Kinar menerima tawaran menikah dari sang dokter untuk melunasi hutangnya pada pihak Bank. Sedangkan, dr. Raditya Putra Al-Ghifari, Sp. B menikahinya secara siri hanya untuk mendapatkan keturunan.
Awalnya Kinar menjalaninya sesuai tujuan mereka, tapi lambat laun ia mulai merasa aneh dengan kedekatan mereka selama masa pernikahan. Belum lagi kelahiran anak yang ia kandung, membuatnya tak ingin pergi dari sisi sang dokter.
Kemanakah kisah Kinar akan bermuara?
Ikuti Kisahnya di sini!
follow ig author @amii.ras
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AmiRas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bedrest
Setelah lima hari di rumah sakit, Kinar akhirmya dibolehkan juga pulang. Namun, dengan catatan dia tetap harus bedrest, dan benar-benar istirahat. Mengingat tubuhnya juga masih lemah. Kinar sebenarnya sungguh sudah tak betah berbaring, tubuhnya pegal-pegal lama-lama berbaring.
Kinar baru bangun di saat jarum jam menunjukkan angka setengah 8 pagi. Ia menatap bingung ke arah Dokter Radit yang duduk di sofa dengan pakaian santai. Lelaki itu memangku laptop.
"Mas, kok nggak ke rumah sakit?" tanya Kinar dengan tubuh duduk menyandar di kepala ranjang.
Dokter Radit menoleh singkat ke arah Kinar, "Kenapa saya harus ke rumah sakit? Itu punya saya jadi terserah saya mau ke sana apa nggak," sahut lelaki itu datar seperti biasanya.
Kinar mendengus, "Lah, kok ngeselin, ya!" gumanya pelan.
"Apa?" Dokter Radit mendengar gumaman samar Kinar itu.
"Hah? Nggak kok aku nggak ngomong apa-apa!" sangkal Kinar cepat.
"Segera habiskan sarapanmu, baru minum obat dan vitaminnya!" ucap Dokter Radit menujuk nampan berisi piring dengan porsi nasi dan kuah sup di nakas.
Kinar tak membantah. Ia tak peduli kalau belum mencuci wajah sehabis bangun tidur, nyatanya ia sudah amat kelaparan. Sarapan itu ia habiskan tanpa sisa, setelahnya meminum obat dan vitaminnya yang telah dibuka oleh lelaki itu.
...*****...
Kinar merasa kembali lapar di jam setengah sebelas siang. Ia baru selesai membaca buku kesehatan milik Dokter Radit, dan sudah merasa lapar lagi. Di kamar tak ia dapati keberadaan si dokter es itu. Dengan langkah pelan, Kinar keluar dari kamar, dan berjalan ke dapur untuk membuat makanan. Tiba-tiba saja ia ingin memakan soto. Membayangkannya saja sudah membuat Kinar meneguk ludahnya.
Kinar sedang menyiapkan panci ketika suara datar itu mengagetkannya.
"Apa yang kamu lakukan, Kinar?"
"Astagfirullahaladzim, kaget ya Allah!" ucap Kinar mengelus dadanya. Panci yang hendak ia isi air sampai terjatuh ke lantai meninbulkan suara berisik.
"Apa yang sedang kamu lakukan? Bukankah sudah saya bilang untuk istirahat saja di ranjang!" ujar Dokter Radit dengan netra menatap tajam Kinar. Lelaki itu mengambil panci yang terjatuh, dan meletakkannya di meja pantry.
"Saya mau buat soto, Mas! Laper!" jawab Kinar sebal.
"Ck, biar saya beliin!" Dokter Radit menyahut ikut kesal.
"Nggak! Saya mau buat sendiri, gak mau beli!" ucap Kinar lagi saat lelaki itu hendak menuntunnya kembali ke kamar.
Dokter Radit menghela napas, "Kenapa sih suka sekali merepotkan diri sendiri? Biar saya yang buat kamu cukup kasih tahu saya apa saja bahan-bahannya," ucap lelaki itu akhirnya, mengalah.
Kinar berseru senang. Ia pun duduk di kursi meja pantry, dan mengatakan bahan apa saja yang dibutuhkan. Kinar mengulum senyum, memperhatikan punggung lebar lelaki itu yang tampak serius di depan kompor.
"Bunda kok tambah cinta sama Ayahmu itu, Nak!"
Dua puluh menit kemudian, soto buatan Dokter Radit itu sudah tersuguh di hadapan Kinar yang sudah tak sabar ingin segera mencicipinya.
"Panas! Dinginin dulu sebentar," ucap Dokter Radit mengingatkan.
Kinar mengangguk. Sembari menunggu sotonya agak dingin, Kinar kembali memperhatikan Dokter Radit yang membereskan peralatan memasaknya tadi.
"Kenapa lihatin saya begitu?"
Kinar langsung terperanjat akan teguran Dokter Radit. Ia buru-buru menunduk, menyembunyikan semu merah di wajahnya yang memanas. Duh, dia kok masih suka malu-maluin diri sendiri gini ya.
"Sotomu sudah dingin, tuh!" ucap Dokter Radit menunjuk mangkuk soto di hadapan Kinar.
Kinar mengangguk, segera menyantap soto buatan lelaki itu dengan buru-buru. Karena itu juga ia sampai tersedak-sedak hingga matanya berair.
"Hati-hati, Kinar! Astaga kamu ini kenapa sih?" Dokter Radit segera menuangkan air ke gelas dan menyodorkan ke Kinar.
Kinar segera menegak air minum yang di sodorkan lelaki itu. Setelah merasa lebih baik, Kinar kembali menyuap kuah soto.
Dokter Radit berdecak, "kamu ini ceroboh sekali. Kurangilah sikap cerobohmu itu."
Kinar mengangguk. Ia memuji dalam hati rasa soto yang ia makan. Ternyata si dokter es ini bisa juga masak. Ya, meski ia yang memandu, tapi rasanya enak menurutnya.
"Besok saya sudah boleh kerja lagi gak, Mas?" tanya Kinar disela makannya.
Dokter Radit yang sedang menatap ponselnya menoleh pada Kinar datar.
"Lusa baru boleh. Hari ini dan besok kamu tetap bedrest dulu, Bi Isah juga akan datang besok menjaga kamu."
Kinar menghela napas. Dia sudah rindu bekerja dan bertemu rekan-rekannya, tapi ya bagaimana lagi dia tak bisa membantah Dokter Radit.
...****...
Ibu Sonia meneliti foto-foto yang dikirmkan oleh orang suruhannya. Keningnya kian berkerut menemukan keganjalan dari apa yang ia pikirkan.
"Dia belum menikah, Ta? Kamu yakin?" tanya Ibu Sonia pada Tara--perempuan tomboy yang ia suruh jadi mata-mata.
"Yakin, Bu. Pemilik kost an yang pernah perempuan ini tempati juga mengatakan kalau dia belum menikah. Rekan-rekan sesama Susternya juga mengatakan demikian."
Ibu Sonia semakin bingung. Berarti dugaannya jika Suster Kinar hamil di luar nikah benar dong, tapi ia juga tak bisa menuduh begitu saja.
"Tapi, Bu. Saya pernah melihat Suster ini akrab dengan dua dokter di rumah sakit milik suami ibu. Yang pertama saya lihat dia makan berdua di kantin rumah sakit dengan salah satu dokter ini, terus saya lihat juga dia pulang bareng dengan salah satu dokter satunya. Menurut Ibu, di anatara dua Dokter ini yang mana bisa kita curigai sebagai yang menghamili Suster Kinar?" ujar Tara menatap Ibu Sonia yang tampak berpikir.
Dokter Ardi dan Dokter Radit. Ibu Sonia tak bisa menyimpulkan dan menebak di antara dua dokter muda itu, sebelum ia melihat bukti yang nyata. Tapi tunggu... Saat Suster Kinar pendarahan waktu itu, dia melihat sorot khawatir dan cemas dari dua dokter itu, dan saat tahu Dokter Radit--putranya yang tampak kacau setelah keluar dari ruang ICU kala itu, sepertinya Ibu Sonia menemukan jawabannya. Ck, kalau benar putranya itu telah menghamili anak orang ia akan benar-benar mengerjai si anaknya yang berwajah datar itu.
"Sepertinya aku sudah tahu, Ta. Terima kasih atas bantuannya, tapi saya minta kamu untuk tetap mengawasi Suster Kinar. Laporkan apa saja yang ia lakukan dan siapa saja yang ia temui pada saya!"
Tara mengangguk paham. Setelahnya perempuan tomboy itu berpamitan dari ruang Ibu Sonia. Ibu Sonia sedang di butiknya, dan memang memiliki ruangan sendiri di situ.
"Anak itu... Awas saja kamu, Dit! Kalau benar terbukti kamu telah menghamili anak orang... Mama akan menghukummu!" gerutu Ibu Sonia sambil memilah foto-foto yang dibawa oleh Tara tadi.
...Bersambung.......
Tapi gak papa suster Kinar kamu sudah ditunggu jandanya sama dr Ardi.....!