Caca terpaksa harus menikah dengan suami adiknya yang tengah terbaring sakit di salah satu kamar rumah sakit.
"Kak, aku mohon, menikahlah dengan abang Alden!" Ucap Lisa, sang adik di waktu terakhirnya.
Caca menggeleng tak setuju. Begitu juga dengan Alden. Tapi mendengar Lisa terus memohon dengan suara seraknya yang nyaris hilang dan dengan raut wajahnya yang menahan segala rasa sakitnya, Caca pun akhirnya menyetujui permohonan terakhir adiknya.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Yuk langsung saja intip serial novel terbaru Author!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Hari yang sibuk
Caca sangat sibuk sejak tadi pagi sampai siang ini. Kerjaannya menumpuk, karena ketidak hadiran-nya kemarin. Padahal sekarang sudah waktunya makan siang, tapi Caca masih juga belum sempat untuk makan siang.
"Ca, lanjut nanti aja pekerjaan kamu. Kita makan siang dulu yok." Ajak Loli yang sudah kelaparan karena menunggu sahabatnya itu.
"Kamu duluan saja, Loli. Aku nggak bisa menunda pekerjaanku sekarang. Kalau aku tunda lagi yang ada makin bertambah." Sahutnya tanpa menoleh pada sahabatnya itu.
"Benaran nggak apa apa kalau aku tinggal makan duluan?"
"Iya nggak apa apa kok. Lagian aku juga belum lapar." Sahutnya sambil tersenyum pada sahabatnya itu.
"Ya udah, kalau gitu aku makan duluan ya."
"Iya."
"Mau aku bawakan makan siang?"
"Mmm, boleh." Sahut Caca.
"Oke. Aku ke kantin dulu ya. Semangat kerjanya!"
Caca mengangguk dan tersenyum saja menanggapi ucapan Loli. Lalu dia kembali fokus pada pekerjaannya.
Ting
Hp Caca kedatangan Notif pemberitahuan adanya pesan masuk di kolom Chat nya. Segera saja dia melihatnya.
*Suami ❤*
Mata caca membola melihat Chat yang masuk itu dari kontak hp yang disimpan dengan kotak yang tidak pernah dia simpan sebelumnya. Tapi, ada sedikit senyuman dibibirnya kala membaca isi pesan yang dikirimkan oleh suaminya itu.
~Suami ❤
^^^Sayang, jangan lupa makan siang.^^^
Love you 😘
Caca hanya membaca pesan itu tanpa berniat membalasnya. Bukan tidak ingin membalas, tapi Caca terlalu sibuk. Dia merasa tidak punya waktu untuk mengetik pesan balasan itu.
"Ca, ini makan siang buat kamu."
Suara itu mengagetkan Caca. Dia bahkan dengan cepat menyimpan hp nya kedalam laci meja kerjanya.
"Pak Robi!" Seru Caca saat melihat Robi berdiri tepat di depan meja kerjanya.
"Saya mengagetkan kamu ya. Maaf ya, Ca."
"I-iya pak Robi. Tidak apa apa kok." Sahut Caca ragu.
"Nih makan siang bua kamu. Ayam panggang kesukaan kamu loh." Tutur Robi sambil meletakkan seporsi makan siang diatas meja kerja Caca yang berantakan.
"Terimakasih, pak Robi. Tapi tadi saya sudah nitip sama Loli."
"Kamu bawa pulang saja makananya. Lumayan untuk makan malam." Ucapnya memaksa Caca menerima makan siang darinya.
"Terimakasih pak Robi." Ucap Caca merasa tidak enak hati.
Meski terpaksa dia tetap menerima makan siang itu. Takut Robi tersinggung dan malam melakukan hal hal yang tidak diinginkan. Karena, Caca dan mungkin seluruh orang di kantor ini tahu, Robi tidak suka ditolak. Jika ada yang menolak niat baiknya, maka dia tidak segan segan untuk mengusik hidup orang tersebut.
Tentu saja Caca tidak ingin berurusan dengan Robi. Dia hanya ingin hidupnya tenang, tanpa musuh. Bekerja seperti biasanya tanpa merasa ketakutan pada sosok Robi.
"Mau saya bantu?" Tanya Robi.
"Tidak usah, pak. Terimakasih." Sahut Caca cepat.
Mendapati Caca menolak niat baiknya, terlihat jelaslah raut wajah tidak senang di wajah Robi.
Beberapa detik kemudian Caca menyadari dirinya telah melakukan kesalahan pada Robi. Segera saja Caca mendongak untuk melihat raut wajah pria itu yang justru tampak tersenyum manis padanya.
"Ya sudah, kalau kamu tidak mau saya bantu ya tidak apa apa. Semangat ya, Ca." Ujarnya menepis rasa kesalnya atas penolakan Caca.
"Terimakasih pak Robi." Sahut Caca sambil sedikit menundukkan kepalanya.
Setelah itu, Robi akhirnya meninggalkan Caca sendirian di meja kerjanya. Robi sendiri kembali ke ruangannya sendiri yang berada di lantai yang sama dengan Caca. Tapi, karena pangkat Robi lebih tinggi, dia punya ruangan khusus sendiri.
...🍂🍂🍂...
Alden sedang di ruang rapat. Vino sedang presentasi di depan dihadapan beberapa direktur dan kepala bagian divisi yang ada di perusahaan.
"Kenapa tidak dibalas sih?" Rutuk Alden dalam hatinya sambil bolak balik melihat layar hp nya.
Merasa kesal karena pesannya tidak dibalas, Alden pun memeriksa titik keberadaan Caca.
"Masih di ruang kerjanya. Kenapa tidak ke kantin? Apa dia melewatkan makan siang?" Pikir Alden.
"Bagaimana pak Alden?" Tanya Vino setelah selesai presentasinya.
Bukannya menjawab, Alden malah mendengus kesal dan memukul mukulkan hp nya ke dasar meja.
Semua mata menatap kearah Alden yang tengah merutuki Caca yang tidak membalas pesannya sama sekali.
"Pak Alden?!" Panggil Vino dengan suara lantang.
Tentu itu berhasil membangunkan Alden dari lamunannya.
"Hah?! I-iya, bagaimana Vino?" Sahutnya gelagapan.
"Bagaimana tanggapan bapak Alden mengenai proyek baru ini. Apakah bapak setuju dengan jumlah dana yang dibutuhkan atau perlukan kita sederhanakan lagi?" Ulang Vino menjelaskan.
"Saya rasa sudah cukup bagus. Tidak perlu disederhanakan lagi, karena kalau dana disederhanakan otomatis proyek ini tidak akan berjalan sesuai rencana." Jawabnya tegas.
Semua orang yang ikut rapat hari ini pun tersenyum lega. Bagaimana tidak mau senyum, ini pertama kalinya CEO mereka itu menyetujui proyek tanpa banyak komplen seperti biasanya.
"Apa ada yang keberatan dengan keputusan saya?" Tanya Alden saat menyadari semua orang terdiam dan saling menatap sambil tersenyum.
"Tidak pak Alden. Kami sangat setuju dengan keputusan dari anda." Sahut salah satu divisi perencanaan mewakili anggota lainnya.
"Bagus. Kalau sudah sepakat semua, kita akhiri rapat hari ini." Ujarnya yang langsung berdiri dan melangkah meninggalkan ruang rapat, padahal anggota rapat baru mau menundukkan kepala memberi hormat pada atasan mereka itu.
"Terimakasih kerjasama kalian. Selamat bertugas kembali." Ucap Vino.
Kemudian dia pun meninggalkan ruang rapat untuk menyusul Alden yang sudah sampai di ruangannya lagi.
"Apa ada yang mengganggu pikiran pak Alden?" Tanya Vino saat sudah tiba di ruangan Alden.
"Caca tidak membalas pesanku!" Serunya sambil menatap layar hp nya.
"Mungkin non Caca sibuk. Karyawan biasa sepertinya apa bila cuti sehari saja, maka perkerjaannya akan menumpuk." Sahut Vino menjelaskan.
"Begitukah?"
"Iya, pak. Makanya saran saya, jangan membuat non Caca libur kerja kalau tidak mau dia sibuk sampai tidak semat membalas pesan anda." Tutur Vino.
"Jadi maksud kamu kerjaannya menumpuk karena saya?" Tanya Alden tidak suka dengan kalimat Vino yang seakan menyalahkannya.
"Saya tidak mengatakan begitu, pak Alden." Sahut Vino santai.
Alden tambah emosi melihat wajah santai Vino. "Kembali keruanganmu. Tinggalkan saya senduri." Titahnya.
"Baik pak. Saya permisi."
Vino pun segera keluar dari ruangan Alden dengan perasaan lega dan sedikit mengejek sahabatnya itu yang perlahan menjadi budak cinta dari istrinya.
"Alden, Alden. Dari dulu sampai sekarang nggak berubah kalau menyangkut Caca. Gunung akan didaki, lautan pun akan sanggup dia seberangi demi seorang Caca." Gumam Vino.