Juliette, terlahir dari keluarga yang minim simpati dan tidak pengertian.
Membuat ia tumbuh menjadi gadis mandiri dan sulit berekspresi.
Di tengah perjalanan hidupnya yang pahit, ia justru bertemu dengan yang Pria semakin membuat perasaannya kacau.
Bagaimana kelanjutan hidup Juliette?
Akankah ada seseorang yang memperbaiki hidupnya?
Simak kelanjutannya, Behind The Teärs by Nona Lavenderoof.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lavenderoof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Bukankah Kau Menyukaiku?
Mendengar itu, Romeo merasa sesuatu menusuk dadanya. Juga tatapan Juliet itu… ia mengenalnya. Tatapan yang sama seperti saat pertemuan pertama mereka tajam, dingin, dan penuh jarak.
Tatapan itu bertolak belakang dengan pertemuan terakhir mereka, ketika Juliet mulai terlihat lebih tenang, bahkan teduh.
“Tatapan itu…” Romeo bergumam dalam hati, matanya tetap menatap Juliet.
“Dia kembali seperti awal. Dengan tatapan dingin dan tajam.”
Ia mencoba menenangkan pikirannya, memaksakan senyum untuk mengusir rasa canggung yang mulai menyergap.
“Juliet, ini aku, Romeo. Bisa kita bicara sebentar?” Suaranya terdengar ragu, nyaris seperti memohon.
Juliet tidak menjawab. Ia hanya melirik Romeo sekilas, lalu melanjutkan pekerjaannya tanpa menanggapi lebih jauh.
Senyum Romeo perlahan memudar. Kekecewaan menyelinap, membungkus seluruh dirinya.
Apa aku salah mendekatinya? Apa aku salah mengira momen itu berarti sesuatu baginya? pikirnya.
"Juliet, please."
Juliet mendongak, ekspresinya tetap datar. Ia ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangguk singkat, lebih karena tidak ingin menimbulkan keributan di tempat kerja.
Mereka keluar dari restoran ke sudut yang lebih sepi, di bawah naungan pohon kecil. Romeo menatap Juliet dengan mata yang penuh pertanyaan, sementara Juliet tetap menjaga jarak, tangan terlipat di depan dada.
Romeo berdiri di depan Juliet, wajahnya penuh kebingungan. Ia mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Dengan suara yang masih tenang, meskipun hatinya bergejolak, ia membuka pembicaraan.
“Juliet, Apa yang sebenarnya salah? Dua hari lalu kita baik-baik saja, kita makan es krim bersama. Kita mengobrol meskipun tidak lama, tapi aku merasa kita mulai saling mengenal. Kau pun menyukaiku.”
Juliet menatap Romeo dengan dingin, tatapannya tajam seperti bilah pisau. Ia tidak menunjukkan sedikit pun keraguan atau emosi.
“Memangnya kau pikir aku serius waktu itu?” Juliet menyeringai tipis, penuh ejekan.
“Aku hanya bercanda. Apa kau pikir makan es krim dan mengobrol sebentar membuat kita dekat? Jangan terlalu percaya diri, Romeo.”
“Aku tidak mengerti,” kata Romeo akhirnya, suaranya pelan namun tegas.
Juliet menggeleng-gelengkan kepala, tetapi wajahnya tetap tanpa ekspresi.
Romeo melanjutkan, nada suaranya kini penuh dengan frustrasi.
“Aku pikir, itu awal dari sesuatu yang baik. Tapi sekarang, kau bersikap seolah-olah kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Kenapa? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?”
Juliet menundukkan kepala, menghela napas perlahan. Ketika akhirnya ia menatap Romeo, matanya tidak lagi hanya dingin, tetapi juga penuh perisai.
“Kau terlalu menanggapi semuanya secara berlebihan,” kata Juliet dengan nada datar.
Romeo membeku di tempatnya. Kata-kata Juliet terasa seperti pukulan keras di dadanya.
“Tapi kau bilang kau menyukaiku,” balas Romeo, suaranya nyaris berbisik, penuh dengan kebingungan dan rasa sakit.
Juliet tersenyum kecil, tetapi senyuman itu lebih terasa sinis daripada ramah.
“Aku hanya bercanda. Aku bahkan tidak tahu apa yang membuatmu berpikir itu serius. Kau seharusnya tidak menaruh harapan terlalu tinggi hanya karena hal kecil seperti itu.”
Romeo menatap Juliet, berusaha memahami perubahan drastis ini, tetapi tidak menemukan jawaban.
“Aku tidak pernah berpikir begitu. Aku hanya... ingin memastikan hubungan kita tetap baik. Kalau kau tidak ingin lebih dari itu, aku mengerti. Tapi setidaknya, bisakah kita tetap berteman?”
Romeo menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. Melihat ke kanan dan ke kiri, memandang sekeliling, lalu membenarkan topi yang dipakainya.
Menyadari pria di depannya seperti terganggu oleh sesuatu. Sudah pasti karena perkataannya. Itu bagus.
"Menyedihkan sekali." Jawab Juliet.
Juliet mengangkat alis, tampak tidak terkesan.
“Aku tahu kita tidak saling mengenal dengan baik, tapi aku ingin memperbaikinya. Kita bisa memulai dari sesuatu yang sederhana, seperti makan siang bersama. Apa kau mau?”
Juliet menyilangkan tangan di depan dada, matanya mempersempit.
“Kau benar-benar punya banyak waktu luang, ya? Atau kau memang seorang pengangguran?” sindirnya dengan nada sinis.
“Tapi aku hanya ingin kita saling mengenal, bukannya bersikap seperti ini. Apa aku melakukan sesuatu yang salah?”
Juliet mendengus pelan, nada suaranya penuh sarkasme.
“Kau tidak salah. Kau hanya terlalu bodoh untuk paham. Kau bukan siapa-siapa dalam hidupku. Dan aku tidak punya waktu untuk meladeni tingkah kekanak-kanakan seperti ini.”
Hope you enjoy this bab!
Thank you and happy reading!