Mira adalah seorang IRT kere, memiliki suami yang tidak bisa diandalkan, ditambah keluarganya yang hanya jadi beban. Suatu hari, ia terbangun dan mendapati dirinya berada di tubuh wanita lain.
Dalam sekejap saja, hidup Mira berubah seratus delapan puluh derajat.
Mira seorang IRT kere berubah menjadi nyonya sosialita. Tiba-tiba, ia memiliki suami tampan dan kaya raya, lengkap dengan mertua serta ipar yang perhatian.
Hidup yang selama ini ia impikan menjadi nyata. Ia tidak ingin kembali menjadi Mira yang dulu. Tapi...
Sepertinya hidup di keluarga ini tak seindah yang Mira kira, atau bahkan lebih buruk.
Ada seseorang yang sangat menginginkan kematiannya.
Siapakah dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rina Kartomisastro, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Mira baru saja keluar dari kamar mandi mengenakan baju setelan formal berwarna pink muda yang baru dibeli Rey di department store terdekat.
Theo yang sudah mengeringkan diri dan berganti baju terlebih dulu itu, menoleh ke arah Mira.
"Pilihanmu tidak buruk, Rey." Theo berkata dari sofa tempatnya duduk sambil menyesap secangkir kopi yang tersedia di meja.
"Saya anggap itu pujian, Tuan."
"Seharusnya Mbak Ida yang memilihkanku baju."
"Siapa suruh asistenmu itu ijin kerja tiba-tiba?"
"Eh, tapi makasih bajunya ya, Mas Rey. Setidaknya ini gak kebesaran."
"Sama-sama, Nyonya."
"Mau sampai kapan berdiri di situ? Duduklah, kita bisa melanjutkan obrolan penting kita sambil ngopi."
"Aku tidak ngopi."
"Oh iya, aku lupa kamu bukan Mir-"
Bola mata Mira membesar, seolah memberi isyarat untuk menghentikan kata-kata Theo. Mira tak mau siapapun tahu rahasia ini selain mereka berdua, sekalipun Rey.
"Mir... miras kamu gak minum juga, kan? Haha, dari dulu kamu gak pernah berubah, Tante Mira", Theo mengulas senyum dengan terpaksa. "Pesankan teh untuk Tante Mira, Rey."
"Gak perlu repot-repot!" sergah Mira buru-buru.
"Jadi saya perlu pesan atau tidak?"
Baik Mira maupun Theo menyahut bersamaan, dengan jawaban yang berlawanan.
Rey menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
"Turuti perintah orang yang mempekerjakanmu, Rey," ucap Theo.
"B-baik, Tuan. Saya telepon bagian dapur sekarang."
"Jangan telpon! Kamu datang langsung saja ke sana," sergah Theo buru-buru. Kali ini, Mira tak berniat menimpali lagi seperti sebelumnya.
"Baik, Tuan."
Tanpa menunggu lebih lama, Rey segera keluar dari kamar yang sengaja disewa hanya untuk berganti baju itu.
"Kamu sendiri yang minta tidak ada orang lain yang boleh tahu tentang rahasia ini. Tapi ketika aku mencari cara supaya Rey pergi, malah dihalangi."
"Bilang, dong! Mana aku tahu kalau kamu sengaja melakukan itu. Aku kan tidak nyaman kalau harus berada di satu kamar berdua saja seperti ini..."
"Sudah kubilang, aku tidak tertarik dengan wanita tua."
Mira menelan ludah, menahan amarahnya.
"Lagipula gak ada tempat yang lebih aman selain tempat privat seperti ini untuk kita berdiskusi, Tante eh, aku harus memanggilmu apa saat berdua begini?"
"Tetap panggil Tante. Usia asliku juga sama dengan usia tantemu ini."
"Hmm... usia sama, nama pun sama. Apa kamu gak merasa ada yang aneh? Mungkin sebenarnya kalian adalah satu orang yang hidup di dimensi yang berbeda?"
Mira melirik malas ke arah Theo. "Sudah kubilang, suami asliku bekerja sebagai petugas keamanan di perusahaan keluarga kalian."
"Oh iya," Theo melengos, berusaha menutupi pipinya yang memerah karena malu. Si jenius yang berprestasi sejak kecil itu, tiba-tiba merasa bodoh karena membicarakan hal mistis yang tidak akan pernah masuk di akalnya.
"Ngomong-ngomong, kamu yakin kalau ada orang yang ingin membunuh Tante Mira?" Theo akhirnya mendapat topik pembicaraan baru, memecah kesunyian diantara mereka.
Mira mengangguk. "Aku mengingat dengan jelas. Ada orang yang mendorongnya dengan kuat ke dalam kolam renang. Lalu kabur begitu saja, padahal jelas-jelas dia berteriak minta tolong."
"Tante Mira memang tidak bisa berenang," gumam Theo.
Kata-katanya sontak membawa Theo pada kejadian di masa lalu.
Mereka pernah bermain di daerah perkampungan dekat rumah Theo. Terdapat mata air yang begitu jernih, sehingga keduanya bermain di sana.
Namun naas, Mira terbawa arus yang deras tiba-tiba, hingga membuatnya tenggelam. Saat itu, Theo yang masih kecil hanya bisa menangis memandangi Mira yang tak berdaya. Untungnya, ada warga sekitar yang sigap menolong hingga Mira selamat.
Sejak itu, Mira memiliki trauma dengan air. Di sisi lain, Theo bertekad belajar renang supaya bisa menyelamatkan Mira kelak.
"Adakah seseorang yang kamu curigai?"
Mira menggeleng pelan. "Tapi di hari pertama aku tiba di rumah itu, aku menemukan kertas kecil bertuliskan 'Jaga baik-baik atau kamu akan mati'."
"Jaga baik-baik..." Theo mengulangnya sambil berpikir. "Itu berarti Tante Mira memiliki sesuatu yang penting sebelum tenggelam. Itulah kenapa dia meminta bertemu denganku."
Mira tampak antusias. "Apa itu yang penting?"
Theo menghela napas, "Kalau aku sudah tahu, kita sekarang tidak perlu berdiskusi seperti ini, Tante Mira KW."
Mira melipat bibirnya sambil melengos.
"Pertama, kita harus memancing pelakunya."
"Memancing bagaimana?"
"Nanti akan kupikirkan. Aku rasa kita membutuhkan satu orang lagi yang bisa dipercaya dan mau membantu kita."
"Janu bisa dipercaya."
"Penyanyi aneh itu?" Theo tampak ragu.
Mira mengangguk. "Apalagi dia juga punya koneksi ke keluarga Bratadikara."
"Kamu percaya dengan dia seolah kalian kenal sudah lama... "
"Memang."
Theo mencondongkan tubuhnya.
"Dia teman sekolahku."
"Teman sekolah Tante Mira KW?"
"Iya."
"Ah, pantas saja kalian sangat akrab waktu itu. Jangan bilang dulu kalian pernah pacaran."
"Tidak!"
"Oh kamu naksir dia diem-diem?"
"Itu semua cerita masa lalu."
Bibir Theo membentuk huruf O sambil mengangguk kecil.
Pintu kamar diketuk. Tak lama, Rey masuk membawakan secangkir teh untuk Mira. Artinya, mereka harus mengakhiri obrolan rahasia ini.
"Oke, kita minta bantuan orang itu," kata Theo kemudian.
***