Alina tidak menyangka sahabat yang dia kira baik dan pengertian telah menghancurkan biduk rumah tangga yang telah di jalin Alina selama tiga tahun lamanya. Lenna adalah sahabat Alin. mereka berdua telah menjalin persahabatan sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. ternyata Lenna menyukai suami Alin sejak lama. Lenna merasa tidak adil kenapa Alin bisa mendapat seorang pria tampan dan kaya seperti Revan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinni Iskandar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.10 Revan semakin Penasaran
" Mas Revan " panggil Alin,
suara Alina yang terdengar nyaring tersebut, bagaikan suara petir yang menggelegar, membuat suami dan sahabatnya sangat dirundung kepanikkan yang luar biasa.
Langkah kaki terdengar pelan, menuruni anak tangga, keduanya dengan cepat membenarkan pakaian yang telah berantakkan.
bahkan pakaian Lenna bagian atas telah terbuka sepenuhnya. jantung keduanya seakan ingin melompat dari tempatnya
keduanya semakin dibuat panik, manakala suara kaki terdengar semakin dekat, tepat setelah Alina sampai keduanya telah membereskan disekitar sofa.
Nafas keduanya masih tampak memburu, begitu sampai Alin dibuat heran dan curiga. ia memicingkan matanya melihat kedua orang yang ia sayangi nampak tidak baik-baik saja
" Mas " ia bergantian melihat sahabatnya " Lenna " ia menatap curiga
wajah keduanya tampak pucat pasi, ia melihat Revan dan Lenna secara bergantian. keduanya nampak gugup oleh tatapan intimidasi yang Alin berikan.
"kalian kenapa?" tanya Alina " kok keringetan gitu " ucapnya lagi, Lenna maupun Alin geragapan dan tak mampu hanya mengelùarkan suaranya
" mas ?, kok diem? " tanyanya penuh selidik "muka kalian juga merah gitu"
spontan Lenna memegang wajahnya, sesekali melirik kearah Revan.
" e-enggak kenapa-napa kok sayang " ucap Revan terbata, Alin merasa aneh karena Revan terlihat gugup dan gusar
pandangan Alina kini beralih kearah Lenna, ia menatap mata sahabatnya itu, namun Lenna mencoba bersikap biasa saja dan tersenyum.canggung
" kamu belum tidur Len ? " tanyanya
Lenna tampak gugup " b-belum Lin, a-aku belum ngantuk " suaranya terbata-bata
"Ooo "Alin hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, matanya memperhatikan disekelilingnya
" Sayang " ucap Revan tiba, ia menyentuh bahu istrinya pelan, seketika Alin menoleh kearahnya " ee.. maaf ya mas tadi haus, jadi ninggalin kamu sendiri di kamar " ucapnya mencoba menjelaskan
Alina terdiam dan masih memandang lekat wajah suaminya itu, ia melihat ada sesuatu yang suaminya sembunyikan
" pas mau balik keatas, tiba-tiba mati lampu "sambungnya lagi.
akhirnya Alin menganggukkan pelan kepalanya " Oo gitu " ucap Alin
Beberapa saat lamanya , tak ada percakapan apapun diantara ketiganya. Revan dan Lenna tampak tak nyaman.
mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. " Sayang , ayo kita balik kekamar " ajak Revan tiba-tiba memecah kesunyian. ia melirik sekilas suaminya lalu mengiyakan ajakannya
"Len, Sebaiknya kamu balik kekamar juga " ia menatap sahabatnya itu " kayaknya lama deh idup lampunya " sambungnya lagi
" i-iya Lin " jawab Lenna. Lalu ketiganya segera beranjak pergi. mata Revan dan Lenna sempat beradu pandang sebelumnya keduanya benar-benar pergi dari sana.
Revan menggandeng tangan Alin, dan berjalan bersisian. Jantung Revan masih berdegub kencang. rasa panas yang masih menjalar di seluruh tubuhnya.
sedang Lenna berjalan menuju kamar tamu dengan langkah tergesa.
" sial ! " umpatnya " hampir aja ketahuan " rutuknya sesampai didalam kamar. lalu ia hempaskan tubuhnya keatas ranjang
ia menarik selimut hingga sebatas dada, matanya menatap langit-langit. ia masih terbayang dengan adegan yang beberapa saat lalu, ketika Revan berada diatas tubuhnya
" sial banget sih, ngapain juga pake bangun segala " umpatnya. tanggannya memukul kasur dengan geram
ia menarik nafas dalam-dalam, rasa panas akibat adegan tadi masih ia rasakan.
"uuhh jadi gak bisa tidur lagi" ia kesal sebab ada sesuatu yang belum dituntaskan
****
sedangkan dikamar lain, Alin masih diam membisu. ia sibuk dengan pikirannya. tentang sikap aneh suami dan sahabatnya itu
diam-diam ia menghela nafas pelan, mencoba tidak berpikir buruk.
Revan sendiri masih terbayang-bayang dengan apa yang berusaha ia lakukan dengan Lenna.
ia masih mengingat dengan jelas, bibirnya beradu dengan bibir Lenna. ia juga masih merasakan tangannya menyentuh gunung kembar itu.
rasanya Revan tak ingin menyudahi adegan itu, tiba-tiba ia gelisah karena senjata tumpulnya masih berdiri tegak bagai tiang listrik ,ia sangat gelisah.
diam-diam Alin memperhatikan gelagat aneh suaminya, ia melihat Revan tampak gelisah.
" ada apa mas ?" tanya Alin tiba-tiba yang mengejutkannya
seketika Revan terkejut dan spontan melihat kearah istrinya
"e-enggak ada apa-apa kok sayang" jawab Revan gugup dan tersenyum canggung
Alin masih menatapnya dalam " tapi kok kayak gelisah gitu " ucap Alin kembali
" enggak ada apa-apa kok sayang" lalu ia meraih pinggang Istrinya dan menciumnya.
"udah yuk tidur" sambungnya lagi, ia mengalihkan percakapan.
padahal Revan mati-matian menahan sesuatu berasa akan meledak. ia sebenarnya tidak bisa tidur . tapi demi menghindari pertanyaan dari Alina ia berpura-pura memejamkan matanya
***
Pagi itu, udara begitu terasa menusuk tulang. mungkin efek dari hujan semalam yang mengguyur deras.
Alina yang terbangun pun berusaha untuk membuka matanya meskipun berat, ia sebenarnya malas tapi demi kewajibannya menjadi seorang istri lantas ia bangkit dan turun dari ranjang
sesaat ia memandang wajah suaminya yang tertidur pulas, tak sadar ia membelai wajah suaminya pelan. ia benar-benar mengaggumi sosok suaminya
mungkin karena merasa terganggu dengan sentuhan tangan Alin, mata Revan mengerjab pelan " sayang " ucap Revan dengan suara serak
Alin tergagap " maaf mas, aku gak bermaksud bangunin kamu " ia menjauhkan wajahnya namun Revan menahannya lalu sebuah kecupan ia daratkan pada bibir istrinya
" gak papa sayang " jawab Revan tersenyum. Revan menarik pelan tubuh Alin untuk memeluknya.
seketika rasa bersalah merasuk dalam hatinya. diam-diam ia menghela nafas pelan.
****
jam 06.00 semua telah berkumpul diruang makan. mereka bertiga menikmati sarapannya.
" gimana Len, nyenyak gak semalam tidurnya " tanya Alin.
Lenna tampak melirik kearah Revan seaat " ya gitu deh " jawabnya
setelah kejadian malam panas itu, Revan selalu mencuri pandang kearah Lenna. darahnya berdesir manakala mengingat kejadian itu.
ia menjadi menginginkan lebih dari sekadar bercumbu.
" ternyata ukuran badan kamu gak berubah ya Len, tetap ideal. " tanya Alin di sela-sela makannya
Lenna tersenyum mendengar pujian yang dilontarkan oleh sahabatnya itu
" ah bisa aja kamu, badan kamu juga bagus kok Lin " jawab Lenna malu-malu. sebab Revan menatap Lenna dengan matanya berbeda
" kayak, ukuran badan ku gak sebagus kamu deh, tuh buktinya baju ku cocok banget di badan kamu " ia menopang dagu memandang kearah sahabatnya itu
" aku cuma jaga makan aja sih Lin " ucapnya
**
Tiga puluh menit berlalu , Alin meminta Lenna untuk pergi kekantor bersama. katanya kantor mereka searah jadi gak masalah pergi bareng
Lenna sempat menolaknya, tapi Alin memaksa. jadi mau tak mau ia mengiyakan sahabatnya itu.
sebenarnya Lenna tidak benar-benar menolak, itu hanya alibinya saja agar Alina tidak menambah kecurigaannya
dalam hatinya ia bersorak girang, dengan begitu ia bisa leluasa berduaa dengan Revan
setelah berpamitan, keduanya memasuki mobil. Revan segera menginjak pedal gas. melaju dengan kecepatan standart
Didalam mobil keduanya tampak canggung karena insiden semalam masih mengingatkan mereka
" Len " ucap Revan, Lenna seketika menoleh tanpa kata " maaf ya " sambung Revan kembali, ia tampak gugup
Lenna masih bergeming, ia menunduk dalam. " iya mas gak papa kok " jawab Lenna
setelah itu tak ada obrolan apapun, tak butuh waktu lama. mobil yang dikendarai Revan telah sampai didepan kantor tempat Lenna berkerja.
" makasih ya mas " ucap Lenna ,namun sebelum Lenna membuka pintu dan akan berbalik badan. Revan mencekal tangan Lenna.
sesaat keduanya terpaku, hanya ada deru nafas dan tatapan keduanya beradu. tanpa Lenna duga, Revan menarik tengkuk leher Lenna dan meraup bibirnya dengan cepat
Lenna terkejut dengan ciuman yang tiba- tiba Revan lakukan. namun dengan sekejap keduanya saling melumat. bertukar saliva.
tapi Lenna segera mendorong tubuh Revan, sebab ia masih berpikir waras, bahwa mereka masih di tempat umum. nafas keduanya memburu..
" Mas "