NovelToon NovelToon
Cinta Ugal Ugalan Mas Kades

Cinta Ugal Ugalan Mas Kades

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Dokter Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Suami ideal / Istri ideal
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Fernanda Syafira

Arunika Nrityabhumi adalah gadis cantik berusia dua puluh tujuh tahun. Ia berprofesi sebagai dokter di salah satu rumah sakit besar yang ada di kotanya.
Gadis cantik itu sedang di paksa menikah oleh papanya melalu perjodohan yang di buat oleh sang papa. Akhirnya, ia pun memilih untuk melakukan tugas pengabdian di sebuah desa terpencil untuk menghindari perjodohan itu.
Abimanyu Rakasiwi adalah seorang pria tampan berusia dua puluh delapan tahun yang digadang - gadang menjadi penerus kepala desa yang masih menganut sistem trah atau keturunan. Ia sendiri adalah pria yang cerdas, santun dan ramah. Abi, sempat bekerja di kota sebelum diminta pulang oleh keluarganya guna meneruskan jabatan bapaknya sebagai Kepala Desa.
Bagaimana interaksi antara Abi dan Runi?
Akankah keduanya menjalin hubungan spesial?
Bisakah Runi menghindari perjodohan dan mampukah Abi mengemban tugas turun temurun yang di wariskan padanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29. Salam Perkenalan

Tok...

Tok....

"Assalamualaikum bu dokter...."

"Bu dokter... Tolong saya, bu."

Suara salam dan ketukan di rumah Runi, membuat si empunya rumah terbangun. Ia melihat jam yang menunjukkan pukul tiga lewat dua puluh menit, dini hari.

Runi segera bangun dan mengenakan sweater juga jilbabnya. Ia menghidupkan lampu ruang tamu dan ruang tengah yang ia padamkan saat ia akan tidur.

"Waalaikumsalam." Jawab Runi sembari membuka sedikit pintu rumahnya dan menyembulkan kepala dari sana.

"Ada apa, mbak. Maaf, saya gak diizinin pak Kades buka pintu lebar untuk tamu yang belum saya kenal di atas pukul delapan malam." Ucap Runi menjelaskan.

"Iya gak apa - apa, bu dokter. Saya Labibah, bu dokter tolong ibu saya yang sakit. Ibu saya menggigil dan muntah - muntah, badannya juga demam tinggi." Pinta seorang gadis yang ia taksir berusia sekitar dua puluhan tahun itu.

Runi memperhatikan si gadis yang nampak asing pun namanya yang juga asing di telinga Runi. Namun, hal itu tak menyurutkan niatnya untuk menolong pasien.

"Sebentar, ya. Saya menelfon pak Sekdes atau bu Kades dulu untuk menemani. Maaf pintunya saya tutup dulu." Ujar Runi.

"Silahkan bu dokter, tolong jangan lama - lama, ya. Kasihan ibu saya." Pinta si gadis yang di jawab anggukan oleh Runi.

Runi segera masuk mengambil ponsel juga tas pink yang berisi perlengkapan dan obat. Ia mencoba menghubungi ponsel Abi, bu Lastri, Agil, pak Karto sampai mbak Wulan. Namun, kali itu tak ada satupun yang menjawab.

Abi sendiri tak pernah membuat mode hening pada ponselnya semenjak ada Runi, dan pasti akan terbangun saat ada panggilan masuk.

"Tumben banget, Mas gak angkat telfon? Aduh gimana, ya? Takut di marah bapak, tapi kasihan juga lihat Labibah yang khawatir sama ibunya." Runi bermonolog sembari terus mencoba menelfon anggota keluarga rumah sebelah, terutama Abi.

"Ah sudahlah, aku kirimkan lokasiku saja. Bismillahirrahmannirrahiim. Mudah - mudahan bapak, ibu dan Mas ngerti sama niatku menolong." Putus Runi.

Pada akhirnya, Runi mengirimkan lokasi terkininya pada Abi, agar Abi bisa menyusulnya saat ia bangun dan Runi belum pulang.

"Ayo bu dokter." Ajak labibah yang menjemputnya dengan sebuah becak.

"Bu dokter jangan takut. Beliau orang yang bekerja di rumah saya." Labibah menenangkan saat ia melihat Runi yang tampak ragu kala melihat bapak - bapak yang akan menggoes becaknya.

Walaupun terlihat menyeramkan dengan jambang dan rambut gondrongnya, ternyata pria itu cukup ramah dan sopan.

Kini, dengan perasaan yang yakin dan niat hati yang tulus ikhlas ingin menolong, Runi duduk di becak dengan tenang.

Labibah ternyata gadis yang cukup humble, ia terus mengajak Runi mengobrol dan membuat Runi merasa nyaman. Hingga tak terasa, mereka sampai di depan sebuah rumah yang cukup besar, milik keluarga Labibah.

Runi cukup tercengang dengan rumah yang dimiliki oleh keluarga Labibah. Rumah yang tak kalah megah dari rumah milik pak Kades.

Runi merasa heran dan curiga, ia sepertinya tak pernah melihat rumah ini ada di desa Banyu Alas. Namun ia menepis semua keraguan di hati dan fikirannya.

"Apa ini lain desa, ya? Tapi kok perjalanannya cepat?" Batin Runi.

"Bu dokter, kok bengong? Ayo, ibu saya ada di kamar." Labibah mengajak Runi untuk melihat ibunya di dalam kamar.

"Ah iya, baik." Jawab Runi yang langsung mengekor pada Labibah.

Runi langsung memeriksa kondisi ibu Labibah yang ia panggil dengan bu Dedes. Wanita paruh baya yang menurut Runi seumuran dengan bu Lastri.

"Bu Dedes hanya kelelahan saja dan makannya tidak teratur. Semuanya normal, tak ada keluhan yang parah selain demam dan mual. Demamnya juga tidak tinggi. Saya berikan obat pereda mual, penurun demam dan vitamin. Tolong di habiskan, ya. Jangan lupa makan yang teratur. Tidak ada pantangan makanan, tapi usahakan makan makanan yang teksturnya lembut beberapa hari ini. Kalau dalam waktu tiga hari masih ada keluhan setelah minum obat, tolong di bawa ke balai kesehatan ya, Labibah. Nanti saya periksa lebih lanjut lagi." Pesan Runi.

"Baik, bu dokter. Terima kasih banyak." Ujar Labibah tampak senang.

"Nduk dokter, bisa tolong kemari sebentar." Bu Dedes memanggil Runi.

"Iya, bu. Ada yang sakit?" Tanya Runi yang kembali duduk di tepi ranjang bu Dedes.

"Tidak, nduk. Ini, ibu hanya ingin memberi ini. Terima kasih ya, nduk dokter." Ujar Bu Dedes sembari memberikan sebuah kotak yang dilapisi kain putih bercorak kuning emas sebagai pembungkusnya.

...****************...

Alarm jam dinding yang berbunyi, membangunkan Abi dari tidurnya tiga puluh menit sebelum masuk waktu subuh.

Sudah menjadi kebiasaan Abi, ia akan bangun dan mandi, barulah menuju masjid untuk mengumandangkan Adzan.

Tak seperti biasanya, kali ini Abi langsung mengerjakan rutinitasnya tanpa membuka ponsel terlebih dulu. Ia bahkan sempat memastikan kalau pintu rumah Runi masih terkunci sebelum menuju ke Masjid yang tak jauh dari rumahnya.

Namun, kehebohan terjadi kala Abi pulang dari menunaikan sholat subuh. Ia yang berjalan bersama pak Karto di kejutkan dengan suara Agil dan bu Lastri yang mengetuk rumah Runi.

"Wonten nopo to bu, le? (Ada apa to bu, le?)" Tanya Abi.

"Mas Abi gak lihat hape? Mbak Runi nelfonin hapeku, hape ibu, hape bapak dan hape mbak wulan pukul setengah empat tadi." Cerita Agil yang wajahnya resah.

"Genduk e gak ono neng omah iki koyone, pak. Mas! Ndang golek kunci serep e! Iki yo gak isoh di telfon loh! (Runi nya gak ada di rumah ini sepertinya, pak. Mas! Cepet cari kunci serepnya! Ini ya gak bisa di telfon loh!)" Ujar bu Lastri khawatir.

"Hah, pripun, bu? (Hah, gimana, bu?)" Tanya Abi yang nampak kebingungan mencerna informasi dari ibu dan adiknya.

"Hiih Mas Abi linglung!" Agil langsung berlari ke rumahnya untuk mencari kunci serep rumah yang di tinggali oleh Runi.

Sementara Abi langsung menggedor - gedor rumah Runi saat ia tersadar. Tak ada jawaban, Abi segera berlari mengambil ponselnya di dalam kamar.

Ia memeriksa jejak panggilan dan pesan yang di kirimkan Runi. Ia menelfon ponsel Runi, namun tak tersambung.

Hatinya kian resah hingga tubuhnya gemetaran. Ia keluar dari kamarnya ketika mendengar suara Agil yang menemukan kunci serep rumah Runi.

Pak Karto yang tak kalah khawatir, langsung membuka pintu rumah dan menerobos masuk untuk mencari keberadaan Runi.

Sementara, bu Lastri hanya bisa terduduk lemas bersama Wulan di kursi yang ada di teras rumah Runi.

"Gak ada bu!" Seru agil.

Abi yang teringat kalau Runi mengirimkan lokasi, langsung membuka ponselnya dan melacak lokasi tersebut.

"Gil, gil, ambil motor Gil. Runi tadi sempat mengirimkan lokasi." Pinta Abi.

"Iya Mas." Agil langsung saja berlari untuk mengambil motor dan membonceng Abi menuju ke titik terakhir ponsel Runi bisa di lacak.

"Mas, beneran ini? Mas! Mbak Runi di bawa siapa Mas? Ini berhenti di hutan larangan!" Ujar Agil yang bulu kuduknya meremang. Sementara Abi hanya bisa terdiam sembari berusaha berfikir dengan jernih.

...****************...

"Ini apa, bu? Duh, jangan repot - repot, bu. Yang penting ibu kembali sehat, saya sudah senang." Ujar Runi yang merasa sungkan.

"Jangan sungkan nduk, dokter. Ini hadiah dari saya. Selain sebagai ucapan terima kasih, ini juga bentuk salam perkenalan dari kami." Ujar bu Dedes.

Runi termenung sejenak, berusaha mencerna kata - kata bu Dedes. Namun ia masih saja berfikir positif, memang benar ini adalah salam perkenalan, karena ini adalah kali pertama mereka bertemu.

"Labibah, tolong antarkan nduk Dokter pulang ya. Mereka sudah mencari. Jangan lupa bawakan beras untuk warga desa." Kata bu Dedes yang kembali membuat Runi kebingungan.

"Baik, bu." jawab Labibah.

"Terima kasih banyak, bu Dedes. Saya pamit pulang dulu. Assalamualaikum." Ujar Runi sembari menyalami bu Dedes dengan takzim.

"Waalaikumsalam." Jawab bu Dedes.

"Hati - hati njih. Perjalananmu masih panjang untuk menjaga desa ini, cah ayu. Kamulah yang akan menjadi Biyunge (ibunya) deso Banyu Alas selanjutnya meneruskan perjuangan nduk Lastri." Lirih bu Dedes ketika menatap punggung Runi yang semakin menjauh.

1
Syakira
saya suka dengan cerita nya
Kiran Kiran
Gemesin!
Giselle Bustamante
Siapin tisu buat nangis 😭
Gadislpg: Gak bikin banyak air mata kok, kak ✌
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!