Arunika Nrityabhumi adalah gadis cantik berusia dua puluh tujuh tahun. Ia berprofesi sebagai dokter di salah satu rumah sakit besar yang ada di kotanya.
Gadis cantik itu sedang di paksa menikah oleh papanya melalu perjodohan yang di buat oleh sang papa. Akhirnya, ia pun memilih untuk melakukan tugas pengabdian di sebuah desa terpencil untuk menghindari perjodohan itu.
Abimanyu Rakasiwi adalah seorang pria tampan berusia dua puluh delapan tahun yang digadang - gadang menjadi penerus kepala desa yang masih menganut sistem trah atau keturunan. Ia sendiri adalah pria yang cerdas, santun dan ramah. Abi, sempat bekerja di kota sebelum diminta pulang oleh keluarganya guna meneruskan jabatan bapaknya sebagai Kepala Desa.
Bagaimana interaksi antara Abi dan Runi?
Akankah keduanya menjalin hubungan spesial?
Bisakah Runi menghindari perjodohan dan mampukah Abi mengemban tugas turun temurun yang di wariskan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Mantan
"Loh, kak Abi? Sekarang kerja di sini?" Seorang wanita menghampiri Abi yang baru turun dari mobilnya.
"Saya kerja di balai desa." Jawab Abi.
"Kak Abi sakit? Mau berobat?" Tanya wanita yang bernama Levi.
"Enggak. Cuma mau ketemu sama dokter Runi, ada urusan." Jawab Abi lagi.
"Ooh, dokter Arunika? Hebat juga dokter Arunika, cuma dia yang bisa bikin balai kesehatan di kunjungi warga desa Banyu Alas." Puji Levi.
"Iya, dedikasinya memang bagus. Dia bahkan gak sungkan buat ngobatin warga di luar jam kerjanya." Abi turut memuji kekasihnya.
"Kak Abi apa kabar? Lama gak ketemu. Terakhir dulu kita masih sama - sama tinggal di kota, sebelum berpisah." Kata Levi, memulai nostalgia tentang hubungan asmaranya dulu bersama Abi yang berjalan hingga dua tahun lamanya.
"Seperti yang kamu lihat, saya baik." Jawab Abi.
"Kak Abi sudah menikah?" Tanya Levi dengan wajah terkejut saat melihat cincin yang di kenakan Abi.
"In syaa Allah, segera, secepatnya." Jawaban Abi tiba - tiba merubah wajah Levi yang tadinya ceria, kini tampak sedikit murung.
"Kamu ada urusan apa datang ke sini, Vi?" Tanya Abi.
"Saya pindah tugas ke puskesmas kecamatan. Jadi di minta ke sini untuk kunjungan rutin bulanan." Jawab Levi.
"Oh, menggantikan bu Aminah?" Tanya Abi.
"Iya, beliau sekarang di tugaskan di dinkes." Jelas Levi.
"Yasudah silahkan masuk." Abi mempersilahkan Levi bersama seorang rekannya berjalan terlebih dulu untuk masuk ke balai kesehatan.
Levi tampak mencari perhatian Abi dengan mengobrol akrab dengan Sekdes desa Banyu Alas itu.
Beberapa warga yang sedang berobat tampak melihat Levi yang berusaha mendekati Abi dengan wajah masam.
"Bu dokter, bu dokter. Lihat tu, mbak - mbak itu lagi godain pak Sekdes." Ujar salah satu ibu, warga desa.
Runi nampak melihat sekilas ke arah Abi dan si wanita yang tampak mengobrol akrab. Dia sendiri tidak tau, sejak kapan Abi duduk di sana bersama si wanita yang baru pertama dia lihat.
"Biarin saja, bu. Mungkin teman lamanya." Jawab Runi.
"Bu dokter gak cemburu?" Tanya si ibu lagi.
"Belum kayaknya, bu." Jawab Runi yang terkekeh.
"Sabar - sabar ya, bu dokter. Dari dulu, pak Sekdes memang banyak fans nya. Bahkan ada dua perempuan yang ngelamar pak Sekdes duluan. Satu anak juragan beras desa sebelah, satunya lagi anak kontraktor yang tinggal di kecamatan." Cerita si ibu.
"Eh, iya bu? Saya malah baru denger. Pak Sekdes terkenal juga ya." Kata Runi.
"Iya bu dokter, Pak Sekdes emang terkenal, ganteng, rajin, baik, soleh lagi. Beritanya saja sampe mana - mana. Tapi sayangnya, pak Sekdes menolak mereka berdua. Gak cuma mereka berdua sih, banyak gadis yang sudah di bikin patah hati sama pak Sekdes." Si ibu kembali bercerita. Sementara Runi hanya bisa tersenyum sambil menulis resep obat.
"Ibu, ini resepnya tolong serahkan ke Ica di ruang sebelah, ya. Semoga lekas sehat." Ujar Runi.
"Terima kasih ya, bu dokter. Semangat ya bu dokter, jangan mau kalah sama pelakor." Kata si ibu sembari berlalu meninggalkan ruangan Runi.
"Bu dokter, itu ada orang puskes yang lagi kunjungan rutin." Ica memberi tau Runi.
"Loh, beda? Bukan bu Aminah? Kirain pasien." Jawab Runi.
"Sepertinya di gantikan sama bu Levi." Kata Ica.
"Temennya Mas Abi? Kelihatannya akrab banget." Tanya Runi.
"Eee itu, anu bu dokter....." Ica menggaruk - garuk tengkuknya yang tak gatal. Ia bingung harus bilang apa dengan Runi.
"Fansnya?" tanya Runi yang di jawab gelengan oleh Ica.
"Oh, berarti mantan pacar." Tebak Runi yang mendapat anggukan ragu dari Ica.
"Yaudah, biarin nunggu. Saya mau selesaikan periksa dua pasien ini dulu." Kata Runi.
"Iya, bu dokter."
"Oh iya, Ca. Tolong di kasih minuman, biar lebih asyik ngobrolnya." Titah Runi yang hanya mendapat anggukan dari Ica.
"Haduh Mas Abi, nggolek molo wae kowe Mas! (Haduh Mas Abi, cari masalah saja kamu, Mas!)." Lirih Ica sembari meninggalkan ruangan Runi.
Runi sendiri tampak sibuk memeriksa pasien, walaupun sesekali melirik ke arah Abi dan Levi. Entah apa yang di bicarakan, namun Levi terlihat antusias dan senang. Melihat tatapan Levi ke Abi yang berbeda, seperti ada sesuatu, membuat Runi kesal sendiri.
Runi sendiri tampak sengaja berlama - lama memeriksa dua pasien terakhir, hingga Abi menghampirinya.
"Dek, masih lama?." Tanya Abi yang mendekat pada Runi.
"Tolong tunggu di luar ya, pak Sekdes. Saya sedang memeriksa pasien." Jawab Runi tanpa menoleh ke arah Abi.
"Loh, dek?" Abi sedikit terkejut dengan jawaban Runi. Gadisnya belum pernah seketus itu.
Aura berbeda langsung terasa saat Runi melirik ke arah Abi yang tak bergerak dari tempatnya berdiri. Tak hanya Abi, pasien yang di periksa Runi pun menjadi bergidik ngeri melihat tatapan tajam Runi.
"Ok! Mas tunggu di luar, kamu lanjutkan saja periksanya, dek." Kata Abi yang menyadari arti tatapan Runi.
Runi pun melanjutkan pemeriksaannya hingga selesai. Pada akhirnya, ia dengan enggan harus menghampiri Abi dan Levi yang kembali mengobrol.
"Siang dok, saya Levi yang akan menggantikan bu Aminah untuk kunjungan rutin setiap dua minggu sekali." Levi mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Selamat siang, bu. Saya Arunika, dokter yang sedang pengabdian di desa ini." Runi menjabat tangan Levi dengan Ramah.
Runi kemudian mengajak Levi melihat sarana dan stok obat - obatan. Runi sendiri sudah meminta Ica mencatat apa saja keperluan balai kesehatan untuk di serahkan pada pihak puskesmas.
Tak lama, hanya sekitar sepuluh menit karena Runi pun tak ingin berlama - lama. Dokter cantik itu menjawab dengan singkat dan jelas setiap pertanyaan dari Levi.
Jika dengan bu Aminah ia betah berlama - lama, tetapi tidak kali ini. Sikap Levi yang cenderung arogan juga membuat Runi tak betah berlama - lama mengobrol dengannya.
"Sudah, dek? Kita jadi pergi?" Tanya Abi pada Runi yang masih bersama Levi juga seorang rekannya.
Levi sendiri terlihat terkejut saat Abi berbicara lembut dengan Runi. Hal yang tak pernah ia dapatkan selama berpacaran dengan Abi dulu.
Abi yang ia kenal adalah pria yang cenderung kaku dengan pasangan dan sama sekali tidak romantis. Pria itu sangat sibuk dengan pekerjaannya, hingga untuk menghabiskan waktu bersama saja, sangat sulit rasanya.
"Sabar ya, pak Sekdes, tamu saya masih di sini." Jawab Runi.
"Dek, pinjam laptopmu, Mas mau lihat pekerjaan sebentar." Pinta Abi.
"Temui Ica saja pak Sekdes. Laptop saya ada di Ica." Jawab Runi. Kali ini Abi benar - benar kebingungan dengan sikap Runi yang berbeda.
Abi pun akhirnya menemui Ica di ruang obat - obatan.
"Ca, Runi kenapa sih?" Tanya Abi pada sepupunya itu.
"Njenengan mboten sadar ta, Mas? (Kamu gak sadar ta, Mas?)" Ica justru balik bertanya.
"Ada apa? Runi lagi haid?" Tanya Abi dengan dahi berkerut.
"Peka dikit dong, Mas. Mbak Runi tuh lagi cemburu karna Mas tadi ngobrol sama mantan kok asyik banget." Jelas Ica.
"Loh, iya to? Padahal biasa aja kok." Kata Abi yang kebingungan.
"Mboh lah, Mas. Jadi orang kok gak peka banget." Gerutu Ica.
"Mas gak lihat, gimana berbinar - binarnya bu Levi ngobrol sama Mas? Mas gak sadar, gimana cara dia natap Mas?" Imbuh Ica yang di jawab gelengan oleh Abi.
"Tuh kan. Makanya peka, Mas. Jangan Pekok (bodoh)." Omel Ica.
Sungguh, Abi memang sama sekali tak memperhatikan bagaimana cara Levi berbicara atau menatapnya. Abi sendiri justru lebih sering melihat ke arah Runi yang tampak sibuk.
"Kamu ya, yang kasih tau Runi kalau Levi mantanku?" Tebak Abi.
"Aku gak ngasih tau, ya. Mbak Runi yang nebak sendiri. Aku cuma ngangguk aja." Jawab Ica.
"Sama aja, Ica!" Kata Abi sambil mencubit gemas pipi sepupunya itu.
up yg banyak dooong 🙏🏻🙏🏻🙏🏻