NovelToon NovelToon
Tergila-gila Padamu

Tergila-gila Padamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: dochi_19

Benarkah mereka saling tergila-tergila satu sama lain?

Safira Halim, gadis kaya raya yang selalu mendambakan kehidupan orang biasa. Ia sangat menggilai kekasihnya- Gavin. Pujaan hati semua orang. Dan ia selalu percaya pria itu juga sama sepertinya.

...

Cerita ini murni imajinasiku aja. Kalau ada kesamaan nama, tempat, atau cerita, aku minta maaf. Kalau isinya sangat tidak masuk akal, harap maklum. Nikmati aja ya temen-temen

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dochi_19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kesepakatan sungguhan

Malam harinya Safira meminta Gavin untuk bertemu. Setelah menerima kabar Gavin ada di rumahnya, Safira mengajaknya ke ruang belajar, bukan bertemu di dalam kamar.

"Aku minta kamu datang jam 9," ucap Safira memulai pembicaraan. Menatap penampilan Gavin yang masih memakai seragam.

"Aku minta maaf. Kamu mau ngomongin apa? Pas ditelpon serius banget."

"Aku mau kamu pilih hubungan kita atau Maura. Aku gak mau jadi prioritas nomor dua."

"Maura lagi?" Gavin menghela napas. "Seriously?"

"Kamu tahu dia jadi sorotan di keluarga aku."

"Safira, dia ada di sini bukan sebagai selingkuhan atau orang yang aku suka. Dia cuma orang asing yang kebetulan aku tolong. Berapa kali aku harus jelaskan hal yang sama? That's it."

"Kalau begitu tinggalkan dia."

"Please, kamu jangan sama aja kaya yang lain. Maura itu korban, dia hampir meninggal, dan semua gara-gara Mama aku. Kamu pikir siapa yang harus tanggung jawab?"

"Aku udah ngasih dia semua dokter terbaik, fasilitas kesehatan, itu lebih dari cukup."

Gavin mendekat, tapi Safira menolak semua jenis sentuhan yang hendak diberikannya.

"Gak ada yang bisa jamin keselamatan dia sekarang, apalagi seseorang di keluarga kamu ada di sana."

Safira tersenyum tipis. "Cukup jauhi dia, semudah itu."

"Tapi dia terlibat terlalu jauh—"

"Atau kamu lebih pilih aku sama orang lain?" Potongnya cepat.

"Kamu gak akan berani."

Safira pun menatap Gavin, dengan mata penuh tekad. Mereka saling menyelami tatapan masing-masing. Hingga Gavin menghela napas, menyerah. "Oke, fine. Aku tinggalin dia dan kamu jamin keselamatannya."

Safira akhirnya mau menerima pelukan Gavin. "Tentu. Aku cuma gak mau semua usaha kita selama ini sia-sia. Kita harus tetap seperti ini sampai selesai."

Gavin meraih dagu Safira, menatapnya dalam. "Aku minta maaf dengan sikapku tadi."

"Ya, aku sayang Gavin."

Gavin kembali memeluknya, mengecup puncak kepalanya. "Aku sayang kamu, Safira."

.

.

"Ester ke mana, sih? Jangan-jangan dia makan bareng pacarnya." Frisca tiada hentinya mengomel sejak duduk di kantin beberapa menit lalu, sementara yang lain tengah menikmati makan siang, dirinya sibuk mencari keberadaan Ester.

"Biarin aja kali, 'kan gak tiap hari dia bareng pacarnya," ujar Lisa.

"Posesif banget jadi jomblo," kelakar Aditya yang sukses mengundang tawa Lisa dan pelototan dari Frisca sendiri.

"Ini teh terbaru, kamu coba dulu rasanya." Gavin memberikan botol pada Safira.

Safira menyesap teh dari botol itu. "Enak. Minggu ini aku mau coba teh-nya."

"Ya, tapi jangan berlebihan. Ingat kondisi kamu." Gavin setengah berbisik di telinga Safira, membuat banyak pasang mata menjadikan interaksi mereka sebagai tontonan.

"Iya, Tuan Pengatur yang bawel." Safira tersenyum.

"Asal gadis ini jadi penurut, aku gak masalah disebut bawel terus." Gavin mengusap sudut bibir Safira yang terdapat sisa saus salad, sisa makanan tadi.

"Aduh, di sekolah ko mengumbar kemesraan. Kamu kapan romantis di depan umum sama aku?" Lisa merajuk pada Reza yang selalu sibuk dengan ponsel.

"Menurut aku kemesraan itu cukup kita aja yang tahu." Reza menolak permintaan Lisa secara tenang.

"Ih, aku 'kan juga mau pamer di depan Kak Adit." Lisa merajuk.

"Nah 'kan, niat buruk lo langsung ditolak sama Tuhan, makanya si Reza ogah-ogahan." Aditya balas mengejek Lisa yang membuatnya semakin merajuk.

"Tanpa kamu pamerin sama dia, Adit udah frustasi karna kelamaan jomblo. Setiap malam dia curhat gagal dapat mangsa." Sontak saja mereka tertawa mendengar perkataan Reza. Sementara Aditya misuh-misuh di kursinya, menyumpahi Reza terus-menerus.

"Gavin, maaf, bisa kita ngobrol sebentar?" Tiba-tiba saja Maura datang menghampiri meja mereka.

Gavin terdiam, tidak langsung menjawab. Matanya melirik Safira yang juga menatapnya. "Kamu bisa ngomong di sini."

"Aku gak bisa ngomong di sini." Maura melirik semua orang di meja itu.

Safira menyentuh tangan Gavin lantas mengangguk. "Kakak ikut aja, siapa tahu beneran penting."

"Ya, udah kamu juga ikut. Kita ngobrol di ruang pribadi kamu." Gavin menggenggam tangan Safira dan menariknya berdiri dengan halus.

Maura hendak protes, tapi urung dilakukan mengingat suasana kantin yang menjadikan mereka pusat tontonan.

...

Sesampainya di ruang pribadi Safira, mereka duduk di sofa, dangan Gavin yang ada di tengah.

"Ada apa?" Tanya Gavin memecah keheningan.

"Maaf, tapi aku gak tahu lagi harus ngomong sama siapa. Aku merasa diikuti sama seseorang, mungkin kamu tahu." Maura menceritakan itu dengan wajah ketakutan.

"Kamu yakin?" Gavin mulai tertarik.

"Ya, aku takut orang itu macam-macam sama Ibu."

"Sejak kapan?"

"Aku gak tahu. Aku baru sadar sejak tiga hari keluar dari rumah sakit."

"Kamu tenang dulu, nanti aku minta orang selidiki hal itu."

Safira yang sejak tadi diam, kini lantas mengeluarkan ponselnya. Ia menujukkan beberapa foto Maura yang diambil di beberapa tempat. Baik Maura atau Gavin, keduanya sama terkejut.

"Safira—"

"Kamu gila, ya?" Maura nyaris berteriak.

"Mungkin orang yang kamu maksud itu orang yang sama dengan pengirim foto ini."

"Jadi, kamu yang nguntit aku?"

Safira tersenyum. "Ini kiriman dari bodyguard yang aku sewa untuk kamu."

"Hah?" Maura terperangah. "M-maksudnya apa?"

"Aku udah janji sama kak Gavin buat jaga keamanan kamu," jelas Safira.

"T-tapi kenapa?"

"Sebagai gantinya kak Gavin harus tinggalin kamu."

Maura semakin terkejut lantas menggeleng. "Aku gak bisa terima itu. Gavin gak perlu bertindak jauh, kamu jangan keterlaluan."

"Tapi dia harus. Kalau dia gak tinggalin kamu, berarti dia harus siap kehilangan aku."

"Kamu egois. Kenapa kamu itu berlebihan?" Maura tersenyum miris. "Apa justru kamu yang takut kehilangan Gavin?"

"Ya." Safira menjawab tanpa ragu. Dirinya dan Maura saling bertatapan seraya berdiri. "Aku takut kehilangan kak Gavin sampai bertindak egois."

"T-tapi Gavin 'kan gak punya perasaan sama aku, atau jangan-jangan..." Maura bergati menatap Gavin.

Gavin pun menjelaskan, "aku bertanggung jawab atas kamu sejak kecelakaan itu."

Maura menipiskan bibir. "Lalu kenapa kamu mengikuti perjanjian bodoh Safira?"

"Aku gak bisa membiarkan Safira bersama pria lain. Aku gak mungkin sanggup menghadapinya. Maaf Maura, bukannya aku gak menghargai—"

"Gak, kamu gak salah," potong Maura. "Maaf, aku butuh waktu untuk semua ini." Setelahnya ia pun berlari keluar dari sana.

Gavin hendak mengejar tapi tangannya ditahan oleh Safira. Safira lantas memeluknya dengan erat.

"Kamu harus belajar egois kak, jangan pikirin perasaan orang selain aku."

.

.

.

Sore itu Safira menemani Ayahnya dan Gavin yang bermain golf di tempat biasa. Sementara Ibunya pergi bersama dua Tantenya ke acara lelang rekan keluarga Halim. Sebenarnya ia diberikan pilihan mengikuti acara itu atau menemani Ayahnya, tentu saja opsi bersama Gavin selalu jadi pilihannya. Tidak ada yang lebih baik dari dua opsi itu, percayalah. Tapi selama bersama Gavin, ia akan nyaman dan baik-baik saja. Tentu saja.

Safira memasang senyum terbaiknya seraya menghampiri Diana yang duduk di dekat jendela. Ia membungkuk sedikit, memberi salam. "Kak Diana."

Diana tersenyum simpul. "Ah, Safira juga datang. Di mana Ayah kamu?"

"Ayah sedang berganti pakaian, bersama kak Gavin."

Kedua alis Diana menukik, nampak bingung. "Gavin, siapa?"

"Calon tunangan aku kak."

"Ah, ya, aku ingat." Tapi wajahnya mengatakan sebaliknya, Safira bisa menebak.

"Sayang, kamu lihat topi aku gak?" Revan muncul dari arah ruang ganti bersama ketiga pria lainnya— Riswan, Ivan dan Gavin.

"Tunggu dulu." Diana merogoh tas besarnya. "Ini." Diana menyerahkan topi hitam dari J.Lindeberg pada Revan.

Revan pun menerima lantas memakainya. Matanya menangkap keberadaan Safira yang masih berdiri di dekat Diana. "Oh, Safira juga ada di sini rupanya."

Safira tersenyum. "Iya, kak."

Revan menatap Safira dari atas sampai bawah, lalu tersenyum. "Kapan, ya, terakhir kali aku ketemu kamu? Lihat sekarang, cantik melebihi bibi Stella."

Ayah Safira yang datang bersamaan tertawa kecil. "Masa, sih? Pantas saja banyak yang suka sama dia."

Revan mengangguk, melirik Gavin. "Ya, terlihat jelas."

Riswan segera menepuk pundak Gavin. "Hati-hati kamu, kalau lepas sedikit bisa diambil Revan."

"A-apa?" Safira terperangah begitu pun Gavin.

Ayahnya seketika itu tertawa. "Bang Riswan kalau bercanda jangan begitu di depan anak-anak. Mereka jadi berpikir abang serius."

Riswan pun ikut tertawa menyadari reaksi Safira dan Gavin yang polos. "Ah, cara ngomongnya salah, ya?

"Iya, Ayah kalau bercanda kadang suka aneh," ujar Diana santai, ia sudah terbiasa dengan gurauan mertuanya.

"Jokes Ayah itu gak masuk sama anak-anak zaman sekarang," ucap Revan menjelaskan lagi.

"Tapi kamu 'kan dulu suka sama Safira." Riswan kembali melanjutkan.

"Udah bang, itu 'kan waktu mereka kecil. Leluconnya sudah jadul." Ayah Safira lantas merangkul pundak Gavin. "Aku mau kenalkan Gavin, sebentar lagi 'kan dia jadi bagian dari keluarga kita."

Suasana yang sebelumnya sangat santai tiba-tiba saja berubah. Apalagi Riswan, matanya tajam menatap Gavin.

"Kamu masih sekolah 'kan? Bisa main golf?" Revan bertanya sinis. Berbeda dengan kesan jenaka sebelumnya.

"Lumayan, kak." Gavin menjawab sekenanya, masih merasakan arus air yang akan membawanya.

"Kamu harus tunjukkan permainan yang sepeti waktu itu. Biar mereka tahu," ucap Ayahnya Safira memberikan kerlingan mata.

"Jadi gak sabar, kamu bersiap Revan." Riswan keluar dari ruangan lebih dulu.

"Tentu saja Ayah. Tidak mungkin bertanding tanpa persiapan." Revan mengecup pipi Diana sekilas lantas melirik Safira. "Safira kamu lihat pertandingan dari layar bersama Diana."

Safira diam saja hingga Revan bersama Ayahnya keluar. Sementara Gavin menghampirinya.

Gavin berbisik di telinganya, "kamu jangan khawatir, lihat saja dengan santai di sini."

Safira tersenyum dan mengangguk. Gavin pun menghilang dari balik pintu. Safira mengamati Diana yang terlihat biasa saja, padahal jelas-jelas suaminya tadi bersikap genit, setidaknya itu menurutnya yang masih anak kecil. Apa hal tadi termasuk lelucon orang dewasa? Dirinya tak habis pikir.

"Kamu tenang aja, dia emang gitu orangnya. Anak kecil gak akan paham," ujar Diana tiba-tiba.

"I-iya, kak." Safira lantas mengambil kursi agak jauh dari Diana, menghargai privasi wanita itu.

.

.

.

TBC

12 juni 2024

1
hayalan indah🍂
bagus
Dochi19_new: makasih kak, pantengin terus ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!