Kehidupan Nazela begitu terasa sesak. Iya,dia bisa menajali hidup sesuai keinginan nya namun,tak ada hari tanpa berdebat dengan sang mamah yang ingin anaknya menjadi dokter. Keputusan Nazela menjadi seniman membuat sang mamah murka setiap harinya,hingga membuat Nazela sesak setiap kali melihat mamahnya.
Namun kehidupannya mulai berubah ketika sang sahabat mengenal kan nya pada Islam. Nazela memang seorang muslim namun ia cukup jauh dari kata taat karna background keluarga nya. Pola pandang Nazela mulai berubah ketika Sabrina mengenalkan nya pada tempat bernama pesantren. Ia mulai belajar mengenal Islam lebih dalam hingga ia merasa nyaman dengan hijab dan baju baju panjang yang tak membentuk lekuk tubuh nya. Ia akhirnya ia harus menghadapi berbagi macam ujian hidup termasuk ujian percintaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ell lestari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perbedaan rasa
Ruang kamar kos yang tidak terlalu besar namun mampu di tinggali oleh tiga orang dengan tiga kepribadian yang berbeda. Sabrina dengan dua orang temannya asik bercerita sambil ia bersiap dengan untuk mulai melakukan aktivitas hariannya, sambil melipat jilbab hitamnya di depan cermin, Sabrina terus merespon tiap candaan yang di lontarkan ke dua temannya. Satu teman Sabrina berasal dari Jakarta dan yang satu laginya dari Medan, walau ketiganya punya dialek bicara yang berbeda, tidak membuat ketiganya hilang komunikasi.
''Aku pergi dulu yok, Assalamualaikum!!''
Pamit Sabrina pada kedua temannya ketika pakaiannya sudah terlihat rapih dan nyaman ia gunakan.
''Ya, waalaikumussalam''
Jawab kedua temannya serentak.
''Allahumma Sholih 'alaa sayyidina''
Terdengar senandung sholawat Sabrina yang terdengar merdu, sambil ia menutup pintu kamar kosannya. Karna kamar kosan Sabrina berada di lantai satu dan langsung bertemu dengan jalan setapak membuat Sabrina cukup mudah untuk menghampiri mobilnya yang berada di garasi kosannya.
''Loh tante!!!''
Ujar Sabrina yang tersentak kaget ketika melihat mamah Nazela yang sudah menunggunya di depan kosannya.
''Sab''
Ucap mamah Nazela sambil tersenyum ramah, dengan kecemasannya Sabrina langsung menggenggam tangan mamah Nazela
''Tante kalo nek ketemu Sabrina kenapa ndak telpon aja? biar Sabrina yang samperin tante. iki kuh jauh loh tante''
Protes Sabrina khawatir
''Gak jauh kok Sab, belum keluar kota ini kan''
''Nanti ke sini pake opo?''
''Tante kesini sekalian nemenin temen tante main ke rumah anaknya. Ini loh Sab, tante itu mau nitip ini buat Nazela''
Ucap mamah nazela sambil memberikan bungkusan pada Sabrina
''Opo iki?''
Tanya sabrina sambil memutar mutar kan bingkisan yang di terimanya
''Owalah buah Naga toh''
''Iya, kamu tahu kan Nazela suka buah Naga?''
''Iyo tante''
''Tolong ya, kasih buat Nazela! dan yang ini buat kamu''
Ujar mamah Nazela sambil memberikan satu bingkisan lain yang isinya sama.
''Ndak usah tante, Sabrina ndak usah!!''
Tukas Sabrina yang berusaha menolak
''Kamu gak suka buah Naga?''
''Oh suka tante''
''Ya udah kamu ambil ya!!''
Cetus mamah Nazela sambil terus memaksa Sabrina untuk mengambil bingkisan yang di berikannya.
''Tapi yo Sab....''
''Ini buat karena kamu mau bantu tante, tapi karena tante udah anggap kamu seperti anak tante. Jadi kalo Nazela punya, kamu juga harus punya. Ya!!! tante pergi dulu, assalamualaikum''
Ikatan darah ibu dan anak memang tidak pernah salah, mungkin kebiasaan Nazela yang suka memotong omongan orang lain menuruni kebiasaan sang mamah.
''Tapi tante..... Wa'alaikumussalam''
Ujar Sabrina sambil menghelakan nafasnya
''Makasih yo tante!!''
Ucap Sabrina sedikit berteriak karena mamah Nazela sudah berjalan cukup jauh dari tempat Sabrina berdiri. Mamah Nazela yang mendengar ucapan Sabrina spontan menoleh sambil mengacungkan jempol dan senyum manis nya.
*****
''Kamu belajar keuangan otodidak?''
Obrolan Malik dan Nazela terdengar begitu akrab. Yang awalnya Nazela sedang bekerja di dalam ruangannya, ia tidak sengaja mendengar ada orang yang memanggil namanya tatkala ia sedang mengambil minuman yang di pesannya. Karena kondisi restoran sedang ramai jadi Nazela tidak ingin merepotkan pegawai yang lain untuk mengantarkan minumannya.
Ia menoleh dan mencari sumber suara yang memanggilnya, dan dengan cepat ia menemukan Malik yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. Sambil membawa minumannya, Nazela berjalan ke arah Malik dengan senyumannya yang tak memudar. Awalnya Nazela hanya berniat untuk menyapa dosen pembimbingnya itu, namun ia tak sadar bahwa ia sudah hampir 20 menit meninggalkan pekerjaannya dan nyaman mengobrol dengan Malik yang terlihat begitu antusias mendengar cerita Nazela.
''Siang mas!!''
Sapa sang pelayan ketika melihat Afkar yang baru masuk ke dalam restorannya. Dengan senyum ramahnya, Afkar membalas sapaan sang pelayan. Dengan langkah awal yang penuh semangat karena melihat kondisi restorannya yang ramai hampir setiap harinya, Afkar selalu memasang wajah kalem nan santunnya itu. Namun langkahnya tiba tiba melambat dan raut wajah nya mulai sedikit berubah masam ketika melihat pemandangan yang mengganggu penglihatannya.
Dengan pura pura tidak melihat apa yang barusan di lihat nya, Afkar melanjutkan langkahnya menuju ruangannya. Sambil menggaruk garuk ujung hidung mancung nya yang tak gatal, Afkar sesekali menelan saliva nya.
"Kih!!"
Afkar meletakkan amplop surat di atas meja Faiz.
"Loh opo iki?"
Dengan sedikit tersentak Faiz mengambil surat yang mendarat di atas mejanya.
"kamu ndak ngajar toh Af?"
Tanya nya lagi setelah menyadari bahwa Afkar yang memberi nya surat.
"Ngajar, cuman ono jam kosong jadi aku kesini nek kasih kamu undangan"
Jawab Afkar dengan wajah datarnya
"Tumben? biasa e nyuruh pengurus pesantren yang lain"
Cetus Faiz dengan tatapan tajam nya yang terlihat tak menakutkan .
"Kamu iki opo tok Iz? dari kemaren ngomong e, tumben. Tumben aye?"
Tukas Afkar yang terdengar sedikit kesal, namun raut wajahnya tak menampakkan karena fitur wajah Afkar yang kalem.
"Nazela endi?"
"Oh iyo, tadi iku bilang e ambil minum. Tapi durung teko aye yo"
Jawab Faiz dengan kebingungan nya
"Yo wis, kamu kasih ini! sama ini!
Ucap Afkar sambil memberikan undangan dan bingkisan buah Naga di dalamnya
"Loh kamu ndak kasih buat aku juga tok? kan kemaren kamu wis kasih Nazeka sekilo"
Protes Faiz saat melihat buah Naga yang Afkar berikan
"Iku bukan dari aku, tapi dari Sabrina. Tadi dia nek ke sini tapi lagi buru buru, jadi nitip neng aku pas ketemu di parkiran. Tapi yo Sabrina bilang iku dari ibu e Nazela, tapi jangan bilang"
"Maksud e piye toh Af? jangan bilang opo?"
Dengan wajah lucunya, Faiz bertanya pada Afkar yang menatapnya kesal.
"Jangan bilang dari ibu e"
"Loh, kenopo?"
Tanya Faiz lagi dengan ekspresi yang sama
"Loh aku ndak tau, wis aku nek balik ke pesantren meneh. Assalamualaikum!!"
"Waalaikumussalam, loh Af, nek kasih iki tok?"
Tanya Faiz lagi sambil mengangkat undangan dan buah Naga dengan kedua tangannya
"Iyo"
Jawab Afkar singka, yang sudah berada di ambang pintu.
Berada 10 langkah dari pintu ruangan nya, Afkar berpapasan dengan Nazela yang berjalan sambil membawa gelas minuman nya.
"Lo ada di sini?"
Tanya Nazela antusias
"Iya"
Jawab singkat Afkar
"Terus sekarang lo mau kemana?"
"Ke pesantren"
"Terus ke sini lo mau ngapain?"
"Yo tanya aja sama Faiz! oh iyo, tadi aku ndak sengaja lihat Malik, Sekarang kemana?"
"Gue nanya apa, loh malah nanya balik"
Cetus Nazela memprotes
"Pak Malik udah Balik"
"Ono bimbingan?"
"Enggak ada sih, cuman ngobrol santai aja"
Jawab Nazela santai karena memang dia tidak merasa berbuat salah. Dengan ekspresi datarnya, Afkar menganggukkan kepalanya sambil menatap ke lain arah.
"Hemmmm"
Nazela menghela nafasnya dalam
"Gue tuh kadang suka bingung ya sama lo, kenapa sih lo tuh gak pernah lihat gue kalo lagi ngobrol?"
"Yo ndak boleh"
Jawab Afkar sedikit ketus
"Kenapa?"
Tanya Nazela sambil mendekatkan wajahnya ke arah Afkar membuat Afkar bersikap tak karuan. Afkar berjalan mundur sedikit menjauhi Nazela, membuat Nazela mengernyitkan dahinya.
"Karena belum boleh. Assalamualaikum"
"Waalaikumussalam"
Sambil menyipitkan matanya dan otaknya yang sedang berfikir keras, Nazela terus menatap heran Afkar yang sudah keluar dari restoran.
Nazela melambatkan langkah nya, sambil mengangkat kedua alis dan matanya saat melihat sesuatu di atas mejanya.
"Wihhhhh dari siapa mas?"
Tanya Nazela sumringah, sambil mengambil bingkisan buah Naga di atas mejanya.
"Afkar"
Jawab Faiz singkat tanpa melihat apa yang Nazela tanyakan. Faiz duduk membelakangi Nazela sambil fokus membaca sebuah buku laporan di tangannya.
"Buat gue?"
Tanya Nazela heran
"Iyo, iku undangan e kamu baca! buah e kamu makan!"
Jawab Faiz masih pada posisi nya
"Ya iya lah, masa undangan yang gue makan, buah yang gue baca"
Tukas Nazela menggerutu
"Tasyakuran dan gema sholawat"
Nazela membaca title pada undangan yang Afkar berikan.
" Menghadirkan rasa syukur atas 43 Tahun berdiri nya pesantren Al-Imran"
Sambungan nya lagi membaca undangan sambil duduk di atas kursi kerjanya.
"Terus buah Naga ini?"
Tanya nya heran sambil memandangi buah Naga di depannya. Karena Faiz yang terlihat tak bisa di ganggu akhirnya Nazela bicara pada dirinya sendiri.
"Masa gara gara gue ke maren bilang suka buah Naga, sekarang Dia kesini cuman mau ngasih ini doang. jadi gak enak makannya gue"
"Yo wis kasih aku aja!!"
Tukas Faiz tiba tiba yang mendengar gumaman Nazela tanpa merubah posisi nya, ia hanya menyodorkan tangan kanan ya .
"Enak aja, ya jangan lah!"
Cetus Nazela sambil memeluk bingkisan buah Naga nya dengan bibir yang tertekuk gemas.