Di antara cinta yang tak terucap dan janji yang tak sengaja diucapkan harus menjadi sesuatu yang ditanggung jawabi oleh Rafael. Setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan yang hampir terbilang sempurna, Rafael harus kehilangan wanita yang dicintainya sekaligus menerima kehadiran seorang gadis yang sangat ia sayangi—Adeline.
Dua tahun setelah pernikahannya dan bangun dari segala keterpurukannya, Rafael harus terjebak dalam sebuah dilema. Apakah ia akan memilih cinta yang sebelumnya hilang atau tetap bersama dengan seseorang yang selama ini menemani masa-masa sulitnya? Setiap pilihan datang dengan konsekuensi dan setiap keputusan menuntunnya pada jalan yang tak terduga.
Ketika cinta dan masa lalu bertabrakan, apakah Rafael akan mengikuti hati atau logika? Bagaimana jika pilihan yang benar ternyata sesuatu hal yang paling sulit ia jalani? Temukan kisahnya dengan meng-klik ‘Mulai Membaca’.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyushine / Widi Az Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HC 23
Alvaro menyerahkan apa yang diminta oleh Rafael sebelumnya. Rafael benar-benar penasaran dengan profil Efran yang sebenarnya. Membuka amplop yang diterima olehnya dan tidak banyak yang ditemukan oleh Alvaro.
"Aku rasa Efran bukan orang biasa, Raf. Tidak mudah menemukan data miliknya, karena itu aku hanya dapat menemukan biodata biasanya saja. Data kehidupan saat sedang menempuh pendidikan dan latar belakang lainnya tidak bisa kutemukan sama sekali."
Rafael mengecek data-data itu secara seksama, dan jika melalui data seperti itu saja memang tidak ada yang mencurigakan, namun mendengar bahwa data lainnya yang sangat sulit ditemukan membuat Rafael tetap tidak bisa tenang membiarkan pria itu untuk berdiri disisi Adeline.
"Sebenarnya apa yang membuatmu tiba-tiba ingin tahu tentang pria itu? Apa ada sesuatu yang terjadi?" Alvaro merasa penasaran.
"Kau ingat saat kita bertemu client di kafe seberang rumah sakit?" Alvaro menganggukkan kepalanya. "Efran mengatakan sesuatu padaku, ucapannya seperti yang sedang memberi tekanan padaku dan seolah bisa melakukan apapun." Tambah Rafael.
"Memang apa yang dikatakan olehnya sampai kau berpikiran seperti itu? Meski sudah mencari soal dirinya aku pun jadi ikut penasaran seperti apa orang itu."
"Dia hanya memintaku untuk melepaskan Adeline jika tidak bisa menjaganya."
"Jujurlah pada dirimu sendiri, Raf. Sebenarnya, dalam hati kecilmu, apa kau tidak menyimpan rasa sedikit pun untuk Adel?" Alvaro benar-benar penasaran dengan perasaan sahabatnya saat ini. "Hari ini Adel ulang tahun, apa kau melupakannya?" Ucap Alvaro lagi
"Aku bahkan tidak tahu dimana Adel saat ini. Aku pergi ke rumah sakit dan bertanya soal dirinya, salah seorang perawat disana memberitahuku jika Adeline sakit dan Efran yang mengantarnya pulang, tapi pulang kemana?"
"Hubungi Efran. Bukankah dia pernah menghubungimu? Apa nomornya tidak kau simpan? Jangan terlalu keras pada Adel, kematian kakek James bukan kesalahannya, Raf. Dimana Rafael yang lembut dan selalu memanjakan Adeline?"
"Situasi kali ini sudah berbeda, Al. Aku tidak ingin jika akhirnya dia menyimpan rasa yang dalam untukku, sedangkan aku tidak bisa membalasnya, bukankah itu hanya akan memberinya luka?"
Mendengar pernyataan sahabatnya, Alvaro hanya dapat menghela napasnya, ingin sekali rasanya Alvaro memberitahu yang sebenarnya soal perasaan Adeline terhadapnya, namun dia ingin Rafael sendiri yang merasakan hal itu.
Masih ditempat yang sama dan merasa enggan untuk menghubungi Efran, Rafael meminta bantuan pada Alvaro untuk melacak keberadaan Adeline saat ini. Dapat meretas beberapa aliran cctv di beberapa titik, Alvaro berhasil menemukan dimana Adeline berada yang kemudian dia pun pergi kesana bersama dengan Rafael.
Sebelum sampai ditempat yang dimaksud, Rafael memutuskan untuk membelikan kue ulang tahun untuk Adeline, setidaknya sebagai permintaan maaf karena sudah menyudutkannya soal kematian kakek James.
"Apartment? Apa dia tinggal bersama Efran? Jika benar, aku akan menghajar pria itu karena beraninya dia membawa seorang wanita untuk tinggal bersamanya." Kemarahan Rafael benar-benar tidak terbendung, dan hampir melupakan kue yang sudah dibeli sebelumnya.
"Tunggu dulu, kau jangan mengikuti emosi, apa kau tidak tahu kalau Adeline menyewa apartment?" Tutur Alvaro menahan lengan Rafael yang sudah membuka pintu mobil.
Ucapan Alvaro membuatnya teringat bahwa kakek James memang pernah mengatakan bahwa Adeline menyewa apartment, namun Rafael memang tidak pernah tahu dimana apartment yang disewa oleh wanita itu, karena semenjak Adeline jatuh sakit saat itu, Adeline kembali ke rumah dan akhirnya tinggal bersama dengannya akibat terikat oleh sebuah pernikahan yang tidak pernah diinginkan oleh Rafael.
"Biar aku saja yang kedalam, kau bantu aku urus pekerjaan dikantor." Titah Rafael dan lagi-lagi Alvaro hanya menghela napasnya.
Setelah Alvaro meninggalkan dirinya, Rafael bergegas untuk masuk dan mencari tahu dimana kamar yang ditempati oleh Adeline. Setelah mengetahuinya, Rafael segera pergi menuju tempat tersebut dan menarik napasnya sebelum akhirnya menekan bel pintu tersebut.
Pintu terbuka, dan Rafael sangat terkejut melihat siapa yang membukakan pintu untuknya. Efran, pria itu berada dihadapannya saat ini dan seketika membuat rahang Rafael mengeras karena menahan emosi yang sudah hampir meledak.
"Apa yang kau lakukan disini?" Ucap Efran saat mengetahui siapa yang sedang berhadapannya dengannya, Efran berjalan keluar seraya menutup pintu itu karena tidak ingin membuat Adeline mendengar pembicaraan mereka.
"Apakah pantas kau bertanya seperti itu padaku yang memiliki status sebagai suaminya?"
"Hanya status, 'kan? Bukan suami sungguhan?"
"Minggir! Aku ingin bertemu dengannya." Rafael menerobos masuk ke dalam dan Efran tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain ikut masuk ke dalam sana dengan mengekor Rafael.
"Siapa yang datang, Fran?" Sahut Adeline dari dalam kamar. Melihat siapa yang masuk ke kamarnya seketika membuat tubuh Adeline yang tengah berbaring sedikit membeku. "K-kak Rafa?" Adeline gelagapan melihat pria itu sedang berdiri menatapnya dengan tatapan yang dipenuhi dengan emosi.
"Aku akan kembali lagi ke kamarku, pastikan kau meminum obatnya, Del." Efran menatap tajam ke arah Rafael yang masih berdiri ditempatnya. Sebenarnya dia mengkhawatirkan Adeline, dia takut jika Rafael justru akan membuat Adeline bertambah sakit.
Setelah Efran pergi, Rafael melangkah untuk mendekati ranjang yang ditempati oleh Adeline, dan Adeline tampak mengalihkan pandangannya dari pria yang tengah berjalan ke arahnya.
"Aku ingin kau ikut pulang bersamaku, Del." Niat hati ingin meminta maaf, tetapi justru hal lainnya yang keluar dari mulut Rafael.
"Pulang kemana? Aku pikir disinilah tempatku."
"Aku tidak suka bertele-tele, ikut aku pulang sekarang atau mungkin kau ingin disini supaya bisa terus bersama dengan pria itu?"
Adeline benar-benar tidak menyangka jika Rafael akan mengatakan hal demikian. Rafael saat ini seperti orang yang tidak dikenal olehnya. Mungkin karena kehilangan Rachel dan kakek James kewarasannya pun ikut menghilang.
"Aku tunggu diluar, dan kita akan pulang sekarang."
Masih sedikit merasa pusing, Adeline harus mengikuti kemauan keras Rafael sebelum dia membuat keributan dilingkungan apartment. Dari pada akhirnya dia menjual apartment miliknya, lebih baik dia mengikuti kemauan Rafael untuk sementara ini.
Setelah berada diruang tengah, Adeline melihat satu kotak kue coklat kesukaannya yang sering kali Rafael belikan untuknya. Rafael membalikkan tubuhnya dan mengambil kotak kue itu sekaligus memberikannya pada Adeline.
"Aku harap keinginanmu bisa terwujud semua tanpa terkecuali." Ucapnya dengan nada yang dingin dan langsung berjalan menuju pintu keluar. "Kita pulang sekarang." Tambahnya lagi.
"Bagaimana keinginanku bisa terwujud semua jika satu keinginanku yang sejak lama ku dambakan saja sangat sulit untuk ku dapatkan hingga saat ini?" Gumam Adeline yang terdengar lirih, dan ucapannya itu berhasil membuat langkah Rafael terhenti.
"Jika berusaha lebih keras lagi, kau pasti bisa mewujudkannya." Tukas Rafael yang langsung keluar meninggalkan kamar apartment tersebut.
Sekeras apa lagi aku harus berusaha jika kauu saja tidak pernah mencoba untuk membuka hatimu.