Wijaya Kusuma adalah putra kepala desa dari sebuah desa terpencil di pegunungan, dia harus menggantikan posisi ayahnya yang meninggal dunia sebelum masa jabatannya selesai. Sesuai dengan peraturan adat, anak lelaki harus meneruskan jabatan orang tuanya yang belum selesai hingga akhir masa jabatan.
Masih muda dan belum berpengalaman, Wijaya Kusuma dihadapkan pada tantangan besar untuk menegakkan banyak peraturan desa dan menjaga kehidupan penduduk agar tetap setia pada adat istiadat para leluhur. Apakah Wijaya Kusuma mampu menjalankan amanah ini dan memimpin desanya dengan bijaksana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minchio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mawangi si Gadis Cantik
Setelah perjalanan panjang menembus hutan larangan, Wijaya Kusuma akhirnya tiba di tepi sungai yang diceritakan oleh Ki Dayat. Sungai di depan matanya terlihat indah apalagi suasana siang saat itu sangat cerah, aliran sungai tersebut sangat tenang dan riaknya mengalir membelah bebatuan. Suara gemericik air memberikan rasa damai setelah perjalanan di hutan larangan yang mencekam dan melelahkan.
Wijaya ingin beristirahat, menyantap singkong rebus buatan ibunya. Singkong itu ditaburi parutan kelapa, makanan yang sangat sederhana untuk orang kota namun bagi Wijaya Kusuma makanan ininadalah makanan yang penuh kenangan. Dia mendadak menjadi teringat sosok bapaknya yang sudah meninggal. Wijaya tak mau berlama-lama lagi melamun dan mulai membuka daun pisang yang dijadikan sebagai pembungkus makanan.
Wijaya Kusuma melahap makanan itu sembari melihat pemandangan di depannya, dia duduk bersila dan fokus melihat bebatuan besar yang membelah aliran air sungai. Ternyata setelah di perhatikan dengan seksama banyak hewan liar yang berada di pinggiran sungai itu untuk minum. Wijaya melihat beberapa ekor rusa yang bergerombol di sana.
Namun saat melihat ke arah lain, Wijaya Kusuma malah melihat pemandangan yang aneh, seorang gadis cantik tengah mandi, yang terlihat hanyalah bagian bahu ke atas karena tertutup oleh sebuah batu. Saat melihat sosok itu seolah waktu berhenti sejenak, Wijaya terhipnotis dengan kecantikannya yang begitu alami dan mempesona. Gadis itu memiliki rambut panjang berwana hitam yang terurai indah sejalan dengan kulitnya yang putih mulus seolah bersinar di bawah terik matahari.
Saat Wijaya masih terpaku padanya, gadis itu menoleh dan tersenyum ramah. Wijaya seketika malu karena sudah menatapnya sejak tadi. "Kenapa di tempat seperti ini ada orang?'' pikir Wijaya.
"Apakah itu lelembut penunggu sungai ini? Tapi jika dia bukan manusia mustahil bisa menampakan diri di tengah sinar matahari yang begitu terik, setahuku dari Ki Dayat, para lelembut tidak kuat dengan paparan sinar matahari, mereka akan keluar dan menampakan diri saat menjelang malam, siapa gadis itu?" Kata Wijaya penuh tanya.
Tak sampai di situ pertanyaan yang muncul di benaknya, " apakah dia penduduk desa adat yang tinggal jauh dari kampung ya?"
Saat Wijaya Kusuma masih bertanya-tanya, dari arah belakang terdengar suara batuk, Wijaya lalu menoleh, dia melihat sosok pria bertelanjang dada dengan membawa tombak, pria itu menatap Wijaya dengan tatapan marah, Wijaya bangun dan berdiri menghadapnya, "Punten Pak, saya izin istirahat sebentar. Saya, ingin pergi ke Air Terjun Naga, saya tidak ada niat untuk mengintip wanita itu," kata Wijaya yang memilih bicara langsung ke intinya.
Pria paruh baya itu mengangguk lalu berucap, "iya, saya percaya. Kamu tidak terlihat seperti pria cabul, namun karena kamu kebetulan ada di sini tolong bantu saya menangkap ikan. Pria itu tiba-tiba saja melempar tombak yang dia genggam. "Dengan tombak ini tangkap beberapa ikan di sungai itu, sebagai gantinya, saya akan mengajakmu ke rumah saya dan menjamumu sebagai tamu kehormatan," kata pria itu dengan suara datar.
"Baik, akan saya bantu. Namun saya tidak berharap imbalan, saya akan langsung melanjutkan perjalanan ini." Wijaya memilih menolak tawaran pria itu.
"Datang saja dulu ke rumah kami, sudah lama tidak ada orang yang datang ke tempat ini, biarkan keluarga saya menjamumu. Kita makanikan bakar, oh iya, gadis itu adalah anakku namanya Mawangi.''
Ternyata gadis cantik itu anaknya pria ini, Wijaya yang awalnya tidak berniat datang ke rumah si pria di hadapanya menjadi sedikit penasaran dan ingin mampir sebentar, mengenal gadis cantik itu dan sedikit bertanya kepada mereka; kenapa tinggal di wilayah terpencil dan jauh dari desa adat.