Seorang Ceo muda karismatik, Stevano Dean Anggara patah hati karena pujaan hatinya sewaktu SMA menikah dengan pria lain.
Kesedihan yang mendalam membuatnya menjadi sosok yang mudah marah dan sering melampiaskan kekesalan pada sekretaris pribadinya yang baru, Yuna.
Yuna menggantikan kakaknya untuk menjadi sekretaris Vano karena kakaknya yang terluka.
Berbagai macam perlakuan tidak menyenangkan dari bos nya di tambah kata-**** ***** sering Yuna dapatkan dari Vano.
Selain itu situasi yang membuat dirinya harus menikah dengan Vano menjadi mimpi terburuk nya.
Akankah Vano dan Yuna bisa menerima pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
"Kau milikku sayang, milikku." Vano tak pernah menyentuh benda haram sebelumnya namun malam ini dia menggila. Ia dengar alkohol bisa membuat semua masalah jadi hilang, maka ia akan mencoba malam ini. Awalnya terasa pahit membakar di kerongkongan namun lama kelamaan ia kecanduan. Vano terus minum dan meracau tidak jelas di sofa. Tak jauh dari pria itu ada Yuna yang duduk sambil minum mocktail nya dengan tatapan datar, ia bosan sekali mengurusi Tuan muda arogan nya itu. "Aaargghh, kau milikku sayang."
Ponsel dalam saku baju Yuna bergetar, tertera nama Nyonya Wita di sana. Yuna berdiri melangkah keluar agar suara bising musik DJ tak mengganggu pendengarannya. "Hallo Nyonya?"
"Ya Nak, dimana Vano? Kenapa belum pulang selarut ini? Apa lembur?" Tanya Wita khawatir.
"I--iya Nyonya, masih ada beberapa pekerjaan." Jawab Yuna dengan suara terbata.
"Apa tidak bisa di selesaikan besok? Hari ini suamiku berulang tahun. Apa anak itu lupa?"
"Em, maaf Nyonya masalah ini urgent sekali jadi tidak bisa di tinggal." Yuna menggigit bibir bawahnya. Jujur saja ia deg degan karena sudah membohongi orang tua.
"Oh ya sudah kalau begitu." Wita meletakkan ponsel nya lalu menatap Riana.
"Kakak ngga bisa pulang, ma?" Tanya Riana.
"Kakak kalian lembur." Jawab Wita.
"Sayang." Devan berbisik di telinga Vano.
"Apa?"
"Aku perlu bicara denganmu."
Stevani mengikuti suaminya ke kamar. "Apa?"
"Ini, kamu belum tahu?"
"Apa? Kok jadi Juwita bakal nikah? Aaa... akhirnya bestie aku menikah." Stevani gembira sekali melihat undangan sahabat nya yang sudah tersebar di whatsaap.
"Ih, kamu bukannya sedih."
"Kenapa harus sedih? Kan temen aku nikah, gimana sih?"
"Kasihan Vano, dia pasti patah hati sekarang."
"Nggak lah, Vano juga sudah nggak suka sama Juwita kok."
"Itu kata kamu." Devan tak menyangka istrinya yang notabene adik kandung bahkan sebagai kembaran Stevano tidak mengerti apa yang di rasakan pria itu.
Stevani melangkah menuju ranjang membenahi selimut kedua anaknya yang berantakan lalu kembali keluar bergabung bersama Riana dan ibunya yang sedang menyiapkan surprise untuk ayahnya.
"Kue nya udah belum ma?"
"Udah nih, ayo kita kejutkan papa kalian."
"Ayo ma! Papa pasti kaget."
Mereka melangkah menuju kamar dan mengendap-ngendap seperti pencuri. Wita masuk ke kamar nya yang gelap lalu menyalakan lampu utama kamarnya hingga Wira kaget dan terbangun. "Ahhh, silau sayang."
Wira memang lebih suka kamar yang gelap sejak dulu sehingga ia langsung terbangun kalau lampu di nyalakan.
"Papa selamat ulang tahun...!" Teriak Riana dan Stevany bersamaan di telinga Wira hingga pria itu merasa telinga nya langsung berdengung.
"Ah kalian, papa kaget nih." Wira mengusap dada nya yang berdebar-debar. Riana dan Stevany menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk ayah mereka. Wira tersenyum haru, matanya berkaca-kaca karena tidak menyangka mendapatkan surprise seperti ini. "Potong kue nya..."
"Tiup lilin nya dong sayang."
"Hehee, Rian nggak sabar nih pa. Ini yang buat kue loh." Ucap Riana bangga.
"Oh yah, wah pasti enak..." Wira berdoa sambil menutup mata, berharap ia dan Wita selalu sehat panjang umur, ia juga berharap Stevano dan Riana mendapatkan jodoh nya.
"Lama banget, pa."
"Iya papa doa nya banyak."
"Apa tuh?"
"Papa ingin liat Vano dan Riana bertemu segera jodohnya." Riana menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal.
"Potong kue nya, Mas." Wita tau Riana pasti tidak nyaman dengan apa yang barusan suami nya bilang.
"Potongan pertama buat istri papa yang paling cantik. A ... sayang." Wita tersipu malu, wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang ke 40 itu memukul pelan dada suaminya.
"Yang kedua buat Vani." Seru Stevani sambil berjingkak-jingkak, wanita itu masih terlihat seperti anak kecil meski usianya sudah kepala dua dan juga sudah punya buntut dua. Stevani membuka mulutnya menerima suapan dari sang ayah.
"Yang ketiga buat anak papa yang sudah jadi cewek beneran." Riana manyun mendengarnya, memang nya selama ini dia laki-laki apa?
"Ih papa."
"Hehee... kamu cantik nak. Pertahankan yah." Riana malu-malu, ia memutuskan merubah look nya setelah di protes sang ayah yang bilang tidak bisa membedakan antara dirinya dan Stevano karena keseringan memakai celana dan kemeja longgar. "Tapi gak pede pa ini, feminim banget nggak sih ini?"
"Gak lah, sayang. Perempuan kan pakaian nya harus begitu. Yang kalem cantik kayak mama kalian." Riana hanya mengangguk.
"Oh yah, papa nggak liat anak bujang papa?" Wira mencari Stevano sejak tadi.
"Belum pulang pa, katanya lembur." Jawab Stevani menjawab rasa penasaran sang ayah.
Devan masuk dan mengucapkan selamat ulang tahun pada ayah mertuanya.
"Happy birthday pa, wish u the best." Ujar Devan lalu memeluk sang ayah mertuanya yang paling baik itu.
"Hhmm iya Van terima kasih."
"Ini, ada hadiah buat papa. Maaf yah pa, selama ini Devan belum bisa jadi menantu yang baik dan masih merepotkan papa terus." Wira menerima kotak yang entah apa isinya itu. "Nggak papa yang penting kamu tidak berhenti berusaha, ok!" Ujar Wira menyemangati.
"Iya pa, pasti."
"Good, kamu juga Vani jangan galak-galak jadi istri, kasihan Devan."
"Apaan sih pa, kok jadi aku yang salah." Stevany mencebikkan bibir lalu menatap tajam pada Devan.
"Ya sudah kalian balik lagi ke kamar gih! udah malam." Tegur Wita pada anak dan menantunya.
"Iya ma, pa. Sekali lagi selamat ulang tahun."
"Iya nak, sekali lagi terima kasih banyak kejutannya."
"Hm, good night papa." ucap Stevani lalu menarik suaminya keluar dari kamar, kebetulan ia juga sudah mengantuk.
"Pa..."
"Kamu gak balik ke kamar?"
"Ada yang mau Rian bicarakan sebentar, boleh?"
"Boleh dong. Ada apa?"
"Ini pa." Riana menyodorkan berkas profil perusahaan asing yang letaknya di Milan dan ia mendapatkan kesempatan magang di sana. "Boleh yah pa?"
"Tapi ini jauh banget, Nak."
"Please pa, ini kesempatan langka nggak bakalan datang dua kali."
"Huft, kalau memang kau sudah membulatkan tekad papa cuma bisa dukung nak."
"Makasih Pa." Riana memeluk ayah angkatnya itu. "Hmmm sama-sama."
"Ini kapan berangkatnya?"
"Tiga bulan lagi masih lama."
"Papa bakalan kangen nih."
"Rian juga sama."
***
"Dasar merepotkan."
Bruk.
"Ah pinggangku sakit."
Yuna menghempaskan tubuh besar itu ke atas ranjang. Nafasnya tersenggal dan baju nya bau alkohol sekarang. "Mimpi apa semalam aku bisa bekerja dengan anak kecil cengeng! benar-benar sial!" Yuna mendudukan dirinya di sofa sambil menatap Tuan muda nya yang bergerak gelisah di atas ranjang dan terus saja meracau memanggil Juwita.
"Juwita ... juwita."
"Anak kecil, manja merepotkan! sok minum alkohol padahal gak kuat minum." tadinya Yuna berniat untuk pulang ke rumah. Namun tubuhnya letih sekali belum lagi Reno yang berbuat ulang dengan pengunjung lain dan membuatnya semakin kerepotan.
"Sepertinya memang harus menginap." Yuna berniat pergi ke kamar nya sendiri. Namun lagi-lagi tak tega, apalagi pakaian Stevano yang sudah basah kuyup karena muntah tadi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...