Ketika yang semua orang anggap hanya omong kosong menyerbu dari utara, saat itulah riwayat Suku Gagak menemui akhirnya.
Tanduk Darah, iblis-iblis misterius yang datang entah dari mana, menebar kekacauan kepada umat manusia. Menurut legenda, hanya sang Raja Malam yang mampu menghentikan mereka. Itu terjadi lima ribu tahun silam pada Zaman Permulaan, di mana ketujuh suku Wilayah Pedalaman masih dipimpin oleh satu raja.
Namun sebelum wafat, Raja Malam pernah berkata bahwa dia akan memiliki seorang penerus.
Chen Huang, pemuda bernasib malang yang menjadi orang terakhir dari Suku Gagak setelah penyerangan Tanduk Darah, dia tahu hanya Raja Malam yang jadi harapan terakhirnya.
Apakah dia berhasil menemukan penerus Raja Malam?
Atau hidupnya akan berakhir pada keputusasaan karena ucapan terakhir Raja Malam hanya bualan belaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arisena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode : 13 — Kultivator
"Bagus." Chen Huang mengamati bilah belati tersebut dengan seksama. Tampak motif seperti bulu sesuai pesanannya, serat-serat perak berkilau yang terlihat cukup indah. "Perlu kutambah lagi?"
Orang itu menggeleng sambil tersenyum. "Yang kauberikan kemarin bahkan sudah terlalu banyak."
"Apakah boleh aku mengetesnya?"
"Tentu saja, perlu kuambilkan—"
Ctakk
Belati itu sudah menancap sampai ke pangkal saat Chen Huang melemparnya ke dinding. "Bagus," sekali lagi Chen Huang memuji. Ia mencabut belati itu lantas menjura. Mengabaikan tatapan kagum dari si pandai besi. "Terima kasih, aku pergi dulu."
Sampai di luar, Bai Li sudah menunggu di sana sambil mengusap-usap surai coklat kuda Chen Huang. Melihat kedatangan sahabatnya, ia tersenyum.
"Sekarang, kita ke mana?"
"'kita'?" ulang Chen Huang.
"Iya, siapa lagi? bukankah sudah kubilang aku akan ikut kau?"
Chen Huang sudah tak tahu lagi harus menanggapi dengan cara bagaimana. "Kau naik kudaku, aku jalan."
"Bukankah ini kudamu?"
"Orang akan mengutukku jika melihat aku membiarkan seorang gadis jalan kaki sedangkan aku naik kuda." Pemuda itu menyelipkan belati ke balik mantelnya. "Jangan banyak protes, kau mau ikut atau tidak?"
Akhirnya, mereka meninggalkan desa kecil tersebut dengan Bai Li naik kuda dan Chen Huang berjalan kaki di sampingnya. Mereka menuju barat, sesuai arahan Chen Huang. Bai Li tak banyak tanya lagi.
Seperti yang dikatakan Chen Huang kepara Bai Li saat pertama kali bertemu, pemuda itu belum memiliki tujuan pasti. Itu benar.
Chen Huang merasa bingung dengan jalan yang akan ia ambil, walau sudah tahu tujuannya adalah untuk mencari raja Malam. Akan tetapi, mencari ke mana? Dia hanya asal melangkah saja.
Siang hari ketika mereka sedang beristirahat, Bai Li tak dapat menahan rasa penasarannya lagi. "Kau benar-benar belum tahu hendak pergi ke mana?"
Chen Huang mengangguk mantap. "Untuk sementara ini, aku tak ada tujuan."
Bai Li mengangguk-angguk. "Dari mana datangmu?"
Pemuda itu memandang tajam. "Apakah kau—"
"Bai Li, riwayatmu sudah tamat!"
Dada Chen Huang sampai tergetar karenanya. Dia bangkit dengan sedikit terhuyung, belati sudah tergenggam di tangan sejak beberapa saat lalu.
"Jangan jadi pengecut!" Bai Li balas membentak. Suaranya juga menggetar seperti bentakan pertama. "Keluar kalian!"
Berturut-turut, datanglah dua orang lelaki tua yang gerakannya seperti terbang. Mereka memakai jubah biru muda yang tampak mewah. Sorot mata mereka tajam menusuk, amat mengerikan.
Karena saling membalas bentakan tadi, kuda coklat Chen Huang sudah kabur entah ke mana. Melihat itu Chen Huang merasa jengkel karena tadi dia tidak mengikatkannya ke sebatang pohon saat membiarkan hewan itu makan rumput.
Bai Li berdiri perlahan, senyum manis tak pernah meninggalkan wajah cantiknya. "Kalian bahkan sampai repot-repot mengejarku ke Wilayah Pedalaman? Luar biasa."
Namun, dua orang lelaki tua itu agaknya tak berniat untuk bicara. Mereka menggerakkan tangan dan Chen Huang terbelalak melihat sebatang pedang tiba-tiba muncul di tangan mereka.
"Hukuman mati untukmu, Bai Li!"
"Chen Huang, pergi sembunyi dan tunggu aku!" Bai Li menerjang ke depan, tangannya berubah kemerahan. "Cepat!"
Chen Huang tidak tahu apa yang terjadi, tapi dia merasa khawatir. Dia sudah merangkapkan kedua telapak tangan dan membaca mantra untuk menciptakan Simbol Magis, namun ketika menerjang, ia kembali terpental, amat jauh.
"Uaaaghhh!!"
Punggungnya menghantam batang pohon besar. Chen Huang merasa tulang belakangnya putus saat itu juga. Belati terlepas, dan Bai Li masih bertempur di sana.
"Mereka bukan tandinganmu, pergi sekarang!" Bai Li berseru sambil bergerak memutar, tangannya yang merah mencakar wajah salah satu lelaki tua yang dapat dihindari. "Aku akan kembali, janji!"
Suara dentuman terdengar setelah itu, angin menyambar tanpa ampun.
Apa-apaan ini? Chen Huang memungut belatinya susah payah. itu bukan Simbol Magis, itu ... apa itu ...?'
Akhirnya, Chen Huang mengambil keputusan untuk memercayai Bai Li. Dia segera berlari ke kedalaman hutan yang cukup jauh walau dengan hati khawatir.
"Sekarang kau bahkan berhasil menggoda seorang bocah, dasar iblis!" bentak lelaki tua yang rambutnya hampir habis. "Kami akan mengadu nyawa, Bai Li!"
Namun, Bai Li hanya tersenyum. "Aku ragu hanya dengan kalian berdua bisa mencabut nyawaku."
Dia menghindar, serangan susulan dari kakek lainnya datang mengarah kepala.
"Amarah Halilintar!"
Serangan mendadak dari pedang kakek itu mengeluarkan halilintar yang hampir menerkam tengkuk Bai Li jika wanita itu tak segera menghindar. Sebagai akibatnya, sebatang pohon besar tumbang.
"Haha, bahkan dengan umur seratus tahun lebih, kekuatan kalian hanya begini-begini saja? Uhhh!" Dia kembali menundukkan muka saat kaki kakek lainnya mengarah punggung.
"Dewa Petir!"
Kakek itu menarik kakinya lalu membuat kedua tangan diselimuti aliran petir yang luar biasa terang. Akan tetapi, Bai Li hanya menyeringai menatap serangan itu.
"Mati kalian ...." Bai Li menggumam, lantas kedua tangan yang diselimuti cahaya merah itu makin terang dan menyerang.
Serangan ganas menebas tak tentu arah ke segala sisi. Tebasan-tebasan cahaya merah tanpa keteraturan, menebas apa pun. Batu, kerikil, rumput dan semak, terpotong-potong terkena serangan dahsyat itu.
Demikian pula dengan tubuh dua kakek penyerang. Masing-masing dari mereka sudah terpotong jadi tiga bagian, mata mereka terbelalak.
"Harusnya ketua sekte sendiri yang turun tangan, dasar ceroboh." Bai Li memandang ke arah di mana Chen Huang pergi, lalu senyumnya kembali mengembang. "Anak manis, kau tak akan bisa lari dariku."
...----------------...
"Kau bahkan tak terluka?" Chen Huang tidak sedang berpura-pura kaget. "Yang benar saja!"
"Jangan remehkan sahabatmu ini, Chen Huang," kata Bai Li saat menunjukkan senyum bangganya, "kutebak, kau belum pernah menyaksikan kekuatan seperti itu, kan? Kecuali kau pernah pergi ke selatan, ke Wilayah Tengah."
Chen Huang menggeleng. Sedetik berikutnya, dia mengangguk. "Tapi sepertinya aku pernah membaca dari sebuah buku dongeng."
"Oh, apa itu?"
"Para kultivator, benarkah? Apa kalian yang disebut-sebut dalam buku itu?" Chen Huang tak bisa berbohong, dia benar-benar merasa heran dan tertarik. "Apa aku salah?"
Bai Li mengangguk-angguk. "Kalau pengetahuanmu hanya sebatas buku dongeng, berarti kau belum tahu semuanya."
Chen Huang mengamati Bai Li dari atas sampai bawah, dengan mata yang tak berkedip sama sekali. Mulutnya sedikit menganga.
Bai Li menyalah artikan tatapan itu. "Kalau kau mau menelanjangiku, maaf saja kau bukan pria idamanku." Gadis itu menutup dadanya dengan menyilangkan kedua tangan. "Apa yang kaulihat? Hei!"
"Ah, maaf. Hanya saja aku sedikit merasa bersalah karena meremehkanmu, pantas saja kau tidak heran ketika pertama kali bertemu denganku."
Kali ini, Bai Li yang dibuat bingung. "Maksudmu?"
"Bukan apa-apa," Chen Huang menyahut cepat. "Yang terpenting, apakah kawan-kawan mereka akan mengejar?"
"Pastinya," ujar Bai Li. "Karena itulah kita harus bersembunyi."
"Kita?"
"Iya, kau dan aku."
Kening Chen Huang mengerut. "Bukankah seharusnya hanya kau?"
Seperti biasa, Bai Li mengawali perkataannya dengan seutas senyum. "Aku ikut kau, karena itu kau harus bersembunyi pula."
"Tunggu, kalau begitu seharusnya kau yang—"
"Nah, ayo!" Bai Li menarik paksa tangan Chen Huang agar berdiri. "Kau tahu daerah perbukitan dekat sini? Atau tempat yang dikelilingi tebing? Itu bisa jadi persembunyian yang cocok."
Chen Huang berkata gusar. "Kalau kau ikut aku, seharusnya aku yang menentukan—"
"Ah, kau baik sekali telah mengizinkanku ikut denganmu. Sikapmu ini bisa membuat sebagian gadis akan tergila-gila padamu, apa kau tahu?"
Biarkan aku bicara, brengsek!
Hanya saja untuk development karakter nya aku masih merasa kurang cukup motivasi. Mungkin karena masih perkembangan awal. Akan tetapi, perlahan namun pasti keberadaan Chen Huang di Serigala, kayaknya akan semakin bisa di terima. Aku cukup merasakan bahwa dia saat ini sudah mulai banyak berinteraksi dengan tokoh lainnya.
Aku baca ulang dan ternyata memang ini flashback😅✌🏻