Gendhis harus merelakan pernikahan mereka berakhir karena menganggap Raka tidak pernah mencintainya. Wanita itu menggugat cerai Raka diam-diam dan pergi begitu saja. Raka yang ditinggalkan oleh Gendhis baru menyadari perasaannya ketika istrinya itu pergi. Dengan berbagai cara dia berusaha agar tidak ada perceraian.
"Cinta kita belum usai, Gendhis. Aku akan mencarimu, ke ujung dunia sekali pun," gumam Raka.
Akankah mereka bersatu kembali?
NB : Baca dengan lompat bab dan memberikan rating di bawah 5 saya block ya. Jangan baca karya saya kalau cuma mau rating kecil. Tulis novel sendiri!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
POV Raka
.
.
Aura permusuhan terpancar dari tatapan Ayu. Aku memang belum mengenal dengan wanita yang mengaju sebagai sahabat dari Gendhis ini. Namun, dari tatapan yang dia berikan, jelas sudah kalau Ayu mengetahui hal yang menimpa rumah tangga kami.
"Aku saja yang mengurus administrasinya," ujar Ayu mendahuluiku.
Aku menggelengkan kepala menolak kebaikannya. "Biar aku saja, aku suami Gendhis. Dia adalah tanggung jawabku."
Ketika ingin membantah ucapanku, pria di sampingnya mencegah hal tersebut. "Sudahlah, dia benar. Pria itu merupakan suami Gendhis. Sudah sewajarnya dia yang mengurus hal tersebut."
Tanpa sadar aku tersenyum pada pria yang mengaku sebagai pengacara Gendhis. Bila mengingat kalau pria itu mungkin membantu proses perceraian yang diajukan Gendhis aku ingin sekali membuat perhitungan dengannya.
Namun, kembali lagi pada kenyataan yang ada. Gendhis pergi dari sisiku karena kesalahanku. Aku yang tidak dapat membuat wanita itu nyaman dengan pernikahan kami.
Entah hal itu disebut dnegan pernikahan atau bukan. Selama ini, yang berusaha di antara kami hanyalah Gendhis. Sedangkan aku, sibuk dengan perasaan semu yang tumbuh untuk wanita lain. Wanita yang bahkan saat ini sudah berbahagia dengan pria pilihannya.
"Keluarga Nyonya Gendhis?" tanya dokter.
"Ya, saya suaminya. Bagaimana keadaan istri saya?" jawabku menghampiri dokter.
"Kondisinya saat ini cukup stabil, tetapi kandungannya perlu perhatian lebih. Saya sarankan agar pasien di rawat di rumah sakit,'' ucap sang dokter.
"Baiklah, Dok. Lakukan yang terbaik untuk istri saya,"balasku.
Aku segera mengurus administrasi agar Gendhis segera mendapatkan ruang rawat inap. Penyesalan menyergap dalam hatiku karena aku menyangka kondisi Gendhis saat ini tidak terlepas dari kehadiranku pada dirinya.
"Ini semua karena kesalahanmu. Memangnya apa lagi yang kamu inginkan, Raka? Gendhis sudah pergi dari hidupmu. Bukankah itu yang kamu inginkan? Tolong berikan kebahagiaan pada sahabatku,"ucap Ayu ketika Gendhis sudah dibawa ke ruang rawatnya.
Aku menggeleng, menganggap semua ucapan yang dikatakan oleh Ayu tidak berarti. "Apa dia bahagia hidup tanpaku di sini?" balasku membuat Ayu bungkam.
Bukan berarti aku terlalu percaya diri, tetapi aku tahu kalau perasaan Gendhis padaku begitu dalam. Aku yang salah karena telah mengabaikan cinta Gendhis. Di saat aku menyadari keberadaannya yang begitu berarti. Aku sudah terlambat, Gendhis memilih untuk pergi dari hidupku.
"Setidaknya, dia mendapatkan cinta dari teman dekatnya," ucap Ayu pada akhirnya.
"Aku akan menebus semua kesalahanku, Ayu. Maafkan aku yang membuat sahabatmu terluka. Akan tetapi, aku sendirii juga berusaha untuk mengobati lukaku sendiri. Di saat Gendhis telah mampu membuatku melupakannya, dia malah pergi dari sisiku," tukasku.
"Itulah kesalahanmu, menyadari betapa berarti keberadaan Gendhis disaat wanita itu telah menyerah," ujar pria yang sedari tadi hanya mengamati interaksi kami.
"Kuharap proses perceraian kami tidak akan berlanjut. Aku tidak ingin kehilangan wanita yang kucintai,"balasku pada pria yang bernama Pandu.
"Semua tergantung dari pilihan Gendhis. Kita lihat saja, apa yang akan dia pilih. Meneruskan perceraian kalian atau memberikanmu kesempatan. Hanya saja, aku harap Gendhis dapat lebih bijak memilih karena hal ini terkait dengan masa depannya."
Aku meminta keduanya untuk pergi. Awalnya, Ayu bersikeras untuk tetap menemani Gendhis. Akan tetapi, ada seseorang yang menghubunginya, Aku tebak anaknya menginginkan kepulangannya. Pun Pandu memahami bila aku lebih berhak untuk menjaga Gendhis.
"Pulanglah denganku, Gendhis aman dijaga oleh suaminya."
"Baiklah, tapi sebelumnya aku peringatkan padamu Raka. Jangan membuat sahabatku semakin stress dan tertekan karena itu akan memengaruhi kondisinya. Jangan lupakan bila dia sedang berbadan dua,"ujar Ayu menatap tajam padaku.
"Kamu bisa mempercayaiku, Ayu. Aku tidak akan menyakiti istriku sendiri,"balasku.
Tanpa banyak berbasa-basi, Ayu dan Pandu segera pergi dari ruangan. Aku menggenggam erat tangan mungil Gendhis. Terlihat bila kondisi Gendhis tidak lebih baik dari diriku sendiri. Tubuhnya terlihat kurus walau dia sedang mengandung.
Aku memejamkan mata, mengingat semua kenangan yang aku torehkan ada wanita yang masih terpejam di ranjang rumah sakit. Tidak ada kenangan indah yang pernah aku bagikan dengan Gendhis.
"Bangunlah, Sayang. Aku janji akan membuatmu bahagia. Kamu dan anak kita adalah prioritasku saat ini,"ucapku sambil mengecup tangan Gendhis.
Tangan itu seolah merespon ucapanku. Kulihat mata Gendhis perlahan terbuka, aku tersenyum menyambutnya. "Kamu sudah sadar, Dhis. Apa ada bagian tubuhmu yang sakit?" tanyaku dengan khawatir.
"Aku di mana?" jawab Gendhis sambil melihat sekeliling ruangan.
"Kamu ada di rumah sakit. Dokter menyarankan agar kamu dirawat," tukasku.
"Di mana Ayu? Mengapa kamu yang ada di sini? Bukankah sudah aku katakan kalau aku ingin bercerai darimu!" ucap Gendhis dengan raut wajah penuh kekesalan.
***
Bersambung...
Terima kasih telah membaca...
Ambisinya bikin otaknya jd gk waras.. mending jd ja* lang aja sekalian..
sekarang bisa bilang begitu ga mau menikah, belum ketemu aja kamu sama pawang yg klop, bakal lebih bucin nanti.