"Maafkan aku, tak bisa menepati janjiku untuk tetap setia padamu, sayang. Pada akhirnya aku kalah dengan nafssu." Jeff bersimpuh di depan istrinya, Queen Ariana. Pria itu menyesal karena tak bisa menepati janji nya pada sang istri, untuk tetap setia dengan nya.
"Aku sudah menyiapkan hatiku saat hal ini terjadi, aku cukup tau diri, Mas." Queen tersenyum manis, nyatanya sudah dari lama dia mengantisipasi hal ini.
"Aku hanya wanita pelampiasan hasrat, sadarlah Kirana. Kau tak berarti apapun bagi tuan Jeff, karena dia mencintai istrinya." Kirana Andriana, perempuan yang mengorbankan masa depan nya sendiri, demi melunasi hutang-hutang yang di tinggalkan sang ayah.
Akankah Jeff membuka hatinya untuk Kirana? Setelah banyak malam yang mereka lewati bersama, akankah perasaan nya berubah pada Kirana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sendi andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 - Pulang Bersama
Sore harinya, Jeff pulang dengan mobilnya sendiri, dia memang terbiasa menyetir sendiri karena baginya terlalu merepotkan untuk memakai jasa supir pribadi.
Di halaman kantor, dia melihat Kirana tengah berjalan dengan terburu-buru sambil beberapa kali menengok ke belakang, entah melihat apa tapi dari ekspresi nya, seperti nya bukan hal yang baik.
Jeff memperhatikan dari mobilnya yang sengaja melaju pelan, dari arah kantor muncul beberapa orang dengan pakaian serba hitam dan wajah sangar. Akhirnya, rasa penasaran Jeff terjawab sudah.
Kirana berhenti di sebuah halte bus, dia menunggu bus disana dengan hati yang tak tenang karena khawatir orang-orang tadi masih mengikutinya.
Jeff membunyikan klakson, lalu menghentikan mobilnya tepat di depan Kirana. Perlahan, kaca jendela itu turun dan terlihat lah sosok tampan yang mengemudikan mobil sedan hitam mewah dan mengkilat itu.
"Masuk.."
"T-ak usah tuan, saya menunggu bus saja."
"Cepatlah, jangan membuang waktu ku." Tegas nya, membuat Kirana tak bisa menolak. Akhirnya dia masuk ke dalam mobil dan duduk di samping pria yang menjadi atasan nya itu.
"Terimakasih tuan.."
"Siapa orang-orang itu?" Tanya Jeff, tanpa melirik sedikitpun ke arah Kirana.
"Penagih hutang, tuan." Jawabnya lirih.
"Hutang?"
"Iya tuan, hutang bekas bapak berjudi dulu. Karena bapak udah meninggal, jadi mereka menagih pada saya." Jelas Kirana.
"Bapak mu penjudi?"
"I-iya tuan."
"Apa dia kaya?"
"Tidak tuan, bahkan untuk makan pun sulit."
"Cihh, miskin aja doyan judi." Cibir Jeff membuat Kirana menunduk malu.
"Memang nya berapa hutang yang di tinggalkan ayah mu itu, Kirana?"
"Seratus juta, tuan. Mungkin sudah berkurang, karena saya mencicil nya setiap bulan." Jawab perempuan itu lirih.
"Sebesar itu?"
"Awalnya hanya 50 juta, tapi karena ada bunga nya, jadi berganda berkali lipat tuan."
"Kau selalu mendapat tips dariku, kau pakai apa?" Tanya Jeff.
"Untuk kebutuhan sehari dan biaya berobat ibu ke rumah sakit."
"Ibu mu sakit apa?"
"Kanker serviks stadium 4, tuan. Jadi harus menjalani kemoterapi, dan biaya nya tak sedikit." Entah kenapa, Kirana berani berkeluh kesah pada Jeff. Padahal biasanya, Kirana selalu malu dan canggung jika berdekatan dengan Jeff.
Setelah nya, tak ada lagi pembicaraan lain. Jeff fokus mengemudi, sedangkan Kirana sibuk dengan pikiran nya sendiri. Dia menatap jalan raya yang cukup padat di sore hari ini, rasanya tentu berbeda saat menatap pemandangan itu dari mobil mewah, bukan dari bus yang biasanya Kirana naiki setiap hari.
"Rumah mu dimana?"
"Belok kanan tuan, tapi jalan nya rusak parah."
"Tak masalah." Jawabnya masih dengan wajah datar nya.
Benar saja, setelah berbelok di pertigaan kendaraan roda empat itu di suguhi dengan jalanan rusak yang parah, membuat tubuh keduanya terguncang hebat.
"Kalo naik bus, kamu jalan dari pertigaan ke rumah?"
"Iya tuan."
"Apakah masih jauh?"
"Rumah saya di depan sana, tuan." Jawab Kirana. Setelah beberapa menit, akhirnya Kirana meminta berhenti di depan sebuah rumah sederhana yang mempunyai halaman yang cukup luas.
Kirana keluar lebih dulu, lalu disusul oleh Jeff yang menatap rumah sang sekretaris dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Ini rumah mu?"
"Iya tuan, disinilah saya tinggal selama 23 tahun." Jawab Kirana, dia membuka sepatu pentopel nya dan menyimpan nya di rak khusus sepatu, lalu menggantinya dengan sendal rumahan.
"Mampir dulu, tuan."
"Hmmm.."
"Saya buatkan kopi dulu, tuan."
"Hmmm.." Jeff hanya menjawab dengan deheman, dia memainkan ponsel nya dengan serius.
Kirana masuk ke dalam rumah untuk membuatkan kopi, di ambang pintu dia di sambut dengan sang ibu yang tersenyum manis ke arah sang putri.
"Mama, lagi apa? Sudah makan?"
"Sudah sayang, baru pulang kerja?" Tanya Nita, mama Kirana.
"Iya nih Ma, Kirana bikinin kopi dulu ya buat bos nya Kiran."
"Bos?"
"Iya Ma, dia di teras."
"Kenapa gak di ajak masuk?" Tanya Nita lagi.
"Malu Ma, soalnya dia kan orang kaya."
"Ohh begitu ya, mama ke depan dulu ya nyapa bos mu." Kirana mengangguk, membiarkan ibu nya ke depan. Perempuan itu berganti pakaian terlebih dulu, lalu mendidihkan air dan menyeduh secangkir kopi untuk Jeff.
Di luar, Nita menyapa bos putrinya dengan ramah.
"Selamat sore tuan.."
"Aahh ya, sore. Ibu nya Kirana?"
"Iya tuan, perkenalkan saya Nita."
"Jeffran, atasan Kirana di kantor." Jawab Jeff, dia membalas jabatan tangan ibu nya Kirana dengan ramah.
"Iya, Kirana sudah cerita. Maaf ya, disini keadaan nya begini."
"Tak apa Bu," jawab Jeff dengan senyum nya.
"Ini kopinya, tuan. Silahkan di minum," Kirana menyajikan secangkir kopi hitam di depan Jeff.
Pria itu hanya menatap kopi yang masih mengepul, aroma nya sangat menggugah selera. Karena sering membuatkan kopi untuknya di kantor, jadi Kirana tau benar seperti apa kopi kesukaan bos nya. Kopi hitam tanpa gula, pahit tapi nikmat.
"Kalau begitu, ibu ke belakang dulu ya."
"Kiran disini dulu ya, Ma."
"Iya, sayang." Jawab Nita, dia berjalan pelan masuk ke rumah kembali. Berbekal sebuah tongkat kayu di tangan nya, karena kaki nya tak mampu menahan bobot tubuhnya lagi saat ini, dia butuh pegangan.
Meskipun begitu, Nita tak bisa berpangku tangan dan rebahan setiap hari, dia seringkali merasa bosan, jadi seringkali berjalan-jalan untuk menghilangkan kebosanan nya. Sudah satu tahun belakangan ini, dia berjuang melawan penyakit kanker serviks yang setiap detiknya menggerogoti tubuh renta nya.
"Ibu mu masih terlihat segar, apa benar dia mengidap kanker?" Tanya Jeff. Melihat orang tua Kirana yang masih mempunyai berat badan yang ideal, berbeda dengan istrinya yang kurus kering saat ini.
"Heemm, sudah satu tahun ini mama mengidap kanker serviks, tuan."
"Istri saya juga mengidap kanker rahim, stadium tiga."
"Benarkah? Saya turut berduka, Tuan. Semoga istri tuan segera sembuh ya."
"Semoga aja, tapi masalahnya istri saya sering putus asa. Mungkin kau punya solusi?"
"Maaf tuan, saya tak bisa membantu apa-apa. Tapi, dukungan dari orang terdekat sangat berpengaruh. Tuan harus selalu mendukung dan memberikan semangat pada istri tuan, agar semangat untuk hidup." Jelas Kirana. Dia juga melajukan hal yang sama terhadap sang ibu.
"Ya, kau benar." Kirana nya mengulas senyum saat melihat wajah datar atasan nya.
Jeff meminum kopi nya dengan perlahan dan setelah menghabiskan kopi nya, dia pun berpamitan untuk pulang.
"Saya pulang dulu."
"Iya tuan, hati-hati di jalan." Pria itu mengangguk, lalu masuk ke dalam mobilnya dan melajukan nya menjauhi rumah sederhana milik sang sekretaris.
......
🌻🌻🌻🌻