Kisah tentang seorang bad boy bernaman Zachary Allen Maxwell, yang selalu bermain wanita dipaksa menikah oleh kedua orang tuanya. Cara hidupnya yang tidak baiklah yang menjadi pemicu.
Ayahnya sendiri bukan dari orang-orang baik pula. Maxwell Bennedict mantan ketua gangster Red Tiger, menikah dengan seorang gadis desa hingga merubah hidupnya. Dia pun bertobat ingin lepas dari hidup kelamnya.
Karena itu, dia ingin merubah anak sulungnya yang bisa dibilang duplikatnya saat masih muda. Masalah masa lalu dia pun tidak ada yang tahu. Kemudian dia menjodohkan anaknya dengan anak teman istrinya yang bisa di bilang sangat polos tapi tomboy.
Pernikahan pun terjadi, dengan sangat terpaksa karena jika tidak menurut, Maxwell mengancam akan mencoret Zach dari Silsilah keluarga.
Julia, gadis yang dijodohkan pada Zach. Gadis penurut karena dinasehati oleh seorang guru ngaji untuk menghindari zina, disaat sudah waktunya diharuskan untuk menikah dan juga ingin melaksanakan keinginan kedua orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ismi Kawai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Pertama Pasutri
Menyandang status baru sebagai seorang istri membuat Julia sedikit tergagap. Saat membuka mata, tiba-tiba di sebelahnya ada Zach masih tertidur pulas. Dalam diam, Julia mengamati setiap inci wajah suaminya. Sebentar kemudian senyumnya terbit, laksana mentari pagi yang menghangatkan seisi kamar.
Julia segera bangkit dari springbed, setelah menunaikan dua rekaat Subuh, dirinya langsung bergegas menuju dapur yang lumayan luas dengan dilengkapi peralatan memasak yang canggih. Julia segera menghampiri kulkas dan menemukan banyak bahan makanan di sana.
“Mama Intan sudah menyiapkan semuanya. Baik sekali memang mertuaku itu,” gumamnya dengan rasa syukur yang membuncah. Sedikit menguap Julia memang sebenarnya masih mengantuk karena ia tidak bisa tidur semalaman.
Sebenarnya Julia agak kebingungan karena hari ini statusnya telah berubah menjadi seorang istri. Dia mencoba mengingat segala macam pekerjaan rumah yang dilakukan ibunya saat pagi hari. Biasanya sang ibu akan menyapu halaman. Kalau di rumahnya ada halaman yang luas, sedangkan di apartemen hanya ada balkon saja. Tidak ada tanah yang bisa ia jadikan taman atau sebagainya.
“Biasanya di kampung pagi-pagi begini keluar rumah menghirup udara pagi yang menyegarkan sambil menyapu halaman. Di sini buka gorden yang dilihat gedung-gedung tinggi,” gumamnya lagi sambil membuka gorden yang otomatis bergeser sendiri saat Julia memencet tombolnya.
'Ya sudah, berarti pagi ini aku harus bikin sarapan untuk Kak Zach aja, daripada bingung mau melakukan apa. Lantai juga masih bersih, sudah ada vacuum cleaner, beres-beres ruangan nanti saja kalau Kak Zach udah berangkat kerja,' batinnya berdialog sendiri.
Masih dengan mode jetlag menjadi istri di hari pertama, Julia mengingat-ingat menu apa yang paling praktis disajikan pagi hari. Untungnya Julia masih ingat kebiasaan Bik Ipah.
“Masak nasi dulu dengan kadar air yang lebih banyak, agar bisa menjadi bubur. Ada ayam tinggal digoreng lalu disuwir-suwir, kemudian diberi daun bawang dan seledri. Membuat kuah sedikit, jadi bubur ayam, deh,” ujarnya senang.
Julia benar-benar menikmati perannya sebagai istri. Menyiapkan sarapan untuk suami. Meskipun semua tidak segampang yang ia bayangkan.
Ayam utuh di freezer harus direndam dulu lalu baru dipotong-potong. Berkali-kali Julia melirik ke arah kamar, takut Zach terbangun saat dirinya memotong-motong ayam utuh itu menjadi empat bagian.
“Kata Bik Ipah, daging ayam untuk bikin bubur yang pling bagus bagian dada. Ini dadanya ada dua, kiri apa kanan, ya?” batinnya menimbang-nimbang. Akhirnya Julia memasukkan keduanya ke dalam panci untuk direbus.
“Dibumbuin tidak, ya, ayamnya? Lupa aku. Dikasih garam aja deh, biar ada rasa.” Julia menaburkan sedikit garam ke dalam panci.
“Kata ibu agar tidak terlalu bau amis, merebus ayam dikasih daun salam sama lengkuas dan jahe.” Lagi-lagi Julia membuka kulkas mencari bumbu-bumbu dapur yang ia butuhkan.
“Digeprek dulu biar meresap,” ucapnya perlahan. Lengkuas dan jahe utuh pun digeprek. Lagi-lagi Julia melirik ke pintu kamar, karena suara geprekannya ini bisa membangunkan Zach.
“Semoga Kak tidak terganggu. Nah, ayam udah matang tinggal disuwir-suwir. Aduh panas!” pekik Julia spontan langsung menuutp mulutnya. “Biar cepat dingin dikasih air lagi, kali, ya.” Julia benar-benar memakai ilmu kira-kira dan insting saja memasukkan bumbu-bumbu.
Baru ketika masakan sudah hampir matang Julia menyadari sesuatu, 'duh kenapa tidak buka YouTube saya 'kan, banyak resepnya. Dasar bodoh, kamu, Julia.” Perempuan muda itu senyum-senyum sendiri menyadari kecerdasannya yang tiba-tiba tumpul ketika harus bergelut dengan alat-alat dapur.
Tiga puluh menit kemudian semua masakannya sudah siap terhidang di meja makan yang hanya cukup untuk dua orang. Julia tersenyum puas. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Matanya tiba-tiba tertumbuk pada jam weker yang tergeletak di atas meja.
“Ya Tuhan, baru jam enam pagi.” Julia menepuk dahinya. Saking semangatnya dirinya sampai tidak memerhatikan waktu. Masih terlalu pagi untuk sarapan.
“Ya tapi gapapa, nanti tinggal dipanasin kuahnya aja,” ucapnya perlahan menghibur diri.
Ada kepuasan tersendiri bisa menghidangkan sesuatu yang istimewa dari buatan tangannya sendiri. Ini benar-benar kali pertama Julia memasak sendirian. Biasanya ibunya selalu ada membetulkan kalau ada yang salah, atau rasa yang kurang. Nia dengan sabar selalu memberi arahan ini itu, supaya masakannya sempurna. Julia tersenyum merasakan didikan ibunya yang kini sangat bermanfaat saat dirinya usai menikah.
Pintu kamar terbuka, Zach keluar sambil mengucek-ucek matanya.
“Kamu bikin apa, sih? Bihuk saklli,ada perang di dapur pagi-pagi,” ucap Zach malas.
“Aduh, maaf. Kak Zach terganggu, ya? Aku bikin sarapan buat kakak. Julia menoleh ke arah Zach yang masih berdiri di depan pintu kamar.
“Tidak usah repot-repot gitu pagi-pagi udah brisik di dapur. Kalau lapar tinggal ke bawah ada banyak makanan, atau pesan makanan online. Sekarang semua sudah tersedia praktis, tinggal download aja aplikasinya.” Zach lagi-lagi ngomel tapi bukan dengan suara keras.
“Iya, Kak. Maaf.” Julia hanya mampu terdiam. Sedikit penyesalan terbit di hatinya karena ulahnya, Zach sekarang harus terbangun. Padahal di rumah, Zach terbangun jam delapan ke atas.
Zach yang masih mengantuk menelungkupkan wajahnya di atas meja makan. Namun, tak lama kemudia, pria itu mengangkat wajahnya, karena aroma masakan Julia yang terhidang di meja makan membangkitkan rasa lapar hingga menimbulkan suara yang membuat Julia sedikit tersenyum.
“Aku ambilin mangkok, ya. Kakak cobain bubur ayam bikinanku, trus nanti kasih nilai, berapa nilainya.”
Zach tak menjawab, dia bergegas menuju kamar mandi untuk mencuci muka di westafel.
Saat kembali Zach mengamati meja makannya sudah tersedia sarapan lengkap sama seperti yang ada di rumahnya setiap pagi. Melihat Julia yang sudah susah payah membuat bubur ayam, menjadikan Zach mau tidak mau duduk lagi dan mulai memegang sendok. Ia hanya sarapan tanpa sepatah katapun keluar dari bibirnya.
Dalam hati Zach mengakui rasa bubur ayam Julia termasuk lumayan, meskipun tidak seenak bubur ayam yang ia beli di restoran, tetapi kuahnya terasa sangat segar dan lezat. Tanpa sadar, Zach mengambil bubur lagi dan menyiram dengan kuahnya yang berwarna kuning.
“Sini aku taburi bawang goreng, biar makin nikmat,” tawar Julia. Zach hanya menyodorkan mangkoknya. Bibirnya mendesah menahan pedas. Meskipun pedas tapi nikmat.
Julia lagi-lagi hanya tersenyum memerhatikan bibir Zach memerah karena kepedasan. Julia segera menuangkan air putih ke dalam gelas.
“Ini minumannya, Kak.”
Julia menaruh gelas di dekat mangkok bubur Zach. Pria itu masih enggan bicara, dan hanya meraih gelas di meja lalu menandaskan isinya.
Sebenarnya Julia menunggu penilaian atas rasa bubur ayam buatannya, tapi melihat Zach begitu lahap menikmati masakannya, bahkan sampai nambah dua kali, Julia tak berani lagi bertanya lagi.
Baginya sekarang tak penting penilaian itu, karena yang terpenting adalah Zach mau memakan sarapan buatannya, meskipun terkadang sambil memejamkan mata. Diam-diam Julia tersenyum karena ternyata Zach menghargai jerih payahnya. Itu sudah lebih dari cukup daripada sebuah angka penilaian yang keluar dari bibir suaminya itu.
aya2 wae nya nu mna w atuh neng ga ujung2 na mh dikunyah jg😫😁