Terlahir dari keluarga yang serba berkecukupan bahkan tanpa kekurangan adalah impian dari seluruh anak yang ada di dunia, sebuah keberuntungan yang didapatkan 5 anak kembar keluarga Jiang.
Keluarganya merupakan pemilik perusahaan besar yang bergerak dalam industri perumahan dan juga perdagangan secara global. Memiliki koneksi dengan beberapa perusahaan besar dan beberapa negara mambuat perusahaan tersebut sangat maju.
Tapi dibalik segala kejayaan perusahaan keluarga Jiang tersebut, banyak rahasia kelam yang terselubung dibaliknya, perlahan satu-persatu rahasia tersebut mulai terkuak saat yang tertua dari Jiang Twins belajar mengambil alih perusahaan.
Sang tertua menelusuri perlahan segala celah rahasia lalu menceritakan semua informasi yang didapatinya kepada keempat kembarannya yang lain. Banyak kejutan-kejutan yang membuat mereka berlima hampir beberapa kali berpisah atau berpencar saat bersama-sama menguak berbagai rahasia tersebut.
tertarik dengan ceritanya? Yuk mampir!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sweety Pearl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Musuh Daxia.
❁ Happy Reading ❁
Saat mengetahui Qinling dan Wenhua yang keluar pergi latihan Daxia berniat pergi keluar juga, hanya sekedar berkeliling mencari udara segar tanpa ingin melakukan perbelanjaan apapun. Diliriknya jam dinding besar yang ada di ruang tamu menunjukkan hari mendekat sore.
Gadis itu langsung berlari naik ke atas menuju ke kamarnya Guotin hanya mengintip singkat melihat ke arah mana adiknya itu pergi lalu meneruskan kegiatannya, Daxia membongkar lemari mencari hoodie panjangnya lalu mengenakannya.
Mengambil dompet dan kunci mobil langsung berlari turun lagi sambil memasukkan dompet juga ponsel dalam tas kecil yang dibawanya. "Guotin gua mau keluar bentar ya,"
Guotin melirik ke ruang tamu Desya sedang membuka-buka rak sepatu seperti biasa mencari sendal hariannya, Guotin hanya berdehem mengizinkan adik bungsunya itu keluar sejenak.
Dengan tergesa seperti mengejar sesuatu tapi sebenarnya tidak ada apapun yang membuatnya terdesak memang hanya pribadinya yang suka tergesa-gesa, setelah membuka pintu garasi hingga naik sepenuhnya mesin mobil langsung dinyalakannya.
Menunggu lima menitan kakinya langsung menginjak gas mengarahkan mobil keluar dari garasi melewati jalanan halaman rumah sebelum keluar melewati pagar pelengkung.
Kecepatan mobil Daxia lumayan tinggi mengebut di jalanan siang hari kota Beijing yang cukup ramai, tanpa arah tujuan yang jelas Daxia membiarkan nalurinya membawanya melewati setiap jalanan dan tikungan.
Hingga ia kepikiran untuk singgah di sebuah cafe yang seingatnya baru saja buka beberapa bulan yang lalu, Daxia memutuskan tempat itu akan menjadi tujuannya dan langsung diinjaknya gas semakin dalam menuju ke cafe tersebut.
Setibanya di sana dalam waktu kurang dari tiga menit Daxia memarkirkan mobilnya dekat dengan pintu masuk agar tidak terlalu jauh saat masuk dan pulang, keadaan cafe lumayan ramai dipenuhi remaja bersama teman-temannya yang terlihat sebaya dengannya.
Seketika Daxia merasa sedih karena mengingat masa remajanya di sekolah menengah atas saat itu sangatlah kelam, tidak ada gadis remaja manapun yang mau mendekatinya karena ia terus-terusan diikuti saudaranya yang lain.
Saat itu mereka menganggap Daxia dan saudaranya adalah saudara kembar yang berdarah angkuh karena melihat warna rambut dan mata mereka yang berwarna merah seperti baru Ruby, beberapa kali Daxia ingin bergaul tapi tidak ada siapapun yang terbuka padanya hingga akhirnya ia pun memilih untuk berteman dengan saudara dan sepupunya yang lain yang juga satu sekolah.
Menepis jauh-jauh ingatan buruk tersebut Daxia langsung berjalan memesan beberapa menu makanan ringan dan dua jenis minuman matcha, setelah membayar ia naik ke lantai dua yang kata barista di atas masih banyak kursi kosong.
Benar saja di atas tidak terlalu ramai hanya diisi remaja pria yang fokus menatap layar komputer, menurut Daxia mereka adalah remaja kuliahan dan sekarang ia teringat dengan impiannya setelah lulus sekolah ingin berkuliah di tempat yang sama dengan empat saudara kembarnya.
Lagi lagi Daxia menepis segala pikiran yang mengacaukannya dan langsung mengambil tempat duduk yang berada di pojokan, mengarahkan langsung ke pemandangan jalanan yang ramai Daxia menopang wajahnya dengan sebelah tangan menatap keluar.
Karena tidak tau ingin melakukan apapun jadinya ia hanya menghitungi satu persatu mobil yang lewat hingga tatapan matanya menangkap sesuatu, seorang gadis berambut keriting panjang sepunggung berwarna kecoklatan.
"Itu bukannya Fangyin?"
Fangyin seorang gadis yang dulu sewaktu sekolah selalu mencari masalah dengannya dan Jiayi, mulai dari menjahili hingga menantang mereka berdua berkelahi. Daxia tidak pernah menanggapi Fangyin dengan serius tapi Jiayi yang kesabarannya setipis tisu selalu terbakar saat melihat wajahnya.
Gadis itu terlihat sedang mondar-mandir di trotoar, beberapa detik Daxia memperhatikannya gadis itu berjalan masuk ke cafe ia berada sekarang. Daxia berdoa berharap kalau Fangyin tadi tidak melihatnya sama sekali.
Seorang pelayan datang membawa pesanannya lalu menghampiri tempat duduknya, selang beberapa detik Fangyin muncul dari tangga sambil melihat sekeliling dan saat melihat keberadaan Daxia ia langsung berjalan cepat menghampirinya.
Pelayan yang mengantarkan pesanan Daxia diusirnya agar segera pergi setelah pelayan benar-benar pergi Fangyin tersenyum lebar menatap Daxia sambil perlahan duduk di kursi hadapannya, dalam hati Daxia sebisa mungkin menahan kemarahannya agar tidak terjadi keributan.
"Masih hidup ternyata lu, Jiang Daxia." ucapnya tiba-tiba, tangannya hendak mengambil makanan milik Daxia tapi tentu saja Daxia menghalanginya dengan menepuk tangannya cukup kuat.
"Lu pikir gua bakalan mati setelah lulus sekolah?"
Fangyin terkekeh mendengar jawaban dari Daxia yang menurutnya terkesan memaksa melawan. "Gua hanya bercanda, Daxia. Jangan bersikap memaksa melawan seperti itu ya cantik nggak cocok sama image lu yang hanyalah gadis polos yang bersembunyi di belakang kekuatan empat kembarannya,"
Daxia masih berusaha menahan amarahnya agar tidak menimbulkan keributan Fangyin tersenyum miring melihat ekspresi geram yang tertahan dari Daxia.
"Kenapa lu tiba-tiba nyamperin gua di sini? Mau apa lu?"
Bukannya menjawab pertanyaan dari Daxia Fangyin malah menarik kursi di depannya dan duduk di sana, tidak mengatakan apapun hanya menatap wajah Daxia.
Fangxi datang membawa sebuah paper bag kecil dengan senyuman yang lebar karena isi dari bawaannya adalah hadiah kecil yang ingin diberikannya ke Daxia, saat sampai di lantai dua cafe melihat pemandangan Daxia duduk dengan seorang gadis yang membalakangi arahnya Fangxi langsung menghampiri.
Karena sudah tau siapa gadis yang duduk di depan Daxia tersebut kerah baju gadis itu langsung ditariknya hingga Fangyin kaget dengan kejadian itu, Fangxi terus menariknya memaksanya untuk berdiri.
Fangyin berbalik langsung melayangkan kepalan tangannya hendak menghantam wajah orang yang berani-beraninya menariknya, beruntung Fangxi memiliki reflek yang tinggi jadinya pukulan tadi sempat dihindarinya.
"Fangxi." lirih Fangyin saat melihat siapa yang ada di hadapannya sekarang.
Fangxi melepaskan cengkraman tangannya pada kerah Fangyin lalu mendorongnya agar menjauh dari meja makan Daxia, dengan terpaksa akhirnya Fangyin beranjak pergi begitu saja menghiraukan pandangan pengunjung lain yang menatap ke arahnya.
"Udah berapa lama si bajingan itu duduk di sini?" Fangxi bertanya dengan suaranya yang terdengar menggertak, Daxia diam menelan salivanya.
"Baru aja." jawabnya lirih.
"Mulai sekarang gua gak bakalan beri lu izin buat keluar sendirian harus ada salah satu antara gua, Guotin, Qinling, atau Wenhua yang menemani lu. Jiayi juga boleh tapi yang pasti gua gak bakalan izinkan sedetik pun lu melangkah keluar rumah sendirian."
Daxia tidak bisa protes apapun mendengar larangan Fangxi ia hanya mengangguk menuruti lagi pula ini demi keamanan untuknya juga, Fangyin pernah terlibat kasus perkelahian dengan sekelompok pemuda di dekat perumahannya dan itu membuatnya masuk penjara beberapa bulan.
Mengingat kejadian ini membuat Fangxi semakin yakin untuk mempertegas penjagaan Daxia sewaktu di luar rumah, sejak di bangku menengah atas Fangyin dan beberapa rekan sekelompoknya memang suka mencari masalah dengan ZIANJIAXI, terutama Daxia dan Jiayi.
Untuk menghibur adiknya yang langsung merasa tidak mood Fangxi mengulurkan paper bag yang dibawanya di depan Daxia, Daxia mengangkat kepalanya mengerjap beberapa kali menatap ke Fangxi yang sekarang duduk di hadapannya.
Paper bag diambilnya dan langsung dibuka mencari tau isi darinya, isinya adalah sebuah replika Colloseum yang berada di Roma, Itali. Replika bangunan bundar dengan beberapa bagian yang sudah runtuh itu berada dalam kotak kaca yang tatakan bawahnya berupa kayu dengan ukiran nama 'Jiang Daxia' dalam tulisan mandarin.
Colloseum adalah tempat pertama yang Daxia kunjungi sewaktu melakukan penerbangan pertama ke luar negeri, baginya perjalanan waktu itu sangat mengesankan memberikan pengalaman yang menakjubkan.
Daxia terlonjak senang melihat pemberian Fangxi sampai-sampai saking girangnya bangkit menghampiri kembarannya itu dan memeluknya dari samping dengan erat. "Makasih makasih makasih banyak, Fangxi gege."
Fangxi tersenyum membalas pelukan adiknya dan mengelus kepalanya dengan lembut terlebih mendengar Daxia memanggilnya dengan sebutan 'gege' yang di mana panggilan tersebut sangat jarang ia gunakan memanggil saudaranya yang lain.
❁ See You In The Next Part ❁