Pernikahan Brian Zaymusi tetap hangat bersama Zaira Bastany walau mereka belum dikaruniai anak selama 7 tahun pernikahan.
Lalu suatu waktu, Brian diterpa dilema. Masa lalu yang sudah ia kubur harus tergali lantaran ia bertemu kembali dengan cinta pertamanya yang semakin membuatnya berdebar.
Entah bagaimana, Cinta pertamanya, Rinnada, kembali hadir dengan cinta yang begitu besar menawarkan anak untuk mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfajry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu dokter Winda
Rinnada keluar dari ruangan Brian dengan tersenyum cerah. Hari-harinya sangat indah karena Brian benar-benar menunjukkan perlakuan yang hangat kepadanya. Seperti tidak ingin berpisah.
Ia tak sengaja bertemu dengan Andre yang baru saja masuk kantor.
"Hai, kak Andre. Apa kabar?" Rinnada menyapanya dengan ramah dan penuh senyuman.
"Harimu terlihat baik." Ucap Andre datar.
Rinnada menyunggingkan senyum bahagia. "Sangat baik. Dia bahkan tidak ingin berpisah. Hal yang dulu akhirnya terjadi lagi."
Andre menatap pintu ruangan Brian. Ingin rasanya dia mendobrak dan memaki pria kurang ajar itu.
"Kak Andre. Menikahlah. Supaya tahu rasanya mencintai dan dicintai". Rinnada berlalu dengan senyuman cerahnya.
"Kau hanya terobsesi, Dinnara. Kau harus sadar itu."
Ucapan Andre menghentikan langkah Rinnada. Dia menoleh ke belakang. Namun Andre sudah tidak ada ditempatnya. Dia menarik napas panjang. Lalu tersenyum lagi, karena rasa bahagianya tidak bisa teralihkan.
Andre berdiri depan pintu di dalam ruangan Brian. Dia bahkan tidak mengetuk pintu.
"Andre". Brian berdiri dari tempatnya. Brian menatapnya sedikit terkejut. Sebab Rinnada belum lama keluar. Pastilah Andre bertemu dengannya tadi.
Entah kenapa rasa takut menelusuri seluruh tubuhnya. Padahal Andre adalah temannya yang humoris.
Dalam sejarah pertemanan mereka, baru satu kali Brian melihat Andre marah, yaitu saat adiknya, Hani dan juga Zaira di ganggu oleh beberapa laki-laki di gang dekat rumah mereka. Andre bahkan tak segan-segan menghantam wajah-wajah mereka dengan tangan kosong. Saat itu, matanya memancarkan kebencian yang amat sangat.
Andre adalah laki-laki yang menjunjung tinggi kehormatan wanita. Maka jangan sempat dia melihat perempuan direndahkan, atau dilecehkan. Terlebih orang-orang terdekatnya.
"Kau benar-benar bangsat!"
BRAK!
Begitu saja. Kalimat itu keluar dari mulut Andre lalu dia keluar dengan membanting pintu.
Brian membeku. Dia tak sangka Andre cepat sampai kantor. Karena dia tadi mengatakan akan sibuk dengan kliennya sampai malam.
Brian mulai gelisah. Dia khawatir Andre akan menceritakan ini pada Zaira. Karena hubungan mereka yang pelik beberapa hari lalu sudah membaik. Zaira bahkan selalu tersenyum melihat Brian di rumah.
Brian langsung menyusun berkas-berkasnya. Dia ingin cepat-cepat keluar dari kantornya sekarang.
****
Andre terduduk di kursinya. Menyandarkan punggung dan kepalanya di sana. Dia menutup mata. Ada segores penyesalan dalam hatinya. Dia yang ingin membantu temannya keluar dari masalah, ternyata mengorbankan perasaan sahabat adiknya, yang sudah ia anggap pula sebagai adik.
Dia ingat dulu, saat Brian tahu entah dari mana bahwa Zaira adalah kenalan dekatnya, lelaki itu memohon supaya memperkenalkannya dengan Zaira. Awalnya Andre menolak. Namun melihat sedikit demi sedikit perubahan pada Brian, dia memberanikan diri berbicara tentang Brian pada Zaira yang saat itu terlihat sangat cuek.
"Bagaimana, Ra? Apa pekerjaanmu beres?" Tanya Andre saat menemui Zaira di ruangannya.
Zaira mengangguk. "Kak Andre, ada apa? Cepat katakan. Pasti ada sesuatu."
"Hehehe. Ketauan ya." Ucapnya tak pandai berbohong.
"Hmm. Kentara sekali. Jujur saja. Mau apa?"
"Anu, ada temenku yang mau kenalan denganmu, Ra".
"Siapa?"
"Itu, dia sering kemari kok. Dia juga pernah bertatapan denganmu".
Zaira mengerutkan alisnya. Mencoba mengingat namun gagal. Karena banyak orang yang ia sapa dan tatap.
"Halah paling kak Brian". Sambung Hani yang mendadak muncul.
"Iya. Itupun kalau mau, kalau tidak ya, biar aku sampaikan supaya dia tidak usah mengejarmu". Ucapan Andre memancing supaya Zaira mau di kenalkan. Tapi Andre salah. Zaira hanya diam dan menyusun berkasnya di atas meja.
"Mau, kan? Kenalan aja, yang penting janjiku lepas dengannya. Ya ya ya?" Bujuk Andre pada Zaira.
"Ya sudah. Bawa kemari biar kenalan" Jawab Zaira santai.
"Jangan disini. Nanti disangka pasien. Nanti ku hubungi ya, Ra. Bener ya? Aku pergi dulu. Nanti ku kabarin. Bener ini loh ya?"
"Iyaaa.. ya ampun kak Andre.. " Jawab Zaira sambil tertawa.
Begitu yang ia lakukan awalnya, demi temannya ini bisa melupakan kekasihnya yang sudah tidak ada kejelasan dalam hidupnya. Tau-tau dia muncul lagi dengan banyak praduga yang membuatnya menjadi Rinnada.
Goresan penyesalan dalam diri Andre, nampaknya menjadi alasan untuknya membantu Zaira. Dia ingin sekali membuktikan bahwa Rinnada telah mati.
Atau membuktikan kesalahan-kesalahan Brian supaya Zaira bisa membuka matanya, juga terlepas dari rumah tangga yang penuh racun. Biarkan Zaira yang menentukan nantinya, apakah Brian layak untuk di pertahankan atau tidak. Namun dia sedikit bingung harus memulai dari mana.
****
Brian datang ke rumah sakit menemui Zaira. Tanpa menelpon, dia mengetuk ruangan istrinya, lalu membukanya.
"Mas? Datang kok tidak kabarin aku dulu?" Tanya Zaira yang berdiri menyambut kedatangan suaminya. Sudah lama sekali Brian tidak datang menjemput istrinya.
"Aku hanya rindu. Sudah lama tidak menjemputmu". Brian masuk lalu mengecup kening istrinya.
"Duduklah biar aku ambil minum". Ujar Zaira pada Brian.
"Apa kita bisa berkencan malam ini?" Pertanyaan Brian membuat senyuman manis di bibir Zaira.
"Benarkah? Kita akan kemana?"
"Kau mau kemana, sayang? Apa mau liburan panjang?" Usul Brian sambil mengingat kapan terakhir mereka mengambil cuti.
"Serius, mas? Aku mau! Aku punya tujuan. Bagaimana kalau kita ke Bali saja. Tiga hari? Bagaimana?" Tanya Zaira antusias.
"Baiklah, setelah aku selesaikan kasus terakhir aku akan berlibur sebentar. Siapkan waktumu, sayang. Dalam tiga hari kita akan berlibur" Ucapnya lagi yang bahagia melihat reaksi istrinya.
"Yeeeayyy.. haha akhirnya. Terima kasih, sayang. Aku akan urus semua". Zaira duduk disebelah Brian sambil memeluknya. Mereka merindukan bulan madu seperti yang biasa mereka lakukan tiap enam bulan sekali.
~
Zaira dan Brian berjalan keluar menuju parkir rumah sakit. Hari ini mobil Zaira akan menginap di rumah sakit.
Tak sengaja mereka bertemu dokter Winda.
"Selamat sore, dokter". Sapa Zaira pada kepala rumah sakit itu.
Dokter Winda tersenyum lalu menatap Brian dengan lekat.
"Ah, dia suami saya, dok." Ucap Zaira memperkenalkan suaminya saat melihat dokter Winda hanya menatap suaminya.
Brian menyalami dokter Winda dengan canggung.
"Saya baru tahu bahwa ini suami dokter Zaira." Ucapnya dengan senyum tipis dibibirnya. "Kalau begitu, saya permisi dulu". Ucapnya kemudian berlalu begitu saja.
Zaira menatap dokter Winda agak bingung. Tapi mengingat karakternya yang memang keras dan kurang ramah, dia langsung tidak ambil pusing.
"Ayo, sayang." Ajak Zaira kepada suaminya yang berdiam diri.
Brian yang tersentak lalu menuju mobil dan merekapun keluar dari pekarangan rumah sakit.
Di sudut, dokter Winda masih memandangi mobil yang menjauh. Dia mengingat wajah laki-laki itu. Tak sangka bisa berjumpa di tempat ini.
Dia tersentak saat seseorang menepuk pundaknya.
"Ada apa, Bunda?"
Bersambung....
cow gk tahu diuntung