NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 27

Suasana di lapangan cukup ramai dengan suara tawa dan teriakan teman-teman mereka yang sibuk bermain bola dan berlari-lari. Namun, Devano merasa terganggu oleh pandangannya yang sesekali mencuri pandang ke arah Caca, yang duduk sendirian di tangga dekat lapangan.

Cedera yang dialami Caca membuatnya tidak bisa ikut serta dalam aktivitas fisik hari itu, sehingga dia hanya bisa duduk diam memperhatikan dari kejauhan.

Rendra, yang sudah lama mengenal Devano, tidak bisa menahan rasa penasarannya. "Lo kenapa sih liatin Caca segitunya?" tanyanya dengan nada usil, sambil melemparkan senyum jahil.

Devano segera mengelak, "Gue? Liatin Caca? Enggak lah," jawabnya dengan nada yang agak defensif. Namun, wajahnya tidak bisa menyembunyikan kekesalan yang terpendam, entah kekesalan pada dirinya sendiri atau pada Caca.

Mereka berjalan menuju keran air di pinggir lapangan untuk mencuci tangan dan membasahi rambut mereka yang berkeringat. Devano, meskipun berusaha tampak tenang, tidak bisa menghilangkan rasa bersalah yang terus menghantui pikirannya.

Dia tipe orang yang mudah merasa bersalah, dan ketika dia benar-benar melakukan kesalahan pada seseorang, perasaan itu akan terus mengganggunya. Hal ini membuatnya semakin gelisah setiap kali dia melihat Caca.

Rendra, yang masih penasaran, melihat bahwa situasi ini lebih dari sekadar ketidaknyamanan biasa. "Kasian sih dia," ucap Rendra, memancing reaksi dari Devano.

Devano menoleh dengan rasa ingin tahu, "Kasian gimana?" tanyanya.

Rendra menjelaskan dengan nada lebih serius. "Kayaknya dia trauma banget sama penculikan yang dia alami. Sampek kayak takut gitu liat orang," katanya sambil membasahi rambutnya.

Devano terdiam sejenak, merenungkan apa yang baru saja dikatakan oleh Rendra. Dia tidak menyadari seberapa dalam trauma yang dialami oleh Caca.

Devano mencoba mengingat kembali semua interaksi mereka sejak Caca kembali dari penculikan. Dia menyadari bahwa Caca tidak menunjukkan amarah atau reaksi keras seperti yang dia lakukan dulu, misalnya ketika dia marah pada Kelvin. Kali ini, Caca hanya diam, seolah-olah terkurung dalam ketakutannya sendiri.

"Pantas saja gue merasa aneh," pikir Devano.

Harusnya Caca marah, menampar, atau bahkan menendangnya, seperti yang pernah dia lakukan kepada Kelvin ketika marah. Tapi sekarang, Caca hanya duduk diam, tampak rapuh dan terluka. Devano merasa hatinya semakin berat.

Mereka selesai mencuci tangan dan kembali ke lapangan. Devano mencuri pandang sekali lagi ke arah Caca yang masih duduk di tangga, tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Dengan langkah yang berat, Devano kembali bergabung dengan teman-temannya di lapangan. Tapi pikirannya tetap terfokus pada Caca. Dia tahu bahwa tidak bisa terus menghindari Caca selamanya.

Ada sesuatu yang perlu diselesaikan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk Caca. Dan dia harus menemukan cara untuk melakukannya, meskipun itu berarti menghadapi rasa bersalah dan ketakutannya sendiri.

\~\~\~

Tim Ellipsi telah berhasil maju ke babak final. Sorak sorai penonton yang memenuhi tribun membuat suasana semakin memanas. Meskipun ini hanya pertandingan persahabatan, semangat kompetitif di lapangan terasa begitu kuat.

Setiap pemain bertekad untuk memberikan yang terbaik, memastikan setiap operan, setiap serangan, dan setiap taktik dilakukan dengan sempurna.

Ketika peluit tanda dimulainya pertandingan ditiup, kedua tim segera beraksi.

"Bola melambung tinggi di udara, dan pemain dari kedua tim melompat untuk meraihnya. Tim Ellipsi, yang mengenakan seragam berwarna biru tua, berhasil mendapatkan bola pertama." ucap komentator satu.

Kapten tim, Joko, dengan cekatan menggiring bola ke depan, menghindari pemain lawan yang mencoba menghentikannya. Dengan gerakan yang lincah, dia mengoper bola ke Galih yang berada di posisi strategis.

"Galih menerima bola dengan tenang, mengamati pergerakan lawan sejenak sebelum melakukan dribble cepat menuju keranjang." komentator satu.

Pemain dari tim Pentagon mencoba menghalanginya, tapi Galih dengan gesit mengelak dan memberikan operan balik kepada Kelvin yang sudah siap di dekat garis tiga poin.

"Tanpa ragu, Kelvin melompat dan melepaskan tembakan. Bola meluncur mulus melalui udara dan masuk ke dalam keranjang, mencetak tiga poin pertama untuk Ellipsi." komentator satu.

Penonton bersorak gembira, memberikan semangat tambahan bagi tim Ellipsi.

"Tim Pentagon tidak tinggal diam. Mereka segera membalas dengan serangan cepat. Pemain mereka, Ringgo, yang terkenal dengan kecepatan dan ketepatan tembakannya, membawa bola melintasi lapangan," ucap komentator dua dengan semnagat.

Dengan bantuan beberapa operan cepat antara rekan-rekannya, Ringgo berhasil menemukan celah dalam pertahanan Ellipsi dan melakukan layup yang sempurna, menambah dua poin untuk timnya.

"Wah, dua poin untuk tim Pentagon," seru komentator dua.

Pertandingan terus berlanjut dengan intensitas yang tinggi. Kedua tim saling beradu strategi dan kecepatan. Pemain-pemain Ellipsi, seperti Galih dan Kelvin, bekerja sama dengan koordinasi yang luar biasa. Mereka mengatur pola serangan yang kompleks, memanfaatkan setiap peluang yang ada.

"Galih, dengan tubuhnya yang atletis, berhasil beberapa kali merebut bola dari lawan, menciptakan peluang bagi timnya untuk melakukan serangan balik yang cepat," semangat komentator satu.

"Di sisi lain, tim Pentagon juga menunjukkan ketangguhan mereka. Mereka bertahan dengan gigih, memaksa tim Ellipsi untuk bekerja keras mencetak setiap poin," kata komentator dua.

Pemain-pemain mereka, seperti Damar dan Andi, menunjukkan kemampuan defensif yang luar biasa, menghadang setiap serangan yang dilancarkan oleh tim Ellipsi. Pertarungan di bawah keranjang pun berlangsung sengit, dengan kedua tim saling berebut rebound.

Waktu terus berjalan, dan kedudukan kedua tim terus berubah seiring dengan serangan dan pertahanan yang bergantian. Di menit-menit terakhir pertandingan, ketegangan mencapai puncaknya.

"Skor kedua tim sangat tipis, dan setiap poin menjadi sangat berharga," ucap komentator pertama.

Joko, sebagai kapten, mengambil inisiatif. Dia mengatur strategi bersama rekan-rekannya, memastikan setiap gerakan diperhitungkan dengan cermat.

Dengan hanya beberapa detik tersisa di papan skor, tim Ellipsi mendapatkan kesempatan terakhir untuk mencetak poin. Galih mengoper bola kepada Kelvin, yang segera mengembalikannya ke Joko.

Joko melihat kesempatan emas dan tanpa ragu, melompat tinggi dan melepaskan tembakan tiga poin. Bola meluncur dengan sempurna dan masuk ke dalam keranjang tepat saat buzzer berbunyi. Penonton meledak dalam sorak sorai.

"Tim Ellipsi berhasil memenangkan pertandingan dengan selisih poin yang tipis," ucap komentator pertama dengan semangat sembari ikut bersorak.

Mereka saling berpelukan dan berteriak kegirangan, merayakan kemenangan yang telah mereka raih dengan kerja keras dan strategi yang matang.

Pentagon dan Region, yang menempati posisi kedua dan ketiga, juga menunjukkan sportivitas mereka dengan memberikan selamat kepada tim Ellipsi.

Para pemain dari ketiga tim saling berjabat tangan, menunjukkan rasa hormat dan apresiasi satu sama lain. Meskipun ini adalah pertandingan persahabatan, semangat kompetisi yang tinggi dan fair play membuatnya terasa seperti pertandingan sungguhan.

Kemenangan ini bukan hanya tentang mencetak poin, tetapi juga tentang kerjasama, strategi, dan semangat tim yang solid. Tim Ellipsi telah membuktikan diri sebagai juara, tidak hanya di lapangan tetapi juga dalam semangat persahabatan dan sportivitas.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!