ZAREENA
"Tanda tangani ini dan kamu akan selamat!".
Seorang lelaki berjas hitam menyodorkan map biru tepat di hadapan Zareena.
"Ini ... apa ini, Tuan?", Zareena menatap lelaki itu dengan penuh kebingungan.
"Jangan banyak bertanya. Waktuku tidak banyak. Setelah kamu tanda tangani berkasnya, hidupmu akan terjamin selamanya", ucap Si lelaki berjas hitam itu.
Perasaan Zareena saat ini benar-benar campur aduk. Satu jam yang lalu lelaki berjas hitam yang duduk di depan telah menyelamatkan Zareena dari bos judi yang berniat membawanya pergi.
***
Satu bulan yang lalu ayah Zareena meninggal setelah babak belur dipukuli oleh Baron dan anak buahnya. Saat itu, ayah Zareena berhutang banyak pada Baron karena selalu kalah judi. Sayangnya, utang itu tidak bisa ia lunasi hingga batas waktu yang ditentukan.
"Cih, dasar bajingan tua, kalau kau tidak bisa membayar utang-utangmu itu, anak gadismu bisa melunasinya", ucap Baron seraya menatap Zareena dengan tatapan nakal.
Zareena menangis melihat kondisi Sang Ayah yang sudah tak berdaya dengan banyak luka disekujur tubuhnya.
Meski Zareena sering kali marah dan kesal dengan perilaku ayahnya yang tidak pernah berhenti berjudi, tapi hanya dia satu-satunya orang tua yang Zareena miliki setelah Sang Ibu meninggal karena sakit sejak dua tahun yang lalu.
"Jangan, kalian jangan ganggu putriku. Aku janji akan melunasi semua utangku berserta bunganya akhir bulan ini. Aku janji", ayah Zareena memohon dengan suara lirih.
"Ok, aku pegang janjimu. Tapi ingat, jika kau tidak bisa membayarnya, anak gadismu akan aku ambil secara paksa!", ancam Baron sebelum ia berlalu dari hadapan Zareena dan Sang Ayah.
Setelah Baron pergi, Zareena sudah payah mencari pertolongan untuk bisa membawa ayahnya ke rumah sakit.
Beruntung, saat itu ada sopir taksi yang berbaik hati menolong Zareena.
Selama dua minggu dirawat, kondisi Sang Ayah semakin kritis, bahkan dokter yang merawatnya pun sudah mengatakan harapan hidup ayah Zareena begitu kecil. Selain karena luka-luka akibat dipukuli, penyakit paru-paru yang sudah sejak lama diderita Sang Ayah pun semakin memburuk karena kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol.
"Nak, Ayah minta maaf karena selalu merepotkanmu".
Zareena melirik Sang Ayah yang terbaring lemas tak berdaya dengan banyak selang dan peralatan medis menempel di tubuhnya.
"Maafkan Ayah", lanjutnya lagi.
Air mata Zareena terus mengalir. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi hatinya merasa marah mengingat sikap Sang Ayah selama ini, tapi di sisi lain Zareena merasa iba melihat keadaannya yang semakin tak berdaya.
"Ayah jangan banyak bicara. Aku selalu memaafkan Ayah. Aku ..."
Belum sempat Zareena menyelesaikan ucapannya, tetiba saja nafas ayahnya tampak tersengal-sengal. Zareena dengan panik berlari keluar memanggil dokter dan perawat. Sayang, saat dokter datang, Tuhan sudah memanggil Sang Ayah.
Tangis Zareena pecah. Dadanya terasa sesak dan sakit. Berkali-kali dia mengguncangkan tubuh ayahnya, berharap lelaki tua itu bangun kembali tapi nyatanya tetap tak bergeming.
Bersama perasaan dan pikirannya yang kacau, Zareena mengurus semua perawatan dan pemakaman ayahnya sendirian. Rumah yang menjadi tempat ia tinggal dan satu-satunya peninggalan kedua orang tuanya terpaksa harus ia jual untuk membiayai pengobatan Sang Ayah selama di rumah sakit.
Kini Zareena menatap gundukan tanah merah di depannya dengan tatapan nanar. Hatinya terasa sakit, hidupnya pun hancur. Ia ingin menangis tapi seolah air matanya sudah kering meratapi semua hal buruk yang ia alami selama ini.
"Cepat, bawa dia masuk!".
Tetiba saja beberapa orang pria bertubuh besar dengan wajah sangar menarik paksa Zareena yang masih duduk di samping pusara Sang Ayah.
"Kalian siapa? lepaskan aku! tolong", Zareena berusaha melawan, tapi ia kalah kuat.
Seorang pria bertubuh paling kekar segera membungkam mulut Zareena dengan kain. Lelaki lainnya mengikat kedua tangan dan kaki Zareena.
Tubuh Zareena dengan kasar digendong dan di masukkan ke dalam mobil. Zareena tidak bisa berteriak lagi ataupun melawan, dia hanya bisa menangis tanpa bisa berbuat apa-apa.
Mobil hitam yang membawa Zareena terus melaju, membelah jalanan kota yang ramai lalu masuk ke jalanan yang sepi. Entah kemana mereka membawa Zareena.
Setelah sekitar satu jam perjalanan, mobil itu berhenti. Pria yang tadi membekap mulut Zareena memerintahkan rekan-rekannya untuk membawa Zareena turun dari mobil.
Zareena berusaha menggerakkan tubuhnya, menolak dirinya digendong oleh lelaki yang ia yakini jahat.
"Bos, gadis itu sudah berhasil kami bawa", Si pria kekar melapor pada bosnya.
"Bagus, bawa dia masuk!".
"Baik, Bos".
Zareena kembali dibawa paksa, ia didudukkan disebuah kursi.
Zareena kini bisa mengenali sosok pria di depannya, Baron.
Pria bertubuh gempal, berkepala botak dengan banyak tato di kedua tangannya berjalan menghampiri Zareena.
"Selamat datang di istanaku, Zareena", ucap Baron sambil merentangkan kedua tangannya dan menatap Zareena dengan tatapan nakal.
Zareena menatap Baron dengan kesal dan penuh amarah. Dia begitu benci dengan pria jahat itu.
Baron memberikan kode pada anak buahnya untuk melepaskan kain yang membungkam mulut Zareena.
"Kau mau apa, hah? lepaskan aku!", teriak Zareena setelah ikatan di mulutnya lepas.
Baron menyeringai, ia berjalan mendekati Zareena dan menatapnya lekat-lekat.
"Apa kamu lupa dengan janji ayahmu? dia bilang akan membayar semua utangnya padaku. Tapi lihat, sebelum akhir bulan tiba, dia sudah mati lebih dulu ha ha ha", Baron tertawa mengerikan.
Perih, itu yang dirasakan Zareena sekarang. Pusara ayahnya masih merah, tapi dia sudah dihadapkan pada masalah baru dengan lelaki bernama Baron.
"Jadi, bersiaplah Zareena. Malam ini kamu akan menjadi pengantinku untuk melunasi semua utang dan dosa-dosa ayahmu", lanjut Baron.
Zareena terisak. Di posisinya sekarang dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Tepat jam delapan malam, entah datang dari mana serombongan wanita datang untuk mengurus Zareena. Kedua mata Zareena masih tampak sembab karena ia tidak berhenti menangis sejak tadi.
"Jangan bersedih lagi, Nona. Harusnya kamu merasa senang bisa menikah dengan Bos Baron. Dia pasti akan sangat memanjakanmu", ucap seorang wanita yang sejak tadi sibuk mempersiapkan make up dan pakaian yang akan Zareena kenakan.
"Tolong bantu aku untuk keluar dari sini", punya Zareena memelas.
Tidak ada satu pun wanita yang merespon permintaan Zareena. Zareena hanya bisa meneruskan tangisannya tanpa bisa berbuat apa-apa lagi.
Buruh waktu hampir satu jam bagi para wanita itu untuk mendandani Zareena.
"Sudah selesai. Sebentar lagi anak buah Bos Baron akan menjemputmu. Tersenyumlah, Nona", pesan seorang wanita lain sebelum ia dan rekan-rekannya berlalu dari hadapan Zareena.
Zareena terdiam, ia menatap dirinya di cermin. Kesedihan, kemarahan, dan kekecewaan terlihat jelas di wajahnya.
"Tuhan, kenapa hidupku seburuk ini?", gumam Zareena dalam hati.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tapi sejak tadi tidak ada satu orang pun yang masuk ke ruangan itu. Zareena yang sebelumnya memilih pasrah dengan keadaan, kini bertanya-tanya karena rumah megah itu mendadak begitu hening.
Meski tidak cukup yakin, Zareena memilih beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan menuju pintu dan mencoba menggerakkan gagang pintu itu.
Ceklek
Ternyata pintunya tidak terkunci. Zareena membuat pintu itu perlahan-lahan, tidak ada satu orang pun di sana dan suasana rumah benar-benar senyap.
"Ada apa ini? kemana orang-orang jahat itu?", tanya Zareena dalam hati.
Zareena melihat sekeliling dengan hati-hati. Ia melangkahkan kaki, Zareena merasa memiliki peluang untuk kabur.
Zareena berhasil turun ke lantai bawah. Dekorasi pesta tampak meriah di sana, tapi tidak ada satu orang pun yang Zareena lihat.
"Aku harus cepat pergi dari sini", tekad Zareena.
"Tunggu".
Sebuah suara menghentikan langkah kaki Zareena. Tubuh Zareena mulai bergetar menahan rasa takut, ia tak memegang senjata apapun untuk melawan Si pemilik suara itu.
"Mari kita bicara".
Suara itu terasa dekat dengan Zareena. Zareena memberanikan diri untuk berbalik dan dilihatnya seorang lelaki berjas hitam berdiri tak jauh dari Zareena. Lelaki itu menatap ke arah Zareena dengan tajam.
"Duduklah, kita bicara sebentar", lanjutnya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments