Cinta yang terhalang restu dan rasa cinta yang amat besar pada kekasihnya membuat Alea Queenara Pradipta mau menuruti ide gila dari sang kekasih, Xander Alvaro Bagaskara. Mereka sepakat untuk melakukan hubungan suami istri di luar nikah agar Alea hamil dan orangtua mereka mau merestui hubungan mereka.
Namun di saat Alea benar-benar hamil, tiba-tiba Xander menghilang begitu saja. Bertemu lagi lima tahun kemudian, tetapi Xander telah menikah.
Lalu bagaimana nasib Alea dan anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Hina Anakku
Seperti biasa Alea datang menjemput Axelio, tetapi sampai di sekolah Alea justru dikejutkan dengan pemandangan yang membuatnya amat kesal. Axelio sedang dibentak oleh seorang wanita.
"Dasar anak nakal! Anak haram" makinya pada Axelio.
Alea terbelalak, darahnya ikut mendidih mendengar makian wanita itu.
"Nyonya, tenanglah! Tidak baik bagi Anda bicara seperti itu pada anak-anak," peringat miss Vina.
"Jangan ikut campur urusan saya! Kau tahu siapa saya, bukan? Jadi diam! Terkecuali kau ingin kehilangan pekerjaanmu!" ancam wanita itu. "Sini anak nakal!" Wanita itu menarik paksa Axelio. "Berani sekali kau mendorong anak saya! Rasakan ini!"
Alea berlari saat wanita itu mengangkat tangannya, ingin memukul Axelio.
"Jangan sentuh anak saya!" Alea berhasil menahan pergelangan tangan wanita itu sebelum mendarat di wajah Axelio.
"Lepas!" Wanita yang merupakan ibu dari Mohan menarik tangannya lantas menatap tajam Alea. "Kau ibunya!"
"Ya! Saya ibunya Axelio," ucap tegas Alea lantas menarik Axelio ke sisinya,menyembunyikan bocah itu di balik tubuhnya. "Hadapi saya! Jangan mencoba untuk memukul anak saya."
"Anakmu sudah mendorong anak saya lebih dulu," adunya.
"Untuk itu saya minta maaf," balas Alea.
"Enak saja minta maaf. Saya harus memberikan dia pelajaran."
"Dengan memukul anak saya dan mengatakan hal yang tidak pantas padanya?" serang Alea.
"Itu kenyataan, bukan? Ayahnya saja tidak tahu di mana? Jangan-jangan kau juga tidak tahu siapa ayahnya? Ibunya murahan dan anaknya, anak haram!"
PLAK
Alea menampar wanita itu. Amarahnya benar-benar sudah menembus ubun-ubun, hingga Alea memilih untuk menampar wanita itu agar diam.
"Kau boleh menghinaku, tapi jangan anakku atau akan kubuat kau diam untuk seumur hidupmu!" ancam Alea.
"Kau—"
"Untuk urusan keluargaku sebaiknya jangan ikut campur! Kau urus saja keluargamu sendiri! Terutama suamimu," serang Alea membuat wanita itu diam. "Dia terus menggoda saya!"
Tarikan napas Alea sudah tidak beraturan, matanya juga berair, menahan amarah juga sakit hati atas ucapan wanita itu. Sadar itu bukan tempat yang cocok untuk melampiaskan kemarahannya, Alea memilih untuk pergi. Namun ia terlebih dulu Alea menarik napasnya dalam-dalam setelah itu menghembuskannya kembali. Setelah amarahnya mereda Alea menoleh ke arah miss Vina.
"Maaf, Miss. Saya membuat keributan di sini. Saya permisi dulu," pamit Alea. "Ayo, Axelio."
Alea mengenggam pergelangan tangan Axelio lantas pergi ke tempat mobilnya terparkir.
"Masuk, Sayang." Alea membuka pintu mobil untuk Axelio. Nada bicara Alea melembut saat bicara dengan Axelio.
Alea berjalan memutar ke sisi lain, masuk ke mobil lalu duduk di hadapan kemudi. Setelah memasang sabuk pengaman di badannya sendiri juga Axelio, Alea melajukan mobilnya meninggalkan area sekolah.
Alea fokus mengemudi. Di sampingnya Axelio diam sembari memerhatikan setiap maminya.
"Mami, anak haram itu apa?" tanya Axelio setelah lama diam. " Apa itu kata-kata yang buruk hingga membuat Mami sangat marah?"
Alea menoleh setelah lebih dari dulu mengubah ekspresi wajahnya, mengulurkan satu tangannya untuk mengusap rambut Axelio. "Bukan apa-apa, Sayang," jawab Alea. "Jangan dengarkan dan pikirkan apapun yang wanita itu ucapkan."
Axelio mengangguk seperti anak yang penurut, tetapi dalam hatinya masih menyimpan berbagai pertanyaan salah satunya arti anak haram. Kenapa maminya begitu marah saat ada yang menyebutnya sebagai anak haram?
"Axel, kita makan es krim mau?" tawar Alea.
"Mau." Axelio menjawab sembari mengangguk.
Alea lantas mengarahkan laju mobilnya ke arah kedai es krim langganan mereka. Tidak butuh waktu lama mereka sampai.
"Tunggu di sini! Mami turun dulu." Alea melepas sabuk pengaman yang melilit tubuhnya, setelah itu keluar lebih dulu. Berjalan memutar ke sisi lain untuk membantu Axelio turun dari mobil. "Ayo."
Alea menggandeng tangan Axelio, berjalan menuju kedai es krim. "Axel, kau mau es krim rasa apa?"
"Axel mau es krim rasa cokelat mix sama rasa strawberry," jawab Axelio.
"Baiklah," sahut Alea. "Tolong dua cup dengan rasa yang sama."
"Baik, Nyonya. Silahkan duduk dulu," ucap penjaga kedai es krim itu dibalas senyuman oleh Alea.
"Ayo kita duduk di sana dulu, Axel!" ajak Alea dan sambut anggukkan oleh Axelio.
Alea dan Axelio sama-sama mengayunkan langkah menuju kursi yang memang disiapkan khusus oleh pihak kedai es krim. Keduanya duduk saling berhadapan. Tidak butuh waktu lama es krim pesanan mereka datang.
Kedai es krim itu berada di area dekat taman. Saat weekend pasti tempat itu sangat ramai. Alea menikmati es krim sambil melihat anak-anak bermain di taman. Tanpa sengaja Alea melihat Axelio sedang memerhatikan sesuatu. Ia mengikuti arah pandang Axelio, rupanya ada satu keluarga, ayah, ibu, dan anak sedang bermain bersama. Alea mengela napas berat, melihat dari raut wajah Axelio pasti dia menginginkan hal yang sama.
"Axel, makan es krimnya! Nanti meleleh," ucap Alea.
"Iya." Axelio menganggukkan kepala. Bocah itu lantas makan es krim, tetapi sesekali memerhatikan satu keluarga tadi.
"Alea."
Alea menoleh saat ada seseorang yang menyebut namanya. Ia menoleh ke asal suara. Matanya terbelalak ketika melihat Maudy, teman satu angkatan waktu sekolah dulu. Bisa dibilang perempuan itu tukang julid di sekolah.
Gawat!
Alea langsung menoleh ke arah Axelio, menatap putranya dengan raut wajah cemas. Dalam hati Alea berdoa, berharap Maudy tidak menyadari kemiripan Axelio dengan Xander.
"Hai, Maudy. Apa kabarmu?" tanya Alea pada Maudy sengaja berasa-basi agar perhatian Maudy tetap padanya.
"Aku semakin baik," jawab Maudy. "Oh iya, kebetulan kita bertemu di sini." Maudy mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "Aku mau mengundangmu ke acara pernikahanku." Maudy menyerahkan undangan kepada Alea. "Datanglah bersama Xander --ops maaf aku lupa. Xander dan keluarganya menghilang dari negara ini. Aku pikir kau ikut bersama. Tapi … tenyata tidak. Beruntung aku dulu berhenti mengejarnya. Kalau tidak, mungkin aku akan bernasib sama denganmu. Dicampakkan!" beo Maudy.
"Mami, aku kenyang."
Sebelum Alea merespon perkataan Maudy, Axelio lebih dulu bersuara, membuat Maudy langsung menoleh ke arah bocah itu. Alea memejamkan mata, harap-harap cemas takut Maudy menyadari akan kemiripan Axelio dengan Xander. Jika itu sampai terjadi maka habislah dia. Bisa-bisa Maudy akan bicara yang tidak-tidak mengenai dirinya maupun Axelio.
"Mami? Dia memanggilmu, Mami? Kau sudah punya anak?" Maudy nampak terkejut dengan keberadaan Axelio.
"Iya, aku sudah punya anak," jawab Alea.
"Kapan kau menikah? Dengan siapa?" tanya Maudy.
"Kapan aku menikah dan sama siapa itu bukan urusanmu, bukan?" balas Alea. Pandangan Alea beralih pada Axelio. "Axelio, kau sudah kenyang, bukan? Ayo kita pulang," ajak Alea.
"Ya, Mami." sahut Axelio.
Alea buru-buru bangun sebelum Maudy menyadari tentang Axelio. Namun saat dirinya akan pergi Maudy kembali bersuara, membuat langkah Alea dan Axelio terhenti. "Tunggu!"
Maudy menyusul Alea, berhenti tepat di samping Axelio, memandangi bocah itu dengan seksama. Alea yang menyadari itu memejamkan mata sambil menganggap erat tangan Axelio.
"Aku perhatikan anak ini mirip dengan Xander. Apa ini anakmu dengan dia? Kau menikah dengan Xander atau jangan-jangan kau hamil diluar nikah dan Xander meninggalkanmu begitu saja?"
"Tidak usah mengada-ngada, Maudy. Dia mirip dengan Xander? Mungkin itu cuma perasaanmu saja," balas Alea. "Kami harus pergi! Aku masih ada urusan. Sampai jumpa dan terima kasih untuk undangannya. Aku pasti akan datang."
astaga kapan dapat karma dia
penasaran dengan ortu Xander saat tau ada cucu nya
pasti seru