Jangan lupa like dan komennya setelah membaca. Terima kasih.
Menjadi tulang punggung keluarganya, tidak membuat Zayna merasa terbebani. Dia membantu sang Ayah bekerja untuk membiayai sekolah kedua adik tirinya hingga tamat kuliah.
Disaat dia akan menikah dengan sang kekasih, adiknya justru menggoda laki-laki itu dan membuat pernikahan Zayna berganti menjadi pernikahan Zanita.
Dihina dan digunjing sebagai gadis pembawa sial tidak menyurutkan langkahnya.
Akankah ada seseorang yang akan meminangnya atau dia akan hidup sendiri selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Kebersamaan
"Apa kamu suka?" tanya Ayman.
"Suka. Pantainya sangat bagus dan bersih," jawab Zayna.
"Apa yang paling kamu sukai dan apa yang paling kamu benci di kehidupan ini?" tanya Ayman tanpa menatap istrinya. Pandangannya lurus menatap gelombang air laut.
Zayna berpikir sejenak sebelum menjawab, "Aku paling suka perhatian dan kebersamaan. Yang aku paling benci adalah kebohongan dan perselingkuhan."
Wanita itu menjawab dengan yakin tanpa ada keraguan sedikit pun. Begitulah Zayna, apa yang dia katakan dan apa yang diperbuat pasti penuh dengan pertimbangan. Hal itu juga yang membuat sang suami semakin mencintainya.
Ayman terdiam. Bagaimana nanti jika istrinya tahu jika dirinya berbohong? Apa Zayna akan membencinya? Dia tidak ingin itu terjadi. Bolehkah pria itu memilih untuk menjadi dirinya yang sekarang? Ayman tidak peduli lagi dengan harta yang dia miliki. Semua tidak berarti tanpa istrinya.
Cinta dalam hati Ayman sudah sangat besar. Dia tidak ingin kehilangan Zayna apa pun yang terjadi. Semoga untuk yang satu ini istrinya mengerti karena semua ini bukanlah keinginannya.
"Kalau kamu sendiri, apa yang kamu suka dan apa yang kamu benci?" tanya Zayna sambil melihat ke arah sang suami.
"Sama sepertimu, aku suka kebersamaan dan aku benci perselingkuhan."
"Kalau kebohongan? Apa kamu tidak membencinya?"
"Tidak, karena setiap kebohongan pasti ada alasannya. Saat aku mempercayai orang itu, aku juga mempercayai kebohongannya."
Zayna mengangguk dan kembali melihat ke arah laut. Dia berpikir, apa bisa memaafkan seseorang yang sudah membohonginya? Walaupun orang itu sangat dipercayainya? Mereka memiliki pemikiran masing-masing, tetapi tujuannya sama.
"Ayo, kita naik itu!" tunjuk Ayman pada bebek air.
"Boleh, ayo!"
Ayman dan Zayna menaiki wahana bebek air. Mereka senang sekali meski baju mereka sedikit basah karena keduanya bercanda sambil saling memercikkan air. Saat turun, Ayman menarik sang istri ke pantai hingga seluruh tubuh mereka basah.
"Mas! Jadi basah, kan. Kita nggak bawa baju ganti," ucap Zayna dengan cemberut.
"Kamu tenang saja, di sana banyak penjual baju. Nanti kita beli, yang penting senang-senang dulu."
Ayman memeluk Zayna dari belakang dan membawanya kembali ke tengah. Awalnya wanita itu menolak, lama-lama dia menikmati juga. Keduanya saling bercanda dan mengerjai. Zayna tertawa begitu lepas membuat sang suami senang.
Ini pertama kali Ayman melihat tawa istrinya. Tidak sia-sia mereka datang ke tempat ini. Mungkin keduanya harus sering menghabiskan waktu berdua. Pria itu berharap kebersamaan ini akan selamanya terjalin. Apa pun masalah yang akan datang, semoga semua bisa selesai dengan baik.
Zayna menyiramkan air ke arah Ayman karena dia melihat sang suami melamun. Wanita itu tertawa saat melihat suaminya gelagapan. Ayman pun pura-pura marah dan mengejarnya.
"Kamu sekarang sudah berani, ya, awas kamu!"
"Aaaa ...." Zayna berlari ke tepi pantai. Ayman pun dengan cepat mengejarnya.
"Yey, kena! Kamu tidak bisa lari dariku. Ha ha ha."
"Lepas! Ha ha ha, maafkan aku."
Ayman memeluk sang istri dari belakang. Keduanya tertawa bersama. Banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka. Ada yang merasa iri, ada juga yang merasa tidak suka karena menganggap Ayman dan Zayna, pasangan lebay.
Pasangan pengantin baru itu tidak peduli apa yang orang katakan. Keduanya menulikan telinga mereka dari cibiran orang-orang yang melihatnya. Ayman dan Zayna tidak mengenal mereka jadi, masa bodoh dengan pemikiran orang-orang.
Ayman melihat sang istri sudah kedinginan. Dia pun mengajak untuk naik. Pria itu memakaikan jaket yang tadi dititipkan di tempat penitipan ke Zayna. Wanita itu kedinginan hingga tubuhnya menggigil.
"Kamu duduk di sini, ya! Aku akan membelikan baju untuk kita," ucap Ayman.
"Aku ikut, Mas."
"Kamu kedinginan, di sini saja."
"Tapi, Mas juga bajunya basah."
"Aku laki-laki, masih bisa menahannya. Kamu di sini saja, ya!" Ayman segera pergi tanpa menunggu jawaban dari sang istri.
Zayna duduk di sebuah batu yang besar dengan jaket sang suami. Dia merapatkan tubuhnya untuk menghalau dingin yang dirasakannya. Tidak berapa lama Ayman kembali dengan kantong kresek di tangannya.
"Sayang, ayo, ke toilet sana! Kita ganti baju." Keduanya menuju toilet untuk berganti pakaian. Zayna sempat heran karena sang suami membawa baju dengan merk yang cukup terkenal. Dia yakin pasti harganya mahal. Akan tetapi, wanita itu tidak ingin bertanya. Takut jika itu menyinggung sang suami.
Sebenarnya Zayna merasa tidak enak pada sang suami. Pria itu menghabiskan banyak uang untuk dirinya padahal wanita itu diberi yang sederhana pun tak masalah. Uangnya bisa dipakai untuk mereka pulang kampung satu bulan lagi.
Saat Zayna keluar dari toilet, di luar sudah ada Ayman yang sudah rapi. Entah kenapa dia merasa sang suami semakin hari semakin tampan atau memang dirinya yang kurang perhatian selama ini. Jika sudah seperti ini, siapa yang percaya pria itu seorang tukang ojek. Dirinya saja hampir tidak percaya.
"Mas, sudah selesai?" tanya Zayna.
"Sudah, kamu mau ke mana lagi?"
"Kita duduk di sana dulu, Mas. Sebentar lagi matahari terbenam. Aku mau lihat sunset."
"Baiklah, ayo?" Keduanya berjalan menuju tepi pantai. Mereka mencari tempat yang lebih sepi agar bisa berbicara berdua.
Ayman menarik Zayna untuk duduk di sebuah batu yang berada di bawah pohon kelapa. Pria itu duduk di belakang sang istri dan memeluknya. Awalnya wanita itu malu, tapi setelah melihat kesekitar yang semua rata-rata berpasangan. Dia berusaha biasa saja, asalkan bersama dengan sang suami.
"Sayang, perlu kamu ketahui, apa pun yang aku lakukan sekarang dan nanti, semua itu hanya agar bisa bersamamu. Kamu harus sepenuhnya percaya padaku."
"Mas, bicara apa, sih? Aku sama sekali tidak mengerti."
"Aku hanya takut jika suatu hari nanti melakukan sebuah kesalahan yang tidak disengaja maupun yang disengaja. Itulah kenapa aku mengatakan padamu saat ini, bahwa semua itu kulakukan hanya agar bisa memilikimu."
"Apa pun yang kamu lakukan, aku percaya. Meskipun kita baru mengenal tapi, aku tahu kamu orang yang baik jadi, apa pun yang kamu lakukan nanti, aku percaya jika semua itu bertujuan demi kebaikan kita berdua."
"Syukurlah bila kamu mempunyai pikiran seperti itu. Mudah-mudahan rumah tangga kita akan bahagia selamanya. Apa pun rintangan yang akan kita hadapi nanti, semoga kita bisa menghadapinya dengan baik, tanpa harus saling menyakiti satu sama lain."
"Iya, Mas. Aku harap seperti itu."
Ayman semakin mempererat pelukannya. Wanita itu bisa merasakan betapa besarnya cinta sang suami padanya. Zayna merasa bahagia dengan kebersamaan ini. Semua ini tidak bisa dibeli dengan apa pun dan wanita itu berharap suaminya tidak pernah berubah.
.
.
.