Mencari-cari kesalahan karyawan dengan tujuan dipecat adalah pekerjaan Regi Einar. Ia menerima daftar Karyawan Bermasalah di Garnet Bank, dan tugasnya adalah mencari alasan masuk akal yang bisa dijadikan senjata untuk mengeluarkan 'penyakit' di perusahaan. Pekerjaan itu tidak mudah. Bahkan beberapa karyawan seakan tidak berdosa dan sudah mengabdi lama di sana.
Regi bisa menyelesaikan setengah dari daftar bermasalah, namun ia tiba-tiba tersendat akan sesuatu yang datang pertama kalinya dalam hidupnya.
Kenapa Ratu Arumi harus begitu cantik di matanya?! Dan kenapa ia harus jatuh cinta saat sedang di tengah proyek penting?! Selama 28 tahun ia single, kenapa harus sekarang?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Iblis
Regi menyesap tehnya perlahan.
Ternyata, air dingin yang diusapkan ke wajahnya di toilet tidak mampu menenangkan dirinya. Ia masih berdebar dan merasa tertekan. Akhirnya dari pada terlalu lama berada di kantor itu, ia akan memeprsingkat obrolan langsung ke intinya saja.
Mana tehnya kemanisan pula.
“I’iiiiiissss!” Panggil Rahwana sebal.
“Iyaaaaa,” sahut seorang pria dari luar ruangan.
“Lo pake berapa sendok gula sih ni tehnya hooooy!”
Ternyata tehnya Rahwana juga kemanisan.
Regi hanya bisa menarik nafas panjang.
“Perasaan gue cobain nggak kemanisan Cuy!” kata Agen Alexis.
“Lo tuh makan kuenya dijeda dong jangan langsung minum teh kan jadinya lidah lo mati rasa! Eh tunggu…”
Hening sesaat.
“Lo nyobain teh di cangkir siapa kacrut!!” Seru Rahwana sambil berdiri.
“Salah satunya lah, gue lupa yang mana…” desis Agen Alexis.
Dan akhirnya perdebatan terjadi di luar ruangan, Regi bahkan malas menontonnya.
Ia buang setengah tehnya, lalu ia isi air panas. Barulah takarannya pas.
“Ha…ahhh…” de sahnya menikmati hidup.
“Pak Regi?” Agen Capung masuk ke ruangan Rahwana dan menemui Regi.
“Eh? Iya Pak?”
“Panggil nama saja Pak, nama saya Capung. Tapi nggak usah tanya kenapa saya dinamai mirip serangga.” Kata Agen Capung. “Saya tadi mendengar Pak Regi bicara mengenai aset tanah di Jaktim. Yang 2 hektar itu ya Pak? Sitaan Garnet Bank dari Machmudi Ginanjar?”
“Oh, kamu tahu?”
“Tahu Pak, karena pernah survei ke sana. Jadi gini Pak. Tanah itu kini dihuni oleh banyak kepala keluarga secara ilegal, banyak yang mendirikan rumah mewah di sana. Gapro akan membelinya kalau G-Bank sudah membereskan administrasinya. kami akan membelinya dengan harga mahal sesuai harga pasar jadi wajar dong kalau kami minta dibereskan.”
“Huh!” Dengus Regi. “Bilang saja kalau Mas Iwan ingin saat dia menjabat di G-Bank ia sudah tidak memiliki tanggungan pekerjaan lagi, dan akhirnya Gapro diserahkan tanggung jawab mengurusi sisa kasus tanah itu sepeninggalnya.”
“Hehehehe, kasarnya begitu sih Pak. Lagi pula yang selanjutnya akan menempati jabatan Presdir di Gapro adalah Pak Rumi. Komandan kami di GSA saat ini. Kami sering kesal karena dia terima job banyak kesannya mengerjai kami. Nggak bisa banget ngeliat kami gabut dikit soalnya. Si Iwan rada-rada dendam kayaknya, heheheh.”
“Bisa-bisanya…” Regi menatap ke arah pintu keluar. Rahwana masuk sambil cemberut.
Dia bisa cemberut perihal secangkir teh, tapi untuk nyawa manusia dia bisa tetap senyum-senyum.
“Jadi gini Mas Regi.” Desis Rahwana sambil berdiri bersandar ke pinggir meja. “Alasan saya bersedia untuk mengikutsertakan GSA dalam kasus tanah di Jaktim itu, karena si Capung udah punya laporannya. Saya malas ikut-ikutan, biar nanti Gapro belinya kalau sudah selesai saja. Lagian tersangkanya ada di dalam daftar Mas Regi kan? Mending saya bayar Mas Regi 100juta daripada keluar miliaran buat aparat gusur-gusur bangunan.”
“Mas Regi doang? Lah kita nggak dapet fee buat penertiban ke sana?” Tanya Capung.
“Nggak lah, udah termasuk gaji itu.”
“Pelit banget sih lu!”
“Lo masuk ke sarang terorojing pake AK47 nggak dapet fee diem aje lu, masak beginian doang modal bacot teriak-teriak lo minta dapet fee sih. Ini tuh tugas! Tuuuugggaaassss!” Kata Rahwana.
“CEO Medit lu. Pelit bukan pangkal kaya loh. Untung gue loyal ke lo!” tuding Agen Capung, “Dan Pak Regi harus hati-hati.”
“Hati-hati kenapa Pung... eh, Capung. Rasanya nggak enak kalau manggilnya pakai akhiran.” Regi slaah tingkah sendiri.
Agen Capung mengibaskan tangannya, seakan bilang kalau ia sudah biasa dengan tanggapan orang-orang, “Justru kita mau melibatkan Pak Regi karena kami dapat laporan kalau salah satu karyawan Garnet Bank lah yang membuat tanah itu jadi ditempati pemukiman liar. Kami ingin Garnet Bank setidaknya bertanggung jawab.”
Regi menunduk berpikir, “Pak Felix dan Pak Dimas tahu?”
“Tidak tahu,” Rahwana buka suara, “Kami berusaha agar mereka tidak tahu. Keterlibatan Pak Felix akan mengacaukan semua rencana saya.”
Regi dapat melihat senyum yang bersemangat di bibir Rahwana. Senyum... seorang psikopat yang melihat mangsa empuk di depannya.
“Saya ingin tersangkanya... dibawa hidup-hidup ke depan saya, tidak hanya sekedar di pecat ya Mas Regi. Saya ingin hutang itu dibayar dengan penderitaannya saat dia masih dalam keadaan hidup.”
Regi pun menarik nafas gugup.
Seumur hidupnya... makhluk -entah apa di depannya ini, bisa jadi dia hanya setengah manusia, setengahnya lagi... entahlah- ini satu-satunya yang bisa membuatnya ketakutan. Karena kegilaannya terbalut selimut senyum.
Regi sadar, Semakin lebar senyum Rahwana, tandanya ia sedang sangat marah.
“Pak Felix dan Om Dimas masih bisa kasihan. Tapi... saya tidak bisa mentolerir pencuri.” Tambah Rahwana.
Tampaknya Agen Capung dapat melihat kegusaran Regi, dari tadi pria itu hanya bisa mengalihkan pandangannya tidak berani menatap Rahwana langsung.
“Saya mengerti ke khawatiran Pak Regi, kok.” Kata Agen Capung sambil meringis. “Tapi Pak, percayalah, mereka pantas mendapatkannya. Karena kalau bukan kami yang bertindak duluan, orang seperti mafia tanah atau pun koruptor, akan bertindak diluar batas kemanusiaan.”
Agen Capung mencondongkan tubuhnya dan berbisik, “Untuk menumpas kawanan setan, dibutuhkan beberapa iblis. Kalau manusia, tidak akan menang. Hehehehe.”
“Hm...” gumam Regi. “Kalau begitu, karena saya masih manusia yang percaya Tuhan akan datang menolong hambanya yang setia berdoa padanya, saya hanya bisa membuka jalan. Sisanya kalian yang menangani.”
Rahwana mengangguk dengan senyum lembutnya. “Good. Jadi sekarang, Mas Regi butuh apa?”
“Selain GSA, Saya butuh Ratu dan Abbas.” Kata Regi. “Juga pekerjaan untuk Wahyu di sini, di Garnet Property. Saya masih memiliki kepentingan atasnya. Pekerjaan yang tidak berhubungan dengan uang.”
“Sudah saya duga setelah mengetahui kalau Ibu Mas Regi ternyata teman arisan Ibunya Wahyu. Wahyu akan saya pindahkan ke Kalimantan, kami ada proyek pembangunan baru di sana.” Kekeh Rahwana. “Kalimantan... bisa membuat orang semanja Wahyu jadi lebih tegar sedikit.”
Agen Capung terkekeh dan pamit dari sana untuk memberi briefing ke teman-temannya mengenai proyek Regi, sementara Rahwana menghubungi Ratu untuk datang.
***
Rahwana, berdiri bersandar di samping jendela sambil melipat kedua lengannya di dada. Seperti biasa, senyum lembut yang paling dibenci Regi muncul di sana. Rasanya Regi ingin menjahit saja seringai itu agar ia mimpi indah.
“Ratu,” panggil Rahwana. “Bisa kamu ceritakan awal kamu mencantumkan Yanto di daftar nama?”
“Awalnya, saya dilecehkan.” Sungut Ratu.
“Maksudnya?!” Regi gebrak meja sambil berdiri.
“Sssshhh!! Sabar dong ‘Pak Sayang’.” Kata Rahwana.
“Dia pegang-pegang kamu?!” seru Regi marah.
Ratu menaikkan bahunya, tapi matanya berkaca-kaca. “Tapi Puji Tuhan, ternyata dosanya lebih besar dari itu! Pas saya berpikir mau mencantumkan dia di daftar atas alasan dugaan pelecehan, muncul kasus yang lebih masuk akal!”
“Apa itu?”
“Mas Regi, tenang dulu. “ Rahwana menepuk-nepuk bahu Regi. “Ratu, ceritakan pelan-pelan.”
“Baik Mas...” gumam Ratu.
**
gregetan aq bentukan mereka kyk gimana..
bukannya sita dari kecil udah ikut Sebastian ya d asuh sama milady dan suka main ketempat glady
ada saatnya kmu juga akan jd orng yang hebat Yoga..