Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?
Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Latihan Utara
Motor Rama berhenti di depan Rosa yang masih berdiri menunggu angkot. Tangannya membuka kaca helm, wajah berkacamata Rama tersenyum.
“Gak ada angkot lewat sini, Sa” katanya sambil turun kemudian memberikan helm pada Rosa, “Ayo,” ajaknya.
Tapi Rosa tidak langsung menerimanya. Dia malah menatap dengan alis berkerut Rama yang tiba-tiba saja datang dan mengajaknya pergi.
“Papa ngabarin kalau kamu berangkat sendiri, jadi aku jemput,” jelas Rama. Tangannya memakaikan helm pada Rosa yang masih terdiam. “Mulai besok bawa jaket atau sweater, ya, biar ga masuk angin,” lanjutnya kali ini sambil mengunci. Rama membuka jaketnya dan memberikannya kepada adiknya itu.
Rosa mau tidak mau menerimanya.
Rama tersenyum, “Ayo, kita bakal telat kalau kamu masih mikir dan nimbang-nimbang gitu.”
Rosa merasa Rama benar sekarang. Dia tidak punya banyak waktu. Kalau ikut Rama sekarang dia akan sampai sekolah tepat waktu. Demi hari keduanya di sekolah, Rosa mengalah dan ikut dengan kakaknya. Dia akhirnya memakai jaket Rama, tercium wangi parfumnya sekilas. Rosa lalu melangkah dan naik ke motor matik berwarna hitam itu.
“Pegangan, Sa,” kata Rama setelah memastikan adiknya sudah naik.
Tangan Rosa menggenggam pegangan di belakangnya.
Rama tertawa sekilas, kemudian mulai melajukan motornya.
-o0o-
Kejadian kemarin tentang Rama dan Rosa masih belum mereda dan sekarang keduanya terlihat berangkat sekolah bersama. Dengan begitu mulai ada gosip yang beredar tentang mereka berdua. Mulai dengan Rama yang jatuh cinta pada pandangan pertama kemarin, lalu menjemput Rosa pagi ini.
Bagian menjemput itu memang kenyataan. Tapi bagian jatuh cinta, Rosa merasa sangat mual mendengarnya.
Atau yang lebih parah, Rosa pindah karena dia mantan pacar Rama dan mau berdekatan dengan Rama. Tapi Rama menolak jadi Rosa menangis kemarin.
“Ha? Aneh banget sih,” Rosa bertanya dengan kaget saat Bella memberitahunya tentang apa yang sedang dibicarakan anak-anak kelasnya saat mereka duduk di bangku kantin di istirahat pertama.
Najwa tersenyum, dia juga tidak tahu tentang apa-apa soal Rama dan Rosa.
“Najwa kayaknya harus tahu, sih, Sa,” usul Bella, “dia udah penasaran gitu dari tadi pagi,” katanya lagi sambil menyeruput es jeruknya.
Rosa menatap Najwa yang masih mengunyah bakso sambil menatap balik ke Rosa dengan penasaran.
“Beneran ada sesuatu diantara kalian, kan?” tanya Najwa setelah menelan baksonya. “Karena aneh aja,” katanya lagi.
Setelah hitungan ke sepuluh, Rosa menarik napas, dan berkata, “Dia kakak aku.”
Mulut Najwa terbuka dengan matanya yang menatap tak percaya, “Tapi kalian gak mirip!”
Bukan itu yang diprediksi Rosa akan keluar dari mulut Najwa, “Tapi dia kakak aku,” ulangnya.
Najwa mencoba menjelaskan, “Rosa, kamu itu bule. Muka kamu ini bule banget. Tapi Rama, dia itu indonesia banget. Gak ada, gak ada yang mirip.”
Bella tertawa, “Bener, kan,” pekiknya merasa keraguannya selama ini ada temannya, “dari SD Rosa itu emang keliatan kayak bule banget. Tapi emang Rama itu kakaknya Rosa, Jwa,” Bella menjelaskan. “Dari SD mereka barengan terus kalau berangkat sama pulang sekolah.”
“Ih lah aku gak percaya,” Najwa menggaruk kepalanya.
Rosa tersenyum melihat dua teman barunya berdebat tentang adik kakak itu. Mereka memang berbeda. Tapi mereka punya mama dan papa yang sama. Jadi Rama memang kakaknya. Begitulah selama ini Rosa mengingat cowok itu. Dia kakaknya yang selalu dia benci.
“Tolong jangan kasih tahu siapa-siapa, Jwa,” pintanya sama seperti pada Bella.
Najwa langsung memperagakan jarinya mengunci mulutnya dan melemparkan kunci tak kasat mata itu. Menatap Rosa lalu tersenyum lebar. Dia mengangguk.
Rosa tersenyum, dia ikut mengangguk.
-o0o-
Bel pulang berbunyi. Semua murid perempuan langsung berlarian keluar. Menyisakan Bella, Najwa, Rosa, dan Zihan, juga murid cowok yang langsung mengeluarkan handphone mereka untuk mabar.
“Nonton latihan kayak gak ada kerjaan aja,” kata Zihan ketus. Dia membereskan bukunya. Kemudian berdiri dan berjalan keluar kelas.
“Kenapa lagi si Zihan teh, biarin weh atuh gak ngajak kamu nontonnya juga,” Bella membereskan juga buku-bukunya.
“Ada apa?” tanya Rosa.
“Latihan band,” jawab Najwa yang sudah selesai membereskan bukunya.
Rosa tidak tertarik.
“Tiap selasa minggu kedua dan keempat, itu jadwalnya Utara Band latihan. Semuanya dulu-duluan biar bisa nonton di deket pintu atau engga nempel ditembok,” Najwa meneruskan. “Lumayan sih ada hiburan gratis,” dia tersenyum.
“Gimana enggak, itu Kak Angkasa. Siapa yang gak mau nonton dia?” Bella menjawab.
“Zihan kayaknya gak mau lihat,” kata Rosa.
Bella tertawa, “Sekarang aja. Dia dulu penasaran juga, kok. Tapi sesudah itu dia bilang, oh gitu aja, mendingan aku belajar, katanya dengan muka merah. Tapi nonton lagi di latihan selanjutnya,” ingatnya geli.
“Kayaknya dia bad mood hari ini,” kata Najwa pura-pura prihatin.
“Karena dia kalah cepet dari Rosa di kuis kimia tadi,” jawab Bella.
Keduanya kemudian tertawa, Rosa menggeleng, “Aku kayaknya ga usah jawab duluan deh ya,” katanya benar-benar merasa bersalah.
“GAK!” jawab Bella dan Najwa kompak membuat Rosa terkaget. Juga membuat beberapa cowok melirik ke arah mereka.
“Seru banget lihat dia bad mood, Sa, jadi gak cerewet. Cuma nyinyir doang,” Najwa masih tertawa.
“Jangan jail loh kalian,” Rosa mau tidak mau ikut tersenyum melihat tingkah kedua temannya. Dia kemudian teringat pada Tiara.
Gadis berkerudung itu langsung menemuinya di kelas saat mendengar Rosa akan pindah, kemudian menangis karena tidak mau ditinggalkan. Rosa jadi merasa semakin tidak mau pergi saat itu. Tapi akhirnya dia harus pergi juga.
“Ayo, Sa, cepet kita lihat juga. Gak perlu deket-deket banget,” Bella mengembalikan Rosa dari lamunannya.
Najwa mengangguk, “Dengerin suaranya aja cukup bikin meleleh kok,” katanya dengan tangan menangkup kedua pipinya.
Rosa mengalah, meskipun dia tidak pernah penasaran dengan huru-hara apapun yang terjadi di sekolahnya dulu, tapi sekarang dia hanya akan ikut.
Benar saja, ruang multimedia sudah penuh siswi-siswi yang berdesakkan. Saling berebut tempat paling depan untuk melihat kakak-kakak kelas mereka latihan. Rosa berhenti di antara Bella dan Najwa. Mereka berdiri paling belakang di koridor panjang itu.
“Disini cukup kedengeran kok,” kata Bella.
Mereka tidak mencoba untuk lebih merangsek maju. Seperti kata Bella, mendengarkan saja cukup.
Rosa mendengarkan, suara gitar? Dia tidak mengerti soal begini. Jadi hanya ikut mendengarkan saja. Dia tidak bisa terlalu mendengar kata-kata yang muncul selanjutnya karena teredam suara lengkingan cewek-cewek di depannya.
Ku buka album biru…
Rosa mundur. Dia cukup bisa mendengarkan kalimat itu dengan utuh. Oh, tidak, Rosa tidak bisa bernapas. Dia berbalik, kemudian melihat Rama di ujung koridor. Sejak kapan dia ada di sana? Rosa tidak memedulikannya lagi. Dia kemudian melangkah menjauhi kerumunan. Suara gitar sekarang terdengar. Tapi Rosa sudah tidak peduli. Dia mau pulang.
Bella dan Najwa melihat Rosa berbalik, mereka baru akan menyusul ketika dilihatnya Rama mengikuti di belakang Rosa. Keduanya saling pandang. Tidak tahu apa yang seharusnya mereka berdua lakukan. Tapi kemudian keduanya sepakat untuk membiarkan dua kakak beradik itu pergi.
-o0o-