NovelToon NovelToon
Cinta, Berpihaklah Kepadaku

Cinta, Berpihaklah Kepadaku

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Nikahkontrak / Perjodohan / Lari Saat Hamil / Konflik Rumah Tangga- Terpaksa Nikah / Nikah Kontrak / Cerai
Popularitas:3.5M
Nilai: 4.8
Nama Author: Linda manik

Evan Dinata Dan Anggita sudah menikah satu tahun. Sesuai kesepakatan mereka akan bercerai jika kakek Martin kakek dari Evan meninggal. Kakek Martin masih hidup, Evan sudah tidak sabar untuk menjemput kebahagiaan dengan wanita lain.

Tidak ingin anaknya menjadi penghambat kebahagiaan suaminya akhirnya Anggita
rela mengorbankan anak dalam kandungan demi kebahagiaan suaminya dengan wanita lain. Anggita, wanita cantik itu melakukan hal itu dengan terpaksa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda manik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pergi Darimu

Setelah mengucapkan kata kata perpisahan untuk Evan. Anggita memilih keluar dari kamar itu. Melihat keadaan Evan saat ini. Laki laki itu tidak akan pulang ke rumah dan pasti akan menginap di kamar itu. Benar saja. Belum sampai kakinya mencapai pintu. Evan sudah ambruk ke atas ranjang dengan kakinya yang menjuntai ke lantai.

Anggita melihat itu. Tapi tidak ada niatnya untuk membantu Evan untuk tidur terlentang di atas ranjang. Anggita merasa jika pria itu bukan lagi miliknya lebih tepatnya tidak pernah memiliki hatinya. Sejak mengucapkan kata kata perpisahan dengan ikhlas, Anggita merasa jika Evan bukan lagi suaminya walau kata talak belum terucap dari bibir pria itu.

Anggita melangkahkan kakinya menuju kamar lain. Jika mengikuti amarah dan ego. Bisa saja. Anggita pergi malam ini menjauh dari Evan dan keluarga kakek Martin. Tapi Anggita tidak seperti itu. Evan yang menyakiti hatinya maka dia tidak ingin kakek Martin dan keluarga lainnya panik mencari keberadaan dirinya nanti.

Pagi Hari tiba. Anggita bangun dari tidurnya. Dia menyambut pagi dengan status baru dan kebebasan. Mulai hari ini, dia akan membebaskan diri Evan seperti perkataan tadi malam. Dia bergerak perlahan keluar dari kamar setelah membersihkan tubuhnya. Anggita merasa beruntung karena obat yang diberikan sang dokter sangat manjur untuk mengatasi rasa mualnya sehingga kebohongan akan kehamilannya pasti tidak akan terbongkar.

"Pagi nenek," sapa Anggita kepada nenek yang sibuk di meja makan untuk menyiapkan sarapan untuk kakek Martin.

"Pagi sayang. Apa Evan belum bangun?" tanya nenek Rieta. Tadi malam nenek Rieta melihat Evan masuk ke kamar Anggita.

"Belum nek," jawab Anggita seolah mengetahui keadaan Evan pagi ini.

"Sarapan lah nak. Jaga kesehatan kamu," kata Nenek Rieta penuh perhatian. Nenek Rieta bahkan langsung membuat Susu untuk Anggita.

"Terima kasih nek. Apa kakek sarapan di sini atau di taman?" tanya Anggita.

"Kakek sudah di taman. Nikmati sarapan mu nak. Nenek ke taman dulu ya."

"Aku ikut."

Nenek tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Anggita meminta supaya dirinya yang membawa sarapan untuk kakek. Tapi nenek menolak dengan alasan Anggita masih proses pemulihan. Akhirnya Anggita hanya membawa Susu yang untuk dirinya sendiri.

"Pagi kakek," sapa Anggita memamerkan senyum manisnya. Kakek tersenyum membalas sapaan Anggita. Kakek lemah itu merasa lelah jika harus berbicara.

Anggita, nenek dan kakek Martin menghabiskan sarapan bersama di taman itu. Anggita banyak terdiam sambil memikirkan kata kata yang tepat untuk pamit kepada kedua orang tua lanjut umur itu.

"Kakek, nenek. Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan," kata Anggita setelah gelas yang ada di tangannya sudah kosong. Dia memegang erat gelas itu untuk mengurangi detak jantungnya yang berpacu cepat.

"Bicara lah nak. Apa yang ingin kamu bicarakan," jawab nenek Rieta lembut.

"Sebelumnya, aku minta maaf kakek, nenek. Tapi apa yang ingin aku bicarakan ini sudah aku pikirkan matang matang. Ini berat untuk aku. Tapi akan semakin berat jika aku bertahan. Kakek, nenek. Aku menyerah. Aku tidak sanggup lagi menjadi istri dari mas Evan. Mas Evan sendiri juga tidak bahagia dalam pernikahan ini. Aku tidak bisa meluluhkan hatinya. Di hatinya hanya ada Adelia. Aku tidak ingin lagi menjadi penghalang kebahagiaannya. Cukup hanya satu tahun aku menjadi duri dalam hubungan mereka. Maafkan aku kakek, nenek. Aku gagal."

Nenek Rieta langsung memeluk Anggita setelah selesai berbicara. Dia semakin mengagumi Anggita yang sangat berpikir dewasa. Dia sudah mendengar pembicaraan Anggita dan Evan tadi malam. Awalnya dia melihat Evan yang berjalan sempoyongan menuju kamar Anggita. Kemudian mengikuti langkah Evan karena khawatir akan keadaan Anggita. Evan mabuk. Nenek Rieta takut Evan menyakiti Anggita. Nenek Rieta berhenti di luar dan mendengar semua pembicaraan itu.

Nenek Rieta berjalan cepat menuju ruang tamu ketika menyadari Anggita akan keluar dari kamar itu. Dia bahkan terjaga sepanjang malam ini karena takut Anggita akan pergi tanpa pamit pada mereka.

"Anggita. Kejarlah kebahagiaan kamu nak. Kakek berdoa semoga kamu mendapatkan pria yang baik setelah berpisah dari Evan. Restu dan doaku menyertai kamu. Kakek juga minta maaf," kata Kakek Martin pelan dan lemah. Dia sudah menduga ini akan terjadi. Dan kakek Martin juga berusaha ikhlas.

Anggita bersimpuh di hadapan sang kakek setelah nenek Rieta melepaskan pelukannya.

Anggita mengulurkan tangannya mengambil tangan kanan kakek Martin. Dia menciumi punggung tangan itu dengan tangis yang tertahan. Perpisahannya dengan nenek dan Martin sungguh membuat Anggita sangat sedih. Tapi itu harus terjadi. Karena keberadaan dirinya di keluarga ini karena menjadi istri Evan. Ketika status itu lepas maka dia juga harus terlepas dari orang orang baik seperti pasangan lansia itu.

Kakek Martin mengelus rambut Anggita dengan lembut. Harapannya sudah sirna tapi tidak dengan rasa sayang kepada Anggita. Wanita baik, tulus dan pintar yang membuat kakek Martin meminangnya menjadi istri Evan. Tapi ternyata justru itulah yang menjadi penyebab penderitaan Anggita. Kakek Martin sangat menyadari itu. Itulah yang membuat dirinya merasa sangat bersalah karena Evan tidak menjadi suami yang baik bagi wanita pilihannya.

Anggita juga bersimpuh kepada nenek Rieta. Tapi nenek langsung meraih kedua tangan Anggita dan kembali memeluknya.

"Bagi nenek kamu tetap cucuku. Aku memberikan restu kepada kamu untuk pergi dari Evan karena besarnya rasa sayangku kepadamu nak. Hiduplah dengan baik setelah ini. Evan bukan yang terbaik bagi kamu. Nenek percaya jika ada pria yang tepat untuk kamu."

Kedua wanita yang saling menyayangi itu akhirnya tidak bisa menahan tangis. Mereka berdua sudah meneteskan air mata karena perpisahan yang sudah di depan mata.

"Jangan menangis nak. Anggap saja ini awal kebahagiaan kamu," kata Nenek Rieta sambil mengusap lembut pipi Anggita. Wanita itu menyuruh Anggita tidak menangis tapi dia juga tidak berhenti menangis.

"Setelah ini, apa rencana kamu Anggita. kamu akan tinggal di rumah itu kan?" tanya kakek Martin khawatir. Dia mengetahui persis alasan Anggita menerima perjodohan yang dia tawarkan.

"Selama proses sidang cerai. Aku akan tinggal bersama mama Kakek. Kakek tidak perlu khawatir. Mama dan om Indra sudah tinggal terpisah," jawab Anggita sambil menundukkan kepalanya. Dia tidak ingin menyebutkan kemana dia pergi. Yang pasti dia tidak ingin satu kota dengan Evan.

Setelah hampir satu jam berbicara dengan kakek dan nenek. Akhirnya Anggita pergi dari rumah kakek Martin yang diantar kakek Martin dan nenek Anggita sampai ke depan pintu.

Anggita melambaikan tangannya setelah taksi yang menjemputnya bergerak. Setetes air mata berhasil lolos melihat kakek dan nenek yang semakin jauh dari pandangan matanya. Setelah ini, entah kapan lagi mereka bertemu. Atau bisa saja, Anggita akan menerima kabar duka tentang kakek Martin. Membayangkan itu hati Anggita berdenyut nyeri. Dia ingin membahagiakan sang kakek di sisa usianya. Tapi takdir berkata lain. Anggita harus pergi meninggalkan pria tua yang baik hati itu.

Anggita turun dari taksi setelah menyuruh sang supir untuk menunggu dirinya. Urusannya hanya sebentar di rumah yang dia tempati dengan Evan. Dia ingin benar benar menyelesaikan semua urusan yang berkaitan dengan Evan supaya tidak ada alasan bertemu di kemudian hari.

Anggita memasuki rumah itu dengan berjalan cepat sambil memegang perutnya.

"Bibi. Apa Dina sudah datang?" tanya Anggita kepada Bibi Ani yang sudah menunggu kedatangannya. Dina adalah putri dari Bibi Ani yang terkadang ikut ke rumah ini membantu Bibi Ani.

"Sudah non," jawab Bibi Ani. Dua wanita itu berjalan melewati ruang dan mengabaikan keberadaan Adelia yang duduk santai di sofa. Cara Anggita berjalan seolah menganggap Adelia tidak Ada di rumah itu.

"Ikut aku ke atas Dina," kata Anggita ketika melihat Dina muncul di hadapannya. Gadis belia itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Di kamar, Anggita mengeluarkan semua pakaiannya. Dia memasukkan pakaiannya dalam satu koper dan selebihnya memberikan pakaian yang lain kepada Dina.

"Ini semua untuk aku ibu?" tanya gadis itu dengan wajah berbinar. Anggita menganggukkan kepalanya. Dina tidak hanya mendapatkan pakaian. Anggita juga memberikan tas dan juga sepatu. Dan kebetulan sekali ukuran sepatu mereka sama.

"Terima kasih ibu," kata Dina senang. Dia bagaikan mendapatkan rejeki berlimpah dengan mendapatkan pakaian pakaian cantik dari Anggita.

"Sama sama Dina. Kamu yang baik sama ibu ya. Sekolah yang benar," kata Anggita sambil menyelipkan beberap lembar uang ratusan ribu ke tangan Dina.

"Terima kasih bu," kata Dina semakin senang. Dia sudah terbiasa mendapatkan uang jajan seperti ini dari Anggita.

"Non Anggita. Sebenarnya kamu hendak kemana?" tanya Bibi Ani yang sedari tadi menjadi penonton untuk dua wanita itu.

"Aku dan mas Evan akan berpisah bi."

Bibi Ani merasa sedih mendengar perkataan majikannya. Dia sudah nyaman bekerja di rumah ini. Anggita yang baik hati dan sangat menghargainya membuat Bibi Ani seakan tidak rela wanita itu pergi. Tapi mengingat sikap Evan kepada Anggita. Bibi Ani merasa jika perpisahan itu yang terbaik untuk Anggita.

"Ah Bibi, jangan bersedih," kata Anggita sambil berjalan mendekati wanita itu. Kemudian Anggita memeluk wanita yang sudah dia anggap sebagai saudara.

"Bawa Bibi pergi non."

"Bibi, jangan seperti ini. Aku mohon tetaplah bekerja di rumah ini. Mas Evan membutuhkan kamu bi."

Anggita menepuk bahu Bibi Ani. Di tidak ingin wanita itu meninggalkan rumah ini. Adelia adalah wanita yang jahat. Keberadaan Bibi Ani di rumah ini setidaknya bisa memantau Adelia dan melaporkan ke Rendra atau siapapun yang masih berkaitan keluarga dengan kakek Martin.

Tibalah saatnya Anggita meninggalkan rumah itu. Sama seperti tadi dia mengabaikan keberadaan Adelia yang masih saja duduk santai di ruang tamu.

"Tunggu Anggita." Anggita menghentikan langkahnya kemudian berbalik menatap Adelia.

"Terima kasih," kata Adelia sinis sambil melirik koper yang ditarik oleh Dina.

"Terima kasih untuk apa?" tanya Anggita dingin.

"Terima kasih karena akhirnya kamu pergi dari Evan." Anggita tertawa mendengar perkataan Adelia.

"Aku pikir kamu berterima kasih karena bisa tinggal di rumah ini. Dengar Adelia. Jangan terlalu percaya diri karena aku akhirnya berpisah dari mas Evan. Jangan terlalu yakin jika kebahagiaan kamu akan sempurna. Kamu harus ingat jika karma itu nyata dan tidak pernah salah alamat," kata Anggita tenang seakan perpisahan ini bukan hal yang menyedihkan baginya.

"Kamu berbicara karma?. Bukankah yang kamu terima ini adalah karma?"

"Aku pastikan bukan karma. Karena aku menikah dengan mas Evan setelah dia mengakhiri hubungannya dengan dirimu. Tapi lihat diri kamu. Kamu masuk menjadi orang ketiga di dalam pernikahanku dan yang lebih parah kamu berusaha untuk menyingkirkan aku. Ingat Adelia. Kamu itu bodoh. Aku mempunyai bukti akan semua kejahatan kamu. Aku tidak memberikan bukti itu kepada mas Evan. Karena aku sangat kasihan kepada kamu. Mulai saat ini aku pastikan kamu tidak bisa hidup tenang. Karena semua bukti kejahatan kamu akan menghantui dirimu setiap saat dan kapan aku mau. Aku akan memberikan kepada mas Evan."

"Stop. Jangan berbicara. Aku tidak punya waktu lagi mendengar perkataan dari mulut busukmu itu," kata Anggita ketika Adelia ingin menjawab ceramah panjang yang baru saja dia katakan kepada Adelia.

Anggita kembali melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Di halaman, taksi masih setia menunggu dirinya. Anggita menatap rumah pemberian kakek itu sebelum masuk ke dalam taksi.

Ada rasa sedih yang hingga di hatinya. Rumah yang seharusnya tempat dirinya pulang setelah satu harian bekerja kini harus dia tinggalkan. Di rumah itu dia pernah memupuk harapan akan rumah tangga yang bahagia. Tapi di rumah itu juga dirinya diperlakukan seperti wanita yang tidak punya harga diri.

Anggita kembali melambaikan tangannya kepada orang yang menyayangi dan disayanginya. Bibi Ani dan Dina membalas lambaian itu dengan kesedihan yang mendalam.

"Berhenti sebentar pak," kata Anggita setelah hampir sepuluh menit mobil itu berjalan.

Mobil berhenti. Anggita membuka kaca Mobil hingga kepalanya bisa keluar untuk melihat ke arah belakang mobil.

"Bu, bu. Ke sini sebentar," panggil Anggita kepada seorang ibu yang sedang menggendong anak kecil dan tangannya juga sedang memegang karung. Sepertinya ibu itu seorang pemulung.

"Ibu, karung untuk apa?" tanya Anggita.

"Untuk tempat barang barang bekas seperti ini mbak," jawab ibu itu sambil membuka karung dan menunjukkan isinya yang ternyata botol botol minuman bekas.

Anggita merasa sangat kasihan dengan keadaan ibu yang bekerja keras itu dengan membawa anak.

"Bu, aku ingin membantu ibu. Tapi aku tidak mempunyai uang yang cukup. Terima ini ibu dan jual saja. Semoga berguna ya ibu," kata Anggita sambil menyodorkan cincin nikah yang baru saja dilepas dari jari manisnya. Awalnya dia ingin mengembalikan cincin itu kepada Evan dengan meletakkan di Surat perjanjian perceraian yang sudah dia tandatangani tadi.Tapi Anggita lupa.

Setelah menyadari jika cincin itu masih berada di jari manisnya. Anggita ingin membuang cincin tersebut bersamaaan dengan dirinya melihat perjuangan ibu pemulung itu. Hatinya tergerak membantu ibu itu dengan memberikan cincin nikah itu daripada membuangnya.

'Tapi bu..."

"Jalan Pak," kata Anggita setelah berhasil meletakkan cincin di telapak tangan ibu itu.

Mobil berjalan dan Anggita menarik nafas lega. Tidak ada lagi barang yang bisa mengingatkan dirinya akan Evan.

Mobil itu berhenti di sebuah terminal. Anggita memberikan tip yang lumayan untuk sang supir taksi.

"Anggita."

Anggita menoleh kepada mama Feli yang tiba terlebih dahalu di terminal itu. Mama Feli memilih ikut dengan Anggita setelah tadi pagi Anggita menceritakan semua rencananya Hari ini.

"Mama," jawab Anggita sambil memeluk mama Feli. Anggita sangat terharu dengan pengorbanan mama Feli yang rela meninggalkan Indra demi dirinya.

"Sebaiknya Kita Naik ke bus sayang. Mama sudah membeli tiket untuk Kita berdua."

Anggita menuruti perkataan mama Feli. Kini mereka sudah duduk di dalam bus.

"Selamat tinggal mas Evan. Aku pergi darimu karena keinginan kamu sendiri. Maaf, karena aku membawa sebagian dari dirimu bersamaku. Aku berjanji akan mendidiknya menjadi orang yang baik dan bertanggung jawab. Berbahagialah bersama wanita pujaanmu supaya tidak sia sia aku mengorbankan calon anak Kita," kata Anggita dalam hati. Dia menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi tapi matanya melihat ke luar. Mobil bergerak perlahan hingga keluar dari Kota. Anggita berharap janinnya mampu melewati perjalanan panjang ini.

1
Desi Oppo
bjo edan 😤
Janah Husna Ugy
Rico gk ada jodoh nya thor
Janah Husna Ugy
permainan ranjang nya hot nia dan Danny, timbang evan sama anggita
Janah Husna Ugy
kayaknya prank dech
Janah Husna Ugy
karma dibayar lgsg
#ayu.kurniaa_
.
echa purin
/Good//Good/
Ruzita Ismail
Luar biasa
Lala Al Fadholi
nia bodoh
Trisna
jangan hanya manis di awal yah Lex.
tapi di ending bikin Sad
Trisna
e Tah lah Nia sok jadi pahlawan banget.
Trisna
salsa ting-ting nih mah
senggol dong
Trisna
astaga Danny😂😂
Trisna
pak Rendra semakin di depan
Trisna
nah gitu dong Nia... berani berbuat, berani juga dalam bersikap. Lo memang salah
tapi mengemis no.
Trisna
Hot duda kaya raya
Trisna
Lo sendiri yang menciptakan penderitaan mu Nia😏😏
menjengkelkan
Trisna
Entah gimana perasaan Nia....
iri benci enggak yah dia nantinya sama Anggita🤔
Trisna
air mata mu tak berarti Nia.
💯%lo secara sengaja menjebak Danny. Lo menykiti pa Rendra.
tapi lo nenangis seakan-akan Lo yang tersakiti.
Trisna
gue curiga deh dama dokter itu di balik sifatnya yang tenang bisa saja dia bisa menghanyutkan.

sayang sih sayang tapi privasi bayi itu ada....
walaupun di bilang masih bayi
tidak mengerti apa-apa.
pada hal dokter itu orang luar tapi udah berani mandiin.
gue pikir yang agak bodoh itu adalah Anggita demi rasa nyaman
dia melupakan privasi putri mungilnya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!