Farah adalah seorang psikolog muda yang energik dan penuh dedikasi. Setiap pagi dimulai dengan keceriaan, berinteraksi dengan penjaga gedung sebelum menuju tempat kerjanya di lantai enam. Sebagai seorang psikolog yang sudah berpraktik selama empat tahun, Farah menemukan kebahagiaan dalam mendengarkan dan berbagi tawa bersama pasien-pasiennya.
Pada suatu hari, saat makan siang, Farah mendengar kabar bahwa ada seorang psikiater baru yang bergabung di rumah sakit tempatnya bekerja. Jantungnya berdebar-debar, berharap bahwa psikiater baru tersebut adalah kakaknya yang telah lama tak ia temui. Di tengah-tengah rasa penasaran dan kekecewaannya karena belum mendapat kepastian, Farah bertemu dengan seorang pria misterius di kantin. Pria itu, seorang dokter psikiater dengan penampilan rapi dan ramah, membuat Farah penasaran setelah pertemuan singkat mereka.
Apakah pria itu akan berperan penting dalam kehidupannya? Dan apakah akhirnya Farah akan menemukan kakaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ariadna Vespera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7
Farah hanya membungkukkan badan sebagai tanda
hormat dan terima kasihnya kepada Reno, lalu Farah kembali berlari menghampiri
anak itu. “Terlalu silau.” Gumang Reno dan pergi meninggalkan panti asuhan.
“Bagaimana pria tadi lebih tampan kan dari pria
yang didalam buku.” Ucap Farah. Anak itu pun menganggukkan kepala sambil
tersenyum bahagia. “Kakak punya hadiah.” Ucap Farah. “Apa itu?” tanya anak itu.
Farah mengeluarkan foto yang baru
saja mereka ambil, anak kecil itu kembali menangis
saat menerima itu. “Kenapa
kamu menangis lagi, apakah kamu tidak suka dengan
hasilnya?” tanya Farah. Anak itu
menggelengkan kepalanya “Bolehkah aku menyimpan
foto ini?” tanya anak itu
dengan wajah polosnya dan mata yang memerah. “Tentu
saja ini memang untuk kamu.” Jawab Farah.
“Terima kasih kakak cantik.”
“Sama-sama jangan nangis lagi yah! Kalau kamu
nangis kakak jadi sedih deh, kalau kakak sedih nanti kakak gak cantik lagi.”
Anak itu menggelengkan kepalanya, dia berhenti
menangis karna tidak ingin Farah sedih. Lalu anak itu berlari ke kamarnya dia
bilang ingin membuat bingkai untuk foto itu agar tidak cepat rusak.
Hari yang indah telah berlalu saat ini, Farah
memang hidup dalam tekanan dan tuntutan dari orang tuanya tapi Farah
benar-benar tidak bisa meninggalkan rumah orang tuanya,
karna khawatir sesuatu yang tak diharapkan akan
terjadi. Farah tau orang tuanya
hanya ingin yang terbaik untuk dirinya tapi Farah
tidak sanggup untuk melewatinya.
Waktu makan siang sudah tiba, Farah membantu
pengurus panti menyiapkan makanan. Berbagai lauk pauk
di siapkan yang bagus untuk pertumbuhan anak-anak.
Tiba-tiba handphone Farah
berdering, ada telpon dari Pera. “Halo Pera,
kenapa?” tanya Farah.
“BABY… kok kamu gak datang sih?” rengek Pera. Farah
yang bingung pun mengingat-ingat apa yang sudah dia lewatkan hari ini. Farah
merasa tidak ada undangan dari siapa pun hari ini. “Aku kan ada pemeran hari
ini.” Ucap
Pera.
“Aku tidak menerima undangan apapun darimu.”
“Kamu tidak lihat di social media ku, aku sudah
membagikannya di seluruh sosial mediaku.”
“Baiklah aku akan kesana sekarang juga.” Farah
menutup telponnya
“Bisa-bisanya aku memilliki sahabat seperti dia.”
Ucap Farah dalam hati.
Farah sudah sampai ke lokasi pameran Pera. Tapi
saat di sana Farah ditahan oleh satpam yang berjaga didepan gedung, karna Farah
tidak mempunyai tiket masuk. Farah sudah tidak mengerti lagi Pera yang
menyuruhnya datang tanpa undangan, bisa-bisanya Pera seperti itu entah lupa
atau memang benar-benar tidak tau kalau masuk pameran dia harus memakai tiket.
Saat itu Farah berfikir untuk pulang saja ke rumah
tapi ada pria yang bisa membuat Farah masuk tanpa tiket. Dia adalah salah satu
model di pameran Pera, pria itu menggunakan masker dan topi bahkan memakai kaca
mata hitam. Sepertinya pria ini sangat terkenal fikir Farah.
"Terima kasih." Ucap Farah sambil
berusaha untuk melihat siapa pria di balik kacamata dan masker itu. Tapi pria
itu langsung pergi keruangan model untuk di make over jadi ruangan itu sangat
privasi. "Sudah lah yang penting aku sudah bisa masuk." Gumang Farah.
Pameran itu berjalan dengan lancar tanpa hambatan,
banyak baju baru yang di pamerkan dan Pera juga banyak mengandung model-model
yang terkenal.
"Wah... Pera ternyata sehebat ini, berapa
banyak biaya yang dihabiskannya untuk mengundang para model itu?" Ucap
Farah dalam hati. Saat model terakhir tampil itu tampak tidak asing untuk
Farah. Sepertinya Farah pernah melihat pria itu. Oh, benar pria itu adalah pria
yang mengikuti Pera sampai ke kamar hotel dan jam tangan itu tampak tidak
asing.
Farah ingat pria itu juga yang membantu dia untuk
masuk ke dalam tanpa tiket. Kenapa pria itu membantu Farah ada hubungan apa
Pera dengan pria model itu, Farah curiga hubungan mereka lebih dari sekedar
kontrak kerja. Tatapan Ical berbeda saat menatap Pera.
Pemeran sudah selesai, Farah ingin menghampiri Pera
namun, banyak sekali orang yang ingin menemui Pera jadi Farah berfikir dia bisa
menemui Pera di lain waktu.
Farah pergi ke toko Bungan dekat rumahnya, toko
Bungan yang pagi ini dia kunjungi, Farah berencana untuk memesan bunga dan
dikirim kepada Pera.
Saat sampai di toko bunga, Farah di ajak untuk ikut
pergi piknik. Farah yang segan untuk menolak pun akhirnya pergi biknik bersama
dengan pemilik toko. Bunga yang Farah pesan juga sudah siap dan sedang
diantarkan ke tempat pameran Pera.
Jadi Farah ikut membantu menutup toko lalu
berangkat ke area piknik menggunakan mobil Farah. Lokasi pikniknya tidak
terlalu jauh hanya butuh tiga puluh menit untuk sampai di sana.
Saat sampai di sana Farah membantu menyiapkan
peralatan pikniknya dan membantu memilik toko untuk turun dari kursi roda lalu
duduk di karpet yang sudah Farah siapkan.
Pemilik toko itu menceritakan banyak hal tentang
hidupnya, suami beliau adalah seorang tentara. Saat hari pertama pernikahan
Meraka, beliau sudah di tinggal selama 1 tahun lamanya. Beliau bilang aku hanya
memiliki suami di dalam buku nikah. Suami beliau memang sudah mengatakan bahwa
menjadi istri dari seorang tentara itu tidak mudah dan suami beliau juga bilang
istri bukanlah prioritas bagi seorang tentara. Pemilik toko itu tau akan hal
itu namun, beliau masih saja terkejut saat merasakannya sendiri.
Beliau mengandung saat tiga tahun usia pernikahan
Meraka. Berjuang sendiri saat hamil itu sangat berat ucap beliau. Hanya satu
sampai dua kali bertemu dengan suami dalam satu tahun memang sangat
menyedihkan. Tapi cinta itu memang buta, saat anak beliau memasuki sekolah
menengah atas.
Suami beliau berpulang terlebih dahulu saat
mendengar kabar itu beliau syok benar hingga saat dalam perjalanan menuju
peristirahatan terakhir sang suami beliau mengalami kecelakaan hingga lumpuh.
Mulai saat itu beliau kemana-mana selalu memakai
kursi roda. Masalah ekonomi beliau tidak berpengaruh saat suaminya berpulang
karna beliau adalah pemilik perusahaan parfum yang terkenal hanya masalah
mental yang terguncang ucap beliau.
Tiga tahun berlalu setelah kepergian sang suami
beliau masih belum bisa mengikhlaskannya sampai beliau sadar ada anak yang
masih butuh kasih sayang dari seorang ibu yang juga bersedih atas kepergian
sang ayah.
Dari situ pemilik toko mulai bangkit lagi
memaksakan dirinya untuk terus melihat ke depan agar masa depan anaknya tidak
hancur ucap beliau. Di situ Farah merasakan hangatnya sebuah keluarga mungkin
kita fikir bahwa hidup kita yang paling sulit tapi ternyata masih banyak lagi
yang jalan kehidupannya lebih sulit dari kita, semua orang memang punya
jalannya masing-masing, jika kamu berfikir untuk menukar jalanmu dengan orang
lain karna kelihatannya itu jauh lebih mudah dari jalanmu, itu salah karna yang
bisa melewati jalan itu hanya yang di takdirkan untuk jalan itu sendiri bukan
orang lain.
Tak terasa matahari mulai tenggelam, Farah mulai
merapikan tempat pikniknya lalu mengantar pemilik toko ke rumahnya.
"Bagaimana kalau kamu makan malam di sini saja
dulu!" Ucap pemilik toko.
"Saya tidak ingin merepotkan." Sahut
Farah segan.
"Tidak, saya tidak merasa direpotkan. Saya
senang jika kamu mau bergabung bersama." Ucap pemilik toko.
Farah akhirnya mengiyakan ajakan dari pemilik toko
itu.
"Panggil saja saya Ibu!" Ucap pemilik
toko.
"Oh... Iya Ibu, terima kasih Karan sudah
mengizinkan saya memanggil anda dengan sebutan Ibu." Sahut Farah.
"Saya ingin sekali memiliki anak perempuan dan
saya bersyukur Karan saat ini saya sudah mendapatkannya." Ucap Ibu. Farah
hanya tersenyum malu melihat ibu berkata seperti itu.
Malam pun semakin gelap, Farah berpamitan dengan
ibu ingin pulang. Hari yang sangat hangat telah Farah lewati, merasakan
bagaimana mendengar cerita dari ibu, memakan masakan dari ibu, membantu ibu
melakukan apa yang kesusahan ibu lakukan adalah hal yang pertama kali terjadi
dalam hidupnya.
Farah memang tidak ingin membandingkan Bundanya
dengan Ibu tapi sesekali Farah berfikir bagaimana rasanya mendapatkan
kehangatan dari orang tuanya. Farah selalu memimpikan layaknya anak pada
umumnya yang ingin berlibur, bercanda tawa, bercerita bersama dengan orang
tuanya namun, Farah juga menyadari bahwa itu tidak akan pernah terjadi.
Sinar hangat matahari perlahan menyelimuti bumi.
Farah bersiap untuk pergi bekerja, saat pergi keruang makan tiba-tiba air mata
Farah terjatuh tanpa dia sadari setelah melihat orang tuanya berkumpul untuk
sarapan di meja makan bersama.
Ayahnya yang biasanya tidak pulang di pagi hari dan
ibunya yang berangkat sebelum matahari terbit. Sangat sulit untuk melihat momen
ini. Farah mengusap air matanya dan bergegas menuju meja makan dengan semangat.
"Selamat pagi." Ucap Farah.
"Pagi." Sahut bunda dan ayah.
Meski suasana di meja makan itu tetap canggung
namun, Farah menikmatinya.
Setelah selesai makan Farah pun pergi ke rumah
sakit untuk bekerja. Tamu yang datang hari ini lebih sedikit dari biasanya jadi
Farah bisa pulang lebih awal. Saat bersiap ingin pulang ternyata ada yang
mengetuk pintu bukankah tahuku untuk hari ini sudah habis fikir Farah. Tanpa
curiga Farah pun mempersilahkan orang yang mengetuk pintu itu pun masuk.
Saat melihat siapa yang membuka pintu itu, Farah
tidak menyangka bahwa orang yang itu adalah Reno.
Reno datang ingin mengembalikan baju dan selimut
yang Farah pakaikan saat Reno kecelakaan. Farah menerimanya dengan senyum yang
hangat. Farah benar-benar tidak berfikir bahwa Reno dapat melakukan hal itu,
tapi tidak heran seorang dokter memiliki tanggung jawab yang tinggi.
Sebentar, bagaimana Reno tau kalau Farah Bekerja di
sini. Apakah Reno mencari tau tentang Farah atau hanya kebetulan mengetahuinya.
Sudahlah, itu juga tidak penting bagi Farah. Setelah mengembalikan baju dan
selimut itu Reno pergi tanpa mengatakan apa pun bukannya orang normal akan
berterima kasih fikir Farah.
Farah melihat ada begitu banyak kejanggalan saat
menatap mata Reno sungguh aneh, seseorang yang sangat tertutup dan sangat
misterius. Farah tidak menyukai tipe orang yang seperti itu Karna kebanyakan
dari mereka tidak bisa mengekpresikan diri mereka sendiri dan akhirnya itu akan
menjadi penyakit untuk mental diri mereka sendiri.
Farah yang sedang mengendarai mobil ingin pulang ke
rumah, mendapatkan telpon dari Pera "Baby... Ke butik aku sekarang."
Lalu Pera menutup telponnya begitu saja. Hal apa lagi yang akan Pera lakukan
yang membuat Farah terkejut untuk kesekian kalinya. Saat Farah sampai di butik
Pera, Pera langsung memberikan Farah baju untuk di pakai. Farah yang tidak tau
apa yang ada di pikiran Pera hanya menurutinya.
Setelah mengganti baju Farah di arahkan untuk ke
studio foto, Farah yang makin kebingungan pun hanya bisa pasrah. Saat Farah
sudah masuk ke studio fotonya dia mengerti kalau Pera ingin dia menjadi
modelnya.
Farah memang bukan pertama kali menjadi model Pera
tapi biasanya mereka hanya berduaan saja di studio namun, sekarang berbeda
banyak orang profesional yang ada di dalam studio itu. Termasuk model utama
mereka Ical.
"Baby, kamu duduk di pangkuan Ical." Ucap
Pera.
"Kamu bercanda kan Pera, masa aku foto sama
model terkenal. Gak lucu Pera." Sahut Farah.
"Aku gak bercanda baby, kalau kamu cepat kita
juga cepat pulangnya." Ucap Pera.
Akhirnya Farah duduk di pangkuan Ical.
"Kalau kamu duduk seperti itu, kakiku akan
mati rasa." Ucap Ical.