah Ravindra seperti tidak memiliki rasa bersalah padanya membuat emosi Lara memuncak. "Apa selama ini ayah ada menyelidiki kematian bunda? Gak ada kan, yang ayah lakukan cuma menyalahkan aku."
Alena hanya bisa diam, bagitu juga dengan yang lainnya tak ada yang mengusik Lara mengeluarkan suara hatinya.
"ITU SEMUA SUDAH JELAS KARENA KAMU LARA." Saat kejadian tujuh tahun lalu Ravindra sendiri yang menyaksikan Lara memegang pisau di sisi istrinya yang saat itu sudah tak bernyawa.
"HAHAHAHAAA AYAH TAHU APA?"
Plakk
Ravindra kembali menampar Lara kali ini lebih keras daripada yang sebelumnya. Lara bahkan merasakan rasa sakit akibat tamparan Ravindra membuatnya kepala pusing.
"Sudah, percuma juga aku menjelaskan karena ayah tidak akan percaya. Ayah adalah yang terburuk dari semua orang buruk yang ada di dunia ini." Lara segera berlari menuju kamarnya tidak peduli jika saat ini Ravindra hendak mengejarnya karena Ravindra masih sangat emosi.
"Mas udah." Rania dan Alena menahan Ravindra sebelum pria itu berbuat semakin jauh.
"Tidak bisa, anak itu harus diberi pelajaran."
"Mas pikirkan Alena, lihat dia ketakutan." Kilatan amarah di mata Ravindra seketika menghilang berganti dengan tatapan teduh yang selalu ia tampilkan pada Alena.
"Ayah minta maaf, Alena."
~-----~
Lara menatap pantulan dirinya di cermin, saat ini ia sudah berada di kamarnya. Wajah gadis itu terlihat merah kebiruan di bagian pipi. Rambut yang berantakan dan juga mata yang membengkak karena menangis.
Gadis itu memang diam. Tapi air matanya terus mengucur deras membasahi setiap inci pipi hingga dagunya.
Brukk
Prannggg
Cermin tersebut hancur berkeping keping karena mendapat tinju dari Lara. Tangan gadis itu berdarah karena ulahnya tapi Lara tak peduli. Gadis itu memukul dadanya berulang kali dengan tangannya yang berlumuran darah.
"Akhhhkkk gue gak pernah minta buat hadir di keluarga ini. Kalo gue diizinkan buat milih, gak sudi gue karena darah yang ngalir dalam tubuh ini adalah darah manusia jahanam itu."
Lara melihat tangan kirinya yang berdarah tapi gadis tak ada rasa sakit karena yang lebih sakit adalah batinnya. Lagi lagi air matanya luruh, tujuh tahun dengan hari hari yang seperti ini bukanlah hal yang mudah. Lara menyenderkan tubuhnya di sisi tempat tidur, berharap setelah ini semuanya akan membaik setelah ia memejamkan matanya nanti.
'Brakk'
Suara pintu yang di dobrak membuat Lara kembali membuka matanya. Baru beberapa detik yang lalu Lara memejamkan mata ia bahkan belum sempat tidur. Tapi lihat, Ravindra telah berdiri tepat di hadapannya sekarang.
"Bangun Lara kita belum selesai."
"Aku lelah ayah."
"Ck, kau banyak membuat kesalahan Lara. Kemarin kau membuat Alena pingsan karena kelelahan, hari ini kau membuat Alena iri dengan mobil baru mu, apa yang kau berikan pada tuan Arthur hingga dia membelikan mu mobil semewah itu?" Ravindra mendekati Laras mencengkram rahang gadis itu kuat, tak peduli jika dihadapannya saat ini adalah darah dagingnya sendiri.
"Kau menjual tubuhmu?"
Lara menitikkan air matanya, sedangkan Ravindra menatap jijik pada Lara.
"Apa peduli ayah?" Lara berdiri ia tetap mencoba untuk berani. "Apapun yang aku lakukan ayah tidak akan peduli bukan?"
Bugh
Ravindra menendang betis Lara membuat gadis itu terjatuh. "Kau, anak tidak tahu diri. Saya tidak pernah mengajarimu membuat malu keluarga saya. Alena bahkan lebih membanggakan daripada kamu, anak sialan. Huhh tidak berguna."
Alena merupakan juara satu angkatan, anggota OSIS, dan tak jarang Alena juga menjurai perlombaan antar sekolah. Jadi tak heran jika Ravindra lebih menyayangi Alena.
Lara hanya diam, ia hanya memandangi tangannya yang kembali mengeluarkan darah padahal tadi sudah berhenti.
"Sebaiknya kamu segera menghilang Lara, saya tidak membutuhkan anak tidak tahu diri seperti kamu."
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya