Setelah ibunya tiada, Zareena hampir dijadikan jaminan untuk melunasi utang-utang judi Sang Ayah.
Dia marah pada Ayahnya, tapi kasih sayang dalam hati Zareena jauh lebih besar, sehingga apapun akan Zareena lakukan untuk menyelamatkan sosok Ayah yang ia sayangi. Namun segala usaha Zareena pada akhirnya sia-sia, Ayahnya meninggal dan dia harus merelakan satu-satunya rumah peninggalan kedua orang tuanya jatuh ke tangan Sang bandar judi.
Saat itu, Zareena sudah putus asa dan hampir menyerah. Tapi takdir berkata lain, di tengah ketidak pastian akan hidupnya, Zareena justru terselamatkan oleh kehadiran Ethan, putra tunggal sekaligus pewaris keluarga Hawkins.
Siapa Ethan dan kenapa dia menolong Zareena? lalu bagaimana kisah keduanya berlanjut?. Yuk, baca kisah lengkapnya dalam novel ini.
Jangan lupa tinggalkan komentar dan like sebagai dukungan kamu, ya. Selamat membaca, terima kasih 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandyakala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pencarian 1
"Honey, apa kamu yakin akan berangkat ke sana?", tanya Vallen cemas.
Dini hari tadi Alden baru kembali ke apartemennya dan baru tadi pagi dia menceritakan kondisi darurat yang sedang dia urus kepada Vallen.
Vallen yang mendengar berita buruk dari Alden menangis, mengingat sepupunya yang masih hilang. Tangisan itu semakin menjadi ketika dia tahu sekarang suaminya akan berangkat ke Pulau X.
"Aku harus pergi ke sana, honey. Aku harus mencari dan menyelamatkan Ethan. Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja", Alden memeluk Vallen, dia berusaha menenangkan istrinya.
Punggung Vallen bergetar. Tangisannya semakin hebat. Meski dia cerewet dan terkadang galak pada Alden, tapi Vallen punya empati yang tinggi, dia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Alden.
"Kamu janji akan baik-baik saja dan selamat sampai di sana?", tanya Vallen di sela-sela tangisannya.
"Aku janji", jawab Alden pasti.
Alden paham kekhawatiran istrinya. Tapi saat ini dia tidak punya pilihan lain selain berangkat ke Pulau X.
"Jangan menangis lagi, ya. Doakan aku", Alden mengusap air mata Vallen dan menangkup pipi merona milik istrinya.
Vallen menganggukkan kepalanya dan berusaha tersenyum.
"Bagus. Kamu terlihat lebih cantik saat tersenyum", ucap Alden sambil membalas senyuman itu dengan ciuman.
Jam tujuh pagi, Alden berpamitan pada Vallen. Tak lupa dia berpesan untuk tidak mengabari Zareena dulu sebelum ada informasi dan perkembangan yang jelas dari proses pencarian Ethan.
Meskipun memakan waktu lebih lama, Alden memilih melakukan perjalanan darat. Sesekali dia berhenti untuk beristirahat.
Semalam setelah Alden menghubungi Rayden, dia juga segera menghubungi Mama Paula dan Papa Robin.
Alden mendengar Mama Paula menangis meraung-raung saat mendengar berita tentang putra semata wayangnya yang masih dinyatakan hilang.
Suara Papa Robin juga terdengar bergetar menahan kesedihan sekaligus terkejut dengan berita itu.
"Besok kami akan pulang ke kediaman Hawkins. Sementara waktu aku percayakan upaya pencarian Ethan padamu".
Ucapan Papa Robin terngiang-ngiang di telinga Alden. Lagi, air mata Alden menetes, mengingat sosok Ethan yang baru kemarin pagi dia jemput dan dia antar ke bandara.
***
"Nona, di depan ada Nyonya dan Tuan Besar", lapor Elis pada Zareena.
Sejak pagi, Zareena menghabiskan waktunya di taman belakang. Dia memilih untuk berkebun guna mengalihkan rasa cemasnya menunggu berita dari Ethan.
"Mama dan Papa datang. Ada apa?", batin Zareena.
Kedatangan Mama Paula dan Papa Robin memang selalu mengejutkan Zareena. Mereka tidak pernah mengabari, tapi Zareena senang dengan kedatangan kedua mertuanya itu.
"Ma, tolong kendalikan dirimu di depan menantu kita, ya", pesan Papa Robin pada istrinya.
Mama Paula mengangguk perlahan. Hatinya saat ini benar-benar sedih.
"Mama, Papa, selamat datang. Ini kejutan untukku", sambut Zareena dengan wajah cerah. Dia memeluk satu per satu mertuanya.
"Ya, ini kejutan untukmu. Kami merindukanmu, sayang", sambut Mama Paula dengan tersenyum.
"Bagaimana kabarmu, Nak?", tanya Papa Robin.
"Seperti yang Papa dan Mama lihat, aku sehat", jawab Zareena sumringah.
"Baguslah kalau begitu", ucap Papa Robin.
"Mama dan Papa pasti lelah, ayo beristirahat. Aku masuk sebentar untuk membawakan kudapan, ya", Zareena mengajak mertuanya untuk masuk ke ruang keluarga.
Mama Paula mengedarkan pandangannya. Dia memang sudah cukup lama tidak pulang ke mansion itu.
Mata Mama Paula berhenti pada foto Ethan yang masih menggantung di tempat yang sama.
"Ma, kendalikan dirimu", bisik Papa Robin yang melihat mata istrinya mulai berkaca-kaca.
Mama Paula segera menundukkan wajahnya, berusaha menyeka air mata yang sungguh sulit untuk dibendung.
Dibantu Elis, Zareena kembali membawa nampan berisi minuman dan makanan untuk mertuanya.
"Kamu jangan repot seperti ini, sayang. Kami bisa mengambilnya sendiri", kata Mama Paula.
"Tak apa, Ma. Maaf, aku hanya bisa menyajikan ini. Nanti aku siapkan makan siang untuk kita", janji Zareena.
"Terima kasih banyak, Nak. Papa nikmati ya minuman dan makanannya".
Papa Robin menunjukkan cangkir teh yang sudah siap dia seruput.
"Silahkan, Pa, Ma", Zareena menawarkan sajiannya.
"Oh ya, suamimu ...".
Papa Robin memberi kode pada Mama Paula untuk tidak melanjutkan ucapannya.
"Oh, Ethan sedang dinas ke Pulau X, Ma, Pa. Baru kemarin pagi dia berangkat", terang Zareena seolah mengerti maksud ucapan Sang Mama mertua yang tak usai.
"Berapa lama dia di sana?", tanya Papa Robin basa-basi.
"Satu bulan, Pa".
"Hmm ... lama juga ya. Baiklah, selama Ethan dinas di sana, Papa dan Mama akan tinggal di sini, boleh?", tanya Papa Robin lagi.
"Benarkah?. Aku akan senang sekali kalau ada Papa dan Mama di sini. Rumah ini tidak akan sepi lagi", jawab Zareena bersemangat.
Papa Robin dan Mama Paula tersenyum melihat respon menantunya yang belum mengetahui kondisi Ethan yang sebenarnya.
"Tapi, apa pekerjaan Papa dan Mama aman ditinggalkan selama itu?", tanya Zareena hati-hati.
Papa Robin tersenyum, "Jangan pikirkan pekerjaan kami. Sudah ada orang yang mengurusnya di sana".
"Iya, sayang. Pokoknya mulai hari ini kita tinggal bersama di sini, ya", imbuh Mama Paula.
Zareena menganggukkan kepalanya dengan bahagia. Setidaknya kalau ada Mama Paula dan Papa Robin, Zareena tidak akan sendirian. Begitu pikirnya.
***
Alden memarkirkan mobilnya di hotel yang sudah ia pesan. Di sana juga menjadi hotel tempat Rayden menginap.
"Bagaimana perjalananmu?", tanya Rayden yang sejak tiga puluh menit lalu menunggu kedatangan Alden.
"Cukup melelahkan, Tuan. Apa sudah ada informasi dari anak buah Anda?", tanya Alden to the point.
"Tadi pagi mereka mengirimkan ini padaku".
Rayden menunjukkan beberapa foto yang dikirimkan anak buahnya. Foto itu memotret beberapa potongan badan helikopter Hawkins.
"Apa Ethan dan awak lainnya sudah ditemukan?", tanya Alden lagi.
"Belum. Anak buahku masih menyisir tempat itu, bahkan area pencariannya diperluas", jawab Rayden.
Alden mengangguk-anggukkan kepalanya. Sebelum dia bertemu dengan Rayden di resto hotel, Alden sudah memerintahkan semua anak buahnya untuk membantu pencarian tersebut.
"Bagaimana bisa helikopter itu jatuh?", tanya Rayden serius.
"Entahlah. Mungkin karena cuaca buruk. Informasi dari menara pengawas menyebutkan kemarin siang cuaca di sini buruk, bahkan jalur telekomunikasi mereka pun sempat rusak", terang Alden.
Rayden tampak berpikir tentang sesuatu.
"Tapi aku rasa agak aneh, Al. Setahuku helikopter Hawkins dirancang secara khusus. Kekuatannya terhadap segala jenis badai sudah teruji dengan sistem pengamanan yang sangat baik dan terjamin", ungkap Rayden.
Alden terdiam. Pernyataan Rayden memang benar. Semua pebisnis di negara ini tahu bagaimana kualitas helikopter Hawkins. Tak terkecuali dengan Alden dan Rayden.
"Apa menurutmu ini sebuah sabotase?", Alden melirik Rayden.
Rayden menghelas nafas panjang, "Entahlah, belum bisa aku pastikan. Bukti yang kita miliki saat ini masih sangat sedikit untuk diidentifikasi, bahkan kita belum berhasil menemukan Ethan dan awak lainnya. Tapi menurutku kemungkinan itu selalu ada".
Alden terdiam. Analisis Rayden patut untuk dipertimbangkan.