Dihamili Adik Dinikahi Sang Kakak

Hary ada persentasi di hotel besok,  dari pada bolak -balik jadi ia lebih baik menungu sampai pagi. Ternyata Jihan ikut turun kalau sudah seperti ini ia bigung . Padahal tadi ia  sudah menyusun rencana dengan baik.

“Jihan, aku akan menunggu di sini sampai besok pagi. Aku  bahkan sudah membawa pakaianku dari kemarin. Hary menunjukkan pakaian dalam tas rangsel.

“Tidak apa-apa, aku akan jadi penonton saja. Aku akan membantumu mempersiapkan persentasimu. Kalau kamu memenangkan proyek itu, artinya kita akan bekerja sama kan?”

“Iya, tapi kamu gak membawa pakaian.”

‘Apa aku sudah bau bangat?’ Tiba-tiba ia merasa tidak enak.

Jihan menjelaskan kalau ia  selalu membawa pakaian  dalam tas. Mendengar itu Hary meminta Jihan yang  melakukan persentasi. Awalnya Jihan menolak  tapi Hary menyakinkan kalau  yang akan  ia persentasikan gambar yamg mereka buat kemarin,i akan lebih baik Jihan yang melakukannya. Tidak pernah terlintas dipikiran Jihan akan tampil di sebuah event besar yang akan dihadiri banyak pegusaha terkemuka. Terkadang berteman orang kalangan atas akan membawa kita mengenal orang terpandang juga.

"Apa aku bisa?" tanya Jihan menatap Hary dengan gugup, ia pernah melakukan perentasi  tapi tidak pernah dicara sebesar yang sekarang.

"Bisa ... yakin sama dirimu sendiri," ujar Hary setiap kata-kata yang diucapkan Hary mampu membangkitkan semangat dari hati Jihan.

"Bagaimana kalau aku gagal? Kamu pasti kecewa."

Hary tertawa kecil lalu ia berkata." Dalam konpetisi pasti ada yang kalah dan menang Jihan. Kalau kita gagal  dalam tender ini itu artinya belm rejeki."

"Kamu tidak akan marah?"

"Tidak."

Jihan akhirya memberanikan diri.  Acara itu akan di mulai jam sepuluh pagi, jadi ia membeli pakaian dan sepatu yang layak untuk ia gunakan.

Dalam ruangan pertemuan Jihan dan Hary sudah duduk berpampingan mereka ikut berkopetisi untuk desain bangunan sebuah hotel.  Ini persentasi pertama Jihan  untuk acara besar seperti itu, ia gugup. Karena merasa gugup  bayi dalam rahimnya jadi ikut-ikutan gelisah , ia mengusapnya dengan pelan. Namun, ia merasa seolah berputar dan menendang.Jihan memasukkan tangannya ke dalam baju mengusap-usapnya dengan lembut.

‘Tenanglah, jangan takut kita bisa melakukannya’ ucap Jihan  mengusap dengan pelan

Diam-dim Hary ternyata melihat dan mengawasi apa yang di lakukan Jihan, hanya saja ia tidak berani bertanya.

Namun, saat   Jihan maju ke depan  mempersentasikan  gambar. Hary terlihat sangat gugup, ia  beberapa kali mengigit kepalan tangannya dan  berdoa dalam hati agar Jihan mampu  menjelaskan desain yang mereka kerjakan.

 Jihan menoleh padanya ia memberi tanda agar Jihan jangan tegang dan senyum. Melihat dukungan  yang diberikan Hary wajah Jiha seketika berubah lebih tenang.

Jihan melakukannya dengan baik dan membuat dirinya sedikit rileks. Namun saat diakhir persentasi ia kaget ternyata ayah mertuanya ada di sana juga.

Setelah selesai ia duduk kembali, lalu ia menjelaskan pada Hary kalau ada Ayah di sana. Seketika wajah Hary menjadi tegang.

“Apa kita  harus pergi dari sini?” tanya Jihan.

Hari pura-pura sibuk memeriksa berkas di tangannya, lalu ia berkata dengan santai, “tidak usah. Kita berkerja di sini.”

“Baiklah kalau kamu sudah yakin.”

Kerja keras dan pengorbanan keduanya tidak sia-sia dari ratusan peserta yang masuk ternyata gambar Hary  yang dipilih . Jihan  sangat kaget sekaligus bahagia, ia tidak pernah menduga gambar yang baru kemarin mereka kerjakan akan jadi pemenang. Hari itu juga Hary langsung menandatangani surat kontrak. Pertama kalinya gambarnya diterima untuk desain sebuah proyek besar dan bagunan  mewah.

“Kamu hebat Jihan,” puji Hary dengan wajah yang bahagia.

“Itu gambar kamu, artinya kamu  yang hebat. Tapi aku senang .”

“Itu akan proyek kita selanjutnya,” ujar Hary tidak bisa membendung  rasa bahagianya, kalau saja Jihan bukan kakak iparnya ia sudah memeluknya  dengan erat.

Saat keluar ternyata Wilson sang ayah menunggu mereka di lobby.

“Ayah?”

“Jihan kamu datang sama ,Rafan?” Lelaki berkaca mata itu menoleh kanan -kiri.

“Tidak ayah, saya datang dengan Hary,” ujar Jihan.

Seketika raut wajah Wilsaon kaget, ia tidak tahu kalau Jihan pada akhirnya akan berbaikan pada lelaki yang sudah merusak hidupnya. Wilson menatap Hary yang berdiri  menjauh dari mereka. Hubungan anak bapak itu tidak pernah akur.

“Tadi malam Rafan sudah cerita kalau kamu sudah kembali ke Jakarta. Selamat datang Nak.”

“Iya Ayah, saya ingin melanjutkan kuliahku dan aku berkerja untuk Hary.”

“Selamat untuk  kamu Jihan.”

“Bukan, itu gambar  Hary .  Saya hanya membantu.”

Lelaki itu terdiam, ternyata bakatnya  menurun pada putranya  hanya saja anak berandalan itu selalu meyangkal dirinya kalau ia sama dengan ayahnya.

“Itu sangat bagus. Selamat untuk kalian berdua, pulanglah lah lebih awal ke rumah kita akan merayakan keberhasilan kalian.”

“Kapan ayah pulang umroh ?” tanya Jihan

“Kemarin.”

“Maka itu, kita akan mengadakan  acara di rumah. Pulanglah ke rumah.”

Jihan hanya mengangguk pelan, berat rasanya  bertemu kembali dengan ibu mertuanya.

“Aku dan Jihan tidak bisa, Malam ini kami akan bertemu dengan client,” bantah Hary.

Mata Jihan membulat tanda protes, karena ia tahu  tidak ada pembahasan tentang pekerjaan.

“Baiklah mungkin kalian terlambat datang.”

“Bukan terlambat, tapi aku dan dia tidak datang.”

“Kamu kenapa?” tanya Jihan  bigung melihat Hary yang marah pada ayahnya.

“Saya tidak tau apa penyebab kamu marah, anak muda,” ujar Wilson dengan tenang.

“Kenapa tidak Ayah tanyakan pada, anak kesayanganmu.”

“Bailaklah saya pulang dulu.”

Lelaki itu berjalan meninggalkan  keduanya. Tiba-tiba tubuh Jihan lentoi bagai jeli mereka seperti pencuri yang tertangkap basah. Lalu ia bicara pada Hary kenapa berbohong pada ayahnya kalau mereka tidak bisa.

“Aku ingin dia tahu kalau Rafan anak kesayangannya tidak perduli padamu.”

“Apa yang coba kamu lakukan?”

“Aku ingin mereka tahu kalau kamu  bekerja keras membiayai kuliah dan kebutuhanmu dan Rafan tidak melakukan apa-apa

“Kamu tidak perlu melakukan itu dan kamu bukan  pria yang tepat untuk menghakimi orang,” tegas Jihan.

Mereka berdua kembali berdebat tentang prisip dan pola pikir masing-masing.

“Walau aku berengsek seperti yang kamu katakan setidaknya aku punya rasa peduli.”

“Mungkin jika kamu diposisi dia, kamu juga akan melakukan hal yang sama. Wajar, bagaimana dia peduli pada wanita bekas adiknya sendiri.”

“Jihan berhenti jangan ulangi lagi,” bentak Hary dengan marah.

“Maka jangan menyalahkan orang lain, salahkan saja dirimu.”

Mereka kembali bertengkar, Hary tidak ingin bertengkar dengan  Jihan ia pergi sembari mendumal, “wanita keras kepala. Aku harap anakmu tidak seperti kamu.”

Ia memilih duduk menjauh dari Jihan dan Jihan duduk diam di depan hotel.

Bersambung

Bantu Vote, like, komen dan berikan hadiah terimakasih

*