Laura, adalah seorang menantu yang harus menerima perlakuan kasar dari suami dan mertuanya.
Suaminya, Andre, kerap bertangan kasar padanya setiap kali ada masalah dalam rumah tangganya, yang dipicu oleh ulah mertua dan adik iparnya.
Hingga disuatu waktu kesabarannya habis. Laura membalaskan sakit hatinya akibat diselingkuhi oleh Andre. Laura menjual rumah mereka dan beberapa lahan tanah yang surat- suratnya dia temukan secara kebetulan di dalam laci. Lalu laura minggat bersama anak tunggalnya, Bobby.
Bagaimana kisah Laura di tempat baru? Juga Andre dan Ibunya sepeninggal Laura?
Yuk, kupas abis kisahnya dalam novel ini.
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29.
"Seindah mimpi yang ingin diraih, hayal melambung diantara mega.
Berharap semoga ini cinta yang terakhir
Bersamamu menua, meniti harapan."
Ketika Laura turun, semua sudah menunggu di meja makan. Laura, mengulas senyum dibibirnya, malu-malu pada semua orang.
"Maaf ya, telat bangun. Semua jadi menunggu," ucap Laura menatap hidangan diatas meja. Ada sesal dihatinya karena tidak turut menyiapkan hidangan itu.
"Tidak apa sayang. Semua terlambat bangun kok. Mari kita berdoa dulu, sebelum makan." Mark memimpin doa makan pagi. Setelah itu masing-masing menikmati makanannya dalam diam.
Suasana makan pagi itu terasa hening. Karena semua fokus menikmati makanannya. Laura sesekali mengedarkan senyumnya. Meladeni Mark juga anak-anaknya makan. Mengambilkan lauk atau nasi.
"Pah, Mah, Carry nanti ke rumah teman dulu, ya. Ada tugas sekolah yang harus diselesaikan." Carry minta izin pada Mark dan Laura.
"Jam berapa biar, Mama yang antar," sahut Laura.
"Gak usah, Ma. Rumahnya dekat kok,"
"Bukannya ini hari libur sekolah, Carry?" celetuk Mark.
"Iya, Pah. Tapi, ini tugas kelompok dan besok harus dikumpulkan."
"Kenapa gak kumpul disini saja? Biar nanti mama siapin camilanya." Laura memberi ide.
"Ah, gak usah ma, kapan-kapan ajalah itu. Nanti Mama capek, iya 'kan Pah?" Carry menatap Mark papanya, seraya mengedipkan matanya.
Mark tersenyum mendengar jawaban Carry serta kedipan matanya. Lalu beralih memandang ke arah, Laura. Ingin melihat reaksi istrinya. Laura hanya tersenyum saat bersua mata dengan, Mark.
"Okelah, sayang. Mama tunggu khabarnya nanti." Laura berdiri menyusun piring kosong di atas meja.
"Mama, biar bibi saja yang lakukan itu." tegur Carry. Melarang Laura membereskan meja makan.
"Tidak apa, Carry. Mama bantu-bantu aja, kok. Anggap hukuman mama karena telat bangun." kekeh Laura,
"Sudah, sayang. Nanti Bi Surti ngambek, karena merasa pekerjaannya diserobot." Mark menegur dengan halus.
"Eh, Non Laura, kenapa peralatan makannya dibereskan? Itu tugas bibi lho." Bi Surti jalan tergopoh- gopoh menghampiri, Laura.
Laura terkejut, melihat Bi Surti yang setengah marah.
"Kubilang juga apa, sayang." Mark menahan senyumnya.
"Maaf ya, Bi. Cuma merapikan saja, kok."
"Iya, non Laura. Tapi, lain kali gak usah ya, itu tugas Bibi."
"Okelah Bi."
"Pa, mama buatkan kopi, ya?" alih Laura.
"Iya, sayang. Bawa ke kamar kerjaku, ya." Mark beranjak masuk kekamar kerjanya di lantai atas.
"Ibu mau Laura buatkan susu?" tanya Laura pada ibunya.
"Tidak usah, ibu mau ke teras saja mandi sinar matahari." Tolak Bu Rianti.
Akhirnya Laura pergi ke arah dapur untuk menyeduh kopi untuk Mark.
Laura mengetuk pintu ruang kerja , Mark. terdengar sahutan menyuruh masuk. Laura memasuki kamar kerja Mark. Laura melihat Mark tengah duduk santai di balkon, menghadap taman.
Ini, Pah." Laura meletakkan gelas kopi yang masih mengepul diatas meja.
"Sini, duduk mah." Mark meraih tubuh Laura untuk duduk disampingnya. Lengannya memeluk bahu, Laura.
"Mama pengen kita bulan madu kemana? Biar kita buat rencana, liburan." Mark menatap lekat wajah Laura.
"Apa harus pergi, Pah. Trus, anak-anak gimana?"
"Kan bisa ditinggal. Ada ibu dan bi Surti yang akan jaga. Atau, sekalian saja semuanya ikut, liburan keluarga." saran Mark.
"Anak-anak 'kan sekolah. Belum liburan."
"Kalau begitu, tunggu mereka liburan dulu, ya?" ucap Mark sedikit kecewa. Dikiranya Laura akan oke-oke saja diajak berbulan madu. Eh, gak taunya anak-anak jadi alasan.
"Kalau bulan madu itu 'kan bisa saja dilakukan kapan saja. Kasihan harus mengorbankan anak-anak," ucap Laura lembut. Memainkan jemari suaminya dipangkuannya, "Aku hanya tidak tega saja, Pa. Mana Carry, mau ujian kelulusan lagi."
Hem, iya juga sih. Makasih ya, telah begitu perhatian dengan masa depan, Carry. Jadi bulan madunya diundur. Gak papa?"
"Kan tiap hari juga bisa, dirumah." kekeh Laura menggoda Mark. Mark ngakak mendengar gurauan istrinya.
"Sudah pintar menggoda, ya? Dasar nakal." Mark menarik tubuh istrinya kedalam pelukannya. Berusaha menciumnya, tapi Laura berusaha juga menghindar hingga membuat Mark, makin gemas dengan ulah manja istrinya.
Laura menggelinjang geli, saat bibir suaminya menempel di lehernya. Mark berusaha menaklukkan istrinya. Baru juga, mau menc**m istrinya karena berhasil ia kungkung dibawah tubuhnya tiba- tiba terdengar ponselnya memanggil.
Mark, berhenti sejenak tapi akhirnya mengabaikan deringan ponsel itu.
"Kenapa gak diangkat, Pa?"
"Ah, biarin saja. Palingan iseng saja, tau aku lagi sibuk dengan istri," jawab Mark konyol. Mark mau melanjutkan lagi permainannya yang terjeda.
Namun, deringan ponsel itu terdengar lagi. Mau tak mau dia bangkit juga menuju meja kerja tempat dia tadi meletakkan ponselnya.
Laura yang tadinya terbaring di sofa, bangkit mengikuti suaminya.
"Halo...." sapa Mark saat melihat nama temannyalah yang tertera di layar ponsel.
"Halo.... Pasti kamu lagi garap bini lo, ya. Makanya panggilanku diabaikan. Dasar kamu, Nyet!" Mark menjauhkan ponsel itu dari telinganya saat mendengar makian dari seberang.
"Hahaha.... Apakabar kawan. Horas, bah!" Mark menyapa sahabat kentalnya, Tagor, yang saat sekarang lagi di luar negeri belajar.
"Horas, kawan! Cemmana kau ini. Menikah diam-diam tidak mengundang awak. Tiba-tiba ada berita viral diposting si Tiur kamu sudah menikah. Seperti apa bini kau itu, bisa-bisanya mencairkan gunung es di hati kau itu." Tagor sahabat Mar menjejali kuping Mark rentetan tanya.
"Ah, biasa aja kawan. Sorry, aku tidak undang , karena kau 'kan lagi di negeri si Paman Sam!" jawab Mark meniru logat Tagor.
"Ah, banyak cakap kau, bah. Kan bisa aja kau undang. Soal datang atau tidak datang itu perkara lain. Minggu depan aku sudah pulang. Kenalkan istri kau sama aku." tantang Tagor ngakak keras.
"Siap kawan, jangan lupa bawa oleh- oleh."
"Oleh-oleh pula yang kau minta, bah! Doakan dulu biar awak tiba dengan selamat di tanah air."
"Udah, jelas kawan, sepaketnya itu." kekeh Mark menimpali candaan sobatnya.
"Oke, aku bawapun oleh-oleh. Tapi bukan untuk kau, untuk binimu itunya. Heran awak pelet apa yang dia kasih sama kau, sampai kau mau menikahinya."
"Hahaha.... ! Arsik ikan Mas kawan. Biniku jago masak ikan kesukaanmu itu.
" Ai boru batak do haroa, istrimu itu, kawan?"
"Iya, kawan. Boru Pasaribu,"
"Bah, itokku do hape ripemi. Hahaha.... Okelah, kawan. Selamat buat kau, ya. Semoga rumah tangga kamu sampai saur matua. Horas.
"Siapa, Pa? Aneh kali cara kalian ngomong. Saling bentak gitu." sela Laura setelah panggilan itu berakhir.
"Tagor, ma. Sahabat masa aku kuliah. Dia marah-marah karena tidak aku undang di resepsi pernikahan kita."
"Kenapa gak Papa, undang?"
"Dia lagi belajar di negeri Paman Sam. Ternyata minggu depan dia mau pulang. Dia lihat foto kita diposting teman."
"Oh, sepertinya orangnya ramai. Suka buat lelucon."
"Iya, Ma teman Papa paling gokil itu. Hatinya baik, biarpun bawaannya kasar."
Laura manggut-manggut mendengar cerita suaminya tentang sahabatnya yang suku batak, sama seperti dirinya. Kebetulan sekali, mereka juga semarga.
Mark sendiri adalah keturunan darah campuran Manado dan Jawa. Dia sudah paham sedikit-dikit bahasa batak.
Merantau ke tanah Batak, karena pekerjaannya sebagai kontraktor. Sejak lima belas tahun yang lalu.*****
Catatan.
Arsik ikan Mas: salah satu masakan khas Batak. Ikan yang dimasak dengan bumbu khas batak.
Ai boru batak do haroa : Orang Batak ya rupanya.
Boru Pasaribu: jenis salah satu marga suku Batak.
Itokku do hape ripemi: saudariku rupanya istrimu itu.( karena pertalian satu marga)
Saur Matua: sampai tua.
Horas: ucapan salam khas orang Batak.