Zhang Xuanye, seorang pemuda desa, mendapatkan penunjuk takdir yang menghubungkannya dengan tahta Kaisar Giok, penguasa langit. Dalam perjalanannya untuk mengklaim kekuasaan tersebut, ia menghadapi berbagai ancaman dan mengungkap rahasia kelam. Dengan bantuan teman dan kekuatan baru, Zhang Xuanye berjuang untuk menyatukan dunia manusia dan ilahi.
Saya usahakan double up tiap weekend bilamana ada waktu lebih. Sekian, terima kasih🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yogasurendra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gunung Langit Utara
Mereka telah sampai di kaki gunung Langit Utara. Biksuni Fengqing memandang langit yang tertutupi oleh awan putih merupakan puncak dari gunung.
"Salah satu gunung dewa di alam manusia dan menjadi tempat ketika Yang Mulia Kaisar Zhongtian Dijing sang pelindung umat manusia dahulu menginjakkan kakinya di dunia ini,"ucap biksuni Fengqing menganggumi gunung tersebut.
Biksuni Fengqing menatap langit yang tampak tak berujung, puncak Gunung Langit Utara tersembunyi di balik awan putih tebal. Awan-awan itu bergerak perlahan, seperti ombak lautan yang tenang, menciptakan suasana agung dan sakral. Udara di sekitar gunung itu dingin dan murni, membawa keheningan yang hanya bisa dirasakan di tempat-tempat terpencil seperti ini.
"Salah satu gunung dewa di alam manusia," kata Biksuni Fengqing dengan suara lembut namun penuh kekaguman. "Di sinilah Yang Mulia Kaisar Zhongtian Dijing, pelindung umat manusia, pernah menginjakkan kakinya di dunia ini. Tempat ini masih menyimpan kekuatannya."
Zhang Xuanye, yang berdiri di sebelahnya, menatap ke atas gunung dengan tatapan penuh keraguan dan rasa ingin tahu. Hatinya bergetar, tak hanya karena keindahan pemandangan di depan mata, tetapi juga karena legenda yang mengelilingi Gunung Langit Utara. Sejak awal perjalanannya, ia telah mendengar cerita tentang para dewa yang pernah turun ke dunia manusia, meninggalkan jejak kekuatan ilahi di tempat-tempat tertentu. Namun, sekarang ia berada di tempat itu sendiri, dan kekuatan misterius dari gunung ini terasa begitu nyata.
"Apakah kita benar-benar akan mendaki sampai ke puncak?" tanyanya dengan suara yang dipenuhi kegelisahan. "Tempat ini terasa... seperti berada di luar jangkauan kita."
Biksuni Fengqing tersenyum tipis, matanya tetap fokus pada gunung di hadapan mereka. "Tidak semua orang bisa mendaki Gunung Langit Utara sampai ke puncaknya," katanya pelan. "Namun, kau bukan orang biasa, Xuanye. Takdirmu telah membawamu ke sini. Ada sesuatu yang menantimu di atas sana, sesuatu yang mungkin hanya bisa kau temukan di tempat ini."
Xuanye terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Biksuni Fengqing. Ia tahu bahwa perjalanannya sejauh ini telah dipenuhi dengan cobaan dan ujian, dan setiap langkah yang ia ambil membawa dirinya lebih dekat pada tujuan akhir—menjadi Kaisar Giok, pemimpin tertinggi yang akan melindungi dunia manusia dari ancaman kegelapan. Tapi mendaki gunung ini, tempat yang dikenal sebagai tempat para dewa bersemayam, terasa seperti langkah yang jauh lebih besar dari yang pernah ia bayangkan.
"Mari kita mulai perjalanan ini," kata Xuanye akhirnya, menguatkan hatinya. "Apa pun yang menunggu di atas sana, aku siap menghadapinya."
Biksuni Fengqing mengangguk dengan lembut, lalu mulai berjalan menuju jalur sempit yang menanjak di kaki gunung. Xuanye mengikuti di belakangnya, napasnya perlahan menjadi teratur seiring langkah demi langkah mereka mendaki jalur berbatu itu. Angin dingin berhembus, menggoyangkan pepohonan dan rerumputan di sekitar mereka. Suara gemericik air dari sungai kecil yang mengalir di samping jalur tersebut menambah kedamaian pada perjalanan mereka.
Perjalanan mereka tidak mudah. Jalur yang mereka tempuh semakin menanjak, bebatuan menjadi lebih curam, dan udara semakin tipis. Namun, Biksuni Fengqing terus melangkah dengan tenang, sementara Xuanye, meski merasa lelah, tidak pernah mengeluh. Setiap langkah yang diambilnya membawa ia semakin dekat pada puncak gunung, dan dalam hatinya, ia merasakan kekuatan yang semakin kuat. Ini bukan hanya kekuatan fisik, tapi juga kekuatan spiritual yang mengalir di udara sekelilingnya.
Setelah beberapa jam pendakian, mereka tiba di sebuah dataran luas yang dikelilingi oleh bebatuan besar. Di depan mereka, sebuah gerbang batu kuno berdiri kokoh, dengan pahatan simbol-simbol ilahi yang berkilauan samar di bawah cahaya redup matahari sore.
"Gerbang ini adalah batas antara dunia manusia dan dunia para dewa," kata Biksuni Fengqing dengan suara pelan namun penuh khidmat. "Hanya mereka yang benar-benar dipilih oleh takdir yang bisa melangkah melaluinya."
Xuanye merasakan jantungnya berdebar kencang saat ia menatap gerbang itu. Ia tahu bahwa ini adalah momen yang sangat penting dalam perjalanannya. Ia harus membuktikan dirinya layak untuk melangkah lebih jauh.
"Bagaimana aku bisa melewati gerbang ini?" tanyanya dengan nada serius.
Biksuni Fengqing memandangnya dengan lembut. "Kau harus membiarkan hatimu menjadi pemandu. Gunung ini tidak hanya menguji kekuatan fisik, tetapi juga kebijaksanaan dan kedalaman jiwamu. Hanya dengan keyakinan penuh dan hati yang tulus kau bisa melangkah melewati gerbang ini."
Xuanye menatap gerbang itu, merasa kekuatan misterius yang mengalir dari dalamnya. Ia tahu bahwa ini bukan hanya tentang keberanian atau kekuatan, tetapi tentang pemahaman yang lebih dalam tentang dirinya sendiri. Dengan napas dalam, ia menenangkan pikirannya dan memfokuskan hatinya. Ia mengingat semua pelajaran yang ia terima sepanjang perjalanan—tentang kesabaran, ketulusan, dan pengorbanan. Perlahan, ia merasakan kedamaian dalam hatinya, seperti air tenang di sebuah danau yang dalam.
Dengan langkah mantap, ia melangkah menuju gerbang batu itu. Saat kakinya menyentuh lantai di depan gerbang, sebuah getaran halus terasa di seluruh tubuhnya, seolah-olah gunung itu sendiri merespons kehadirannya. Xuanye tidak berhenti; ia terus melangkah dengan hati yang tenang dan pikiran yang jernih.
Saat ia melewati gerbang, sebuah cahaya lembut mengelilingi tubuhnya, seolah-olah ia disambut oleh energi suci yang telah menunggu kehadirannya. Biksuni Fengqing tersenyum melihat Xuanye berhasil melewati gerbang itu tanpa kesulitan. Dalam hati, ia tahu bahwa Xuanye telah berkembang pesat dalam perjalanan spiritualnya.
Setelah melewati gerbang, mereka melanjutkan pendakian, kali ini dengan langkah yang lebih mantap. Udara di sekitar mereka menjadi semakin murni, dan suasana berubah menjadi lebih sakral. Di kejauhan, Xuanye bisa melihat puncak gunung yang akhirnya mulai tampak di balik awan. Namun, puncak itu tidak kosong. Ada sebuah kuil kuno berdiri megah di sana, dikelilingi oleh aura cahaya yang menakjubkan.
"Kuil ini adalah tempat Yang Mulia Kaisar Zhongtian Dijing pertama kali turun ke dunia manusia," jelas Biksuni Fengqing saat mereka semakin dekat. "Di sini, dia meninggalkan jejak kekuatannya sebagai pelindung umat manusia. Hanya mereka yang benar-benar terpilih yang bisa masuk dan merasakan kekuatan itu."
Xuanye terdiam, hatinya dipenuhi dengan perasaan kagum dan rendah hati. Di depan kuil itu, ia merasa seolah-olah ia telah mendekati sesuatu yang jauh lebih besar daripada dirinya sendiri—sebuah kekuatan ilahi yang melampaui segala hal yang ia ketahui.
Saat mereka tiba di depan pintu kuil, Xuanye merasakan getaran aneh di udara. Pintu kuil itu terbuka perlahan, seolah-olah mengundang mereka untuk masuk. Xuanye menatap Biksuni Fengqing dengan pandangan penuh pertanyaan.
"Inilah saatnya," kata Biksuni Fengqing dengan tenang. "Masuklah, Xuanye. Di dalam, kau akan menemukan apa yang selama ini kau cari."
Dengan hati yang penuh harapan dan tekad, Xuanye melangkah masuk ke dalam kuil kuno itu. Cahaya di dalamnya lembut dan hangat, menyelimuti tubuhnya seperti pelukan kasih sayang dari kekuatan yang tak terlihat. Di tengah-tengah ruangan, sebuah altar batu berdiri megah, dan di atasnya, terletak sebuah pedang kuno yang berkilauan dengan cahaya ilahi.
Xuanye terdiam, matanya terpaku pada pedang itu. Ia tahu bahwa inilah saat yang telah ia nantikan—saat di mana ia akan menerima kekuatan yang akan membantunya melindungi umat manusia dari kegelapan yang mendekat.