Tentang seorang Mahasiswi yang gak pintar, pendiam dan sering di bully di kampus.
Sherina adalah anak orang kaya konglomerat,
tetapi Ayahnya sudah meninggal dan Ibunya menikah lagi dengan suami kedua dan mempunyai anak satu orang.
Sherina sering mendapatkan perlakuan kasar dari Mamanya, karena sering pembangkang dan Ayah tirinya adalah konglomerat terkaya.
Karena sering mendapat ledekan dan penghinaan. Seorang Dosen yang merupakan Dosen tampan dan banyak pengemar tersebut, mencari tahu mengapa Sherina sering terlambat, tidak mengerjakan tugas, lemot dan lain-lain.
Saat Rangga dosen muda berumur 26 tahun tersebut mencari tahu, ternyata Sherina hampir menjadi korban Ayah tirinya yang memaksa harus tidur dengannya, mendapat pukulan dari sang Mama, serta mempunyai banyak pekerjaaan rumah yang harus diselesaikan.
Dosen muda tersebut akhirnya terjebak cinta dengan Sherina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doris ariesta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Sherina
Kini mama Nindi sudah bahagia dengan keluarga barunya. Anak dari suami pertama pun merasa terlantar, sebab ada suami baru yang mempengaruhi seorang mama.
Sherina termenung di balkon lantai dua sambil melihat kebawah. Sherina menatap seakan rindu suasana rumah, dulu begitu ramai suasana rumah ada ayah kandung yang membuat ramai.
Semenjak ayah kandung meninggal dunia hidup Sherina seperti tidak ada tujuan sama sekali. Mama sudah menikah lagi dan mempunyai anak dari suami barunya tersebut dan anak di telantarkan.
Tak terasa air mata Sherina menetes saat duduk sendiri di kursi balkon. Kini mereka bagaikan orang asing yang tidak saling bertatap muka.
Rangga melihat Sherina duduk di balkon lalu langsung nyamperin Sherina. Sudah empat hari mereka tidak cakapan namun saat Sherina termenung Rangga tidak tega.
"Sherina kamu kenapa termenung? Sama menangis lagi ..." Rangga memegang bahu Sherina dari belakang.
"Tidak ada apa-apa, Pak." Sherina segera mengusap air mata, yang telah membasahi pipinya tersebut.
"Sherina cerita sama saya, kamu punya masalah apa?" tanya Rangga, mendekati Sherina.
"Serius, Pak. Tidak ada apa-apa." Sherina berusaha untuk menutupi, namun masih kelihatan bahwa Sherina lagi mempunyai banyak pikiran.
Rangga bisa mengentahui bahwa seseorang lagi ada masalah. Dari pelupuk dan bola matanya yang memandang tidak ke lawan bicaranya serta pandangan terlihat kosong pada saat termenung.
"Cerita dong ... Biar saya dengar cerita kamu sekarang."
"Bapak kan tidak peduli lagi, kemarin Bapak bilang begitu sama, Saya." Sherina menangis mengingat lagi omongan sang Dosen karena cemburu, tidak mau peduli lagi dengan Sherina dan akan membiarkan Sherina bebas di rumah itu.
"Saya bukannya tidak peduli, sebab saya lagi terbawa emosi saja kemarin," jawab Dosen Rangga, waktu itu merasa cemburu dengan Septian, sebab jalannya bersama Septian waktu itu.
"Emosi kenapa, Pak? Apakah saya ada bikin masalah?" tanya Sherina sambil menatap mata kedua Dosennya tersebut.
Rangga menjadi salah tingkah. Saat di tatap oleh mahasiswinya tersebut, Rangga tidak pernah salah tingkah jika di tatap oleh lawan jenis, namun dengan Sherina semua berbeda di rasakan.
"Kamu jalan sama Septian." Rangga keceplosan ngomongnya, tidak sadar saat Rangga fokus ke hp nya.
"Memang kenapa Pak? Saya jalan dengan Septian? Bapak merasa cemburu dengan Septian?" tanya Sherina lebih serius merasa di istimewakan banget sama Rangga saat sudah satu rumah.
"Gimana saya tidak marah, saya jemput kamu dan kamunya jalan sama cowok lain. Sakit tahu ..." Rangga memprotes hal itu.
Rangga inginnya Sherina tidak boleh terlalu dekat dengan cowok lain, kalau tidak Rangga akan mudah merasa cemburu.
"Pak, maaf akan kejadian tersebut." Sherina meminta maaf sambil menaruh kedua tangan nya di paha Rangga.
Rangga merasa kaget saat tangan Sherina diatas paha nya. Segera Rangga membalas dengan menggenggam kedua tangan Sherina sebagai bentuk perhatian.
"Masalah tersebut sudah saya maafkan, coba kamu cerita, apa yang terjadi?" tanya Rangga lalu mencubit pipi Sherina, supaya tersenyum jangan menangis lagi.
"Pak. Mama Nindi sudah tidak menganggap saya anak lagi ..." Sherina mulai membuka masalah keluarganya.
Sudah hampir 3 hari, Sherina ingin bercerita masalah mama dan dirinya. Namun karena saling cakapan bersama Rangga membuat Sherina mengurungkan niatnya untuk cerita sama Rangga.
"Apa? Kok bisa ..." Rangga terkaget-kaget saat melihat seorang ibu. Tidak mengakui anak yang merupakan darah dagingnya.
Rangga menjadi marah sama Nindi, tidak habis pikir dengan otak seorang mama yang memilih berpisah dengan anak kandungnya karena pengaruh dari suami keduanya yang telah membuat berubah.
"Memang kurang hajar Mama kamu!" kata Rangga menjadi marah.
"Pak. Aku tidak meminta Bapak untuk menghina orangtuaku." Sherina tidak suka jika Rangga seperti menghina mamanya.
Gimana pun karakter seorang mama, bagi Sherina dia terlahir dari rahimnya. Masih membalas jasa mama yang telah melahirkannya tersebut.
"Kamu masih saja bela Mama kamu." Rangga tidak terima Sherina membela mama kandungnya tersebut.
"Mau gimana lagi, Pak. Aku tidak bisa membenci orangtua kandungku sendiri saat ini," ujar Sherina menangis di pundak Rangga bahwa sejelek nya mama, tetap mama kandungnya.
"Kamu memang tidak bisa membenci orangtua kandung kamu! Jika kamu sudah di gini kan ... Apa bisa kamu menerima Mama kamu sebagai orangtua kamu," kata Rangga yang tidak terima.
Rangga malah lebih kasihan kepada Sherina yang sudah tidak di anggap anak. Rangga menyalahkan suami mama Nindi.
"Itu lagi si Anton, gak ada otak pisahkan kamu dari Mama Nindi." Rangga terlihat marah dan kecewa sama Anton.
Rangga menjadi benci dengan Anton, patut lah Rangga merasa tidak suka selama ini dengan Anton. Sudah playboy dan meninggalkan istri pertama demi mama Sherina.
"Pak, kamu kok begitu sih. Saya tidak mau Bapak menjelekkan Mama, Saya."
"Sherina ... Aku kasih tahu sama kamu, buat apa sih kamu membelanya lagi, kamu sudah tak di anggap di rumah, kamu masih saja membela! Jangan ngeyel deh ..." Rangga menasehati Sherina
"Pak, Sherina tidak terima juga bahwa Mama tidak memberikan kepada Sherina harta warisan Ayah." Sherina merasa terkungkung hatinya, bahwa tidak akan mendapatkan warisan sang ayah yang telah mendiang berapa tahun yang lalu.
"Apa? Kamu tidak mendapatkan warisan dasar gak ada otak!" ujar Rangga merasa Sherina semakin di berdaya.
Rangga meminta kepada Sherina untuk bersikeras. Mempertahankan yang menjadi haknya, bahwa harta tersebut murni milik ayah kandung bukan ayah tiri, jika ayah kandung sudah meninggal maka warisan jatuh kepada anak kandung.
"Iya, Pak. Pada hal harta tersebut milik Ayah kandung Sherina, yang telah meninggal, sedih saja bahwa harta Ayah jatuh ketangan orang lain." Sherina memang terlihat sayup dan matanya berkaca-kaca.
Rangga menghapus air mata Sherina menghapus dengan kedua tangannya sebab terlihat kesedihan di wajah perempuan tersebut. Hati Dosen mana yang tidak iba jika melihat mahasiswinya menjadi anak terlantar yang di abaikan oleh keluarga.
"Sudah kamu jangan sedih, kamu tunjukan kamu harus sukses ..." Rangga memberikan suport yang luar biasa kepada Sherina sebagai anak terlantar.
Sherina merasakan kesabaran Dosennya tersebut. Selama Sherina di rumah Dosen tersebut tinggal, bahkan Dosen tersebut tidak pernah menuntut mengeluh mengurus Sherina.
Saat atm dan fasilitas yang diberikan oleh mama kandung Sherina. Di ambil kembali Dosen Rangga lah yang memberikan uang jajan untuk Sherina serta uang pegangan bahkan sang Dosen tidak keberatan untuk mengeluarkan uang, untuk Sherina.
"Pak, terimakasih sudah banyak membantu aku selama ini." Sherina memeluk Dosennya tersebut, bahkan Sherina sangat berterima kasih atas perhatian Dosennya selama ini yang sudah baik.
"Buat apa terimakasih?" tanya Rangga sebab tidak perlu berterimakasih.
lanjuut thor...