NovelToon NovelToon
Istri Kecil Om Dokter

Istri Kecil Om Dokter

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Orie Tasya

Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.

Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.

Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.

Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.

Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.

Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 25

"Kamu yakin?" tanya Izhar.

Ina yang sudah terlena oleh sentuhan darinya, hanya mengangguk, seakan terhipnotis oleh pria tampan itu.

"Sayangnya, saya yang belum rela." Ucap Izhar, menarik diri dari Ina dan menarik gadis itu juga untuk duduk kembali.

Izhar duduk di samping Ina, sedangkan Ina menatapnya dari samping.

"Kenapa?" tanya Ina.

Seharusnya, Izhar senang bukan, ketika Ina rela memberikan dirinya seutuhnya?

"Saya gak rela merusak orang yang belum benar-benar mencintai saya dan lagi, saya pun merasa gak adil kalau sampai saya mengambil hak saya tapi saya belum mencintai kamu. Seperti di perk*sa rasanya, itu pasti, karena tak ada cinta. Bukankah ketika dua insan akan saling menyatukan diri, harus di iringi dengan perasaan cinta? Agar kedua belah pihak merasa saling mengisi satu sama lain, bukan hanya saling membutuhkan untuk memuaskan?" Tutur Izhar, sangat dalam dan menyentuh.

Ina terharu mendengar penuturan Izhar, dia semakin yakin kalau Izhar adalah pria yang sangat baik.

Izhar menoleh kepada Ina, menggenggam tangannya dan menatapnya dalam.

"Kamu belum mencintai saya 'kan? Hanya suka, bukan cinta." Tanya nya.

Ina perlahan mengangguk.

"Sama, saya juga belum mencintai kamu, hanya sebatas suka." Balas Izhar, sejujur jujurnya.

Izhar memang menyukai Ina, tapi belum mencintainya. Rasa cintanya belum bisa tumbuh lagi dalam hati, setelah di patahkan oleh Ratih. Izhar menjadi sulit untuk jatuh cinta kembali, walaupun sekarang telah memiliki istri. Dalam hatinya, selalu ada keraguan bahwa Ina tidak akan pernah mencintainya juga.

Meski begitu, Ina tetap senang, karena setidaknya Izhar telah mengakui jika dirinya menyukai Ina. Rasa suka Ina terbalaskan, walaupun tak dibalas dengan rasa cinta.

"Ina, apa kamu mau, menunggu dan terus bersama saya hingga cinta di hati kita tumbuh untuk satu sama lain?" tanya Izhar lagi.

"Saya rasa, kita bisa berjuang bersama agar bisa saling mencintai dan mempertahankan hubungan ini. Hingga menjadi sebuah hubungan yang serius dan terciptalah sebuah keluarga kecil yang bahagia." Lanjutnya.

Ina mengangguk, "Aku mau, aku mau berjuang bersama Om sampai kita bisa saling mencintai." Jawab Ina.

Izhar tersenyum lega, pria itu memeluk Ina dan Ina balas memeluknya.

"Tetaplah menjadi istri saya, Na. Saya janji, akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencintai kamu dan menjadikan kamu satu-satunya wanita dalam hati saya." Tutur Izhar, serius, ingin tetap Ina menjadi istrinya.

Izhar melepaskan pelukannya, merogoh saku celananya dan memasukkan kembali cincin kawin mereka ke jari manis Ina.

"Cincin ini sangat cantik di jari manis kamu yang lentik, saya suka setiap kali melihat jari-jari tangan kamu, sangat indah." Izhar secara gamblang memuji keindahan tangan istrinya, yang memiliki jari-jari lentik.

Izhar jadi ingat, saat pertama kali memasukkan cincin kawin ke jari manis Ina setelah akad nikah. Ia langsung mengagumi tangan perempuan yang bahkan belum dilihat wajahnya saat itu.

Izhar mencium tangan Ina cukup lama, merasakan lebih dalam halusnya tangan gadis belia itu.

Kemudian, Izhar kembali menatap Ina.

"Bisakah kamu menuruti keinginan saya?" Izhar bertanya kembali.

"Apa itu?"

"Saya mohon, jaga jarak dengan Isha. Saya tahu, kamu dan Isha udah gak ada hubungan apapun lagi, mungkin jika dekat pun hanya sebatas karena kalian satu sekolah dan satu kelas saja. Tapi please... Saya nggak mau kamu dekat dengannya, saya gak mau kalau suatu hari nanti akan tumbuh rasa cinta lagi di antara kalian. Saya ingin, kamu tetap menunggu cinta dari saya, tanpa keduaan adik saya." Izhar meminta dengan sangat, ia ingin Ina dan Isha tak berdekatan lagi.

"Kalau aku janji aku bisa, apa Om juga bisa melupakan segalanya tentang Tante Ratih? Bisakah Om juga menunggu sampai aku mencintai Om, tanpa terus Om mengingat tentang dia?" Ina balik mempertanyakan kesanggupan Izhar soal Ratih.

Ina yakin, Izhar belum benar-benar bisa melupakan Ratih, apalagi Ratih adalah calon istrinya yang begitu amat dicintai.

Izhar berpikir terlebih dahulu, belum bisa menjawab apakah sanggup atau tidak. Melupakan Ratih tak semudah yang dibayangkan, walaupun telah di sakiti dan di khianati, tapi pada kenyataannya wajah Ratih tak benar-benar hilang dari benaknya.

"Saya nggak bisa mengatakan saya bisa, tapi saya akan berusaha." Jawab Izhar ambigu.

"Kalau begitu, aku juga gak bisa bilang kalau aku bisa, tapi aku juga akan berusaha." Balas Ina.

Ina sebenarnya bisa saja tak berdekatan dengan Isha lagi, karena sudah terbiasa membencinya sejak mereka putus. Namun, Ina mengatakan hal seperti itu, karena ingin tahu seberapa besar perjuangan Izhar untuk melupakan Ratih dan mencintainya. Ina butuh bukti dari perasaan pria yang menikahinya mendadak itu, tidak mau terbuai rayuan yang pada akhirnya hanya akan membuatnya sakit, ketika tahu Izhar gagal move on dari calon istrinya.

"Oke, kita sepakat untuk saling berusaha, kita buktikan apakah kita bisa atau nggak, oke?" Izhar mengulurkan tangan pada Ina untuk bersalaman.

"Oke, mari berjuang bersama!" Ina menerima uluran tangan suaminya.

Keduanya berjabat tangan, sepakat untuk saling berusaha lepas dari masa lalu dan belajar saling mencintai.

Ina dan Izhar tersenyum, mereka akur kembali setelah terjadi drama yang cukup rumit.

***

Keesokan Harinya

Hari minggu yang cerah, matahari terbit dengan cahayanya yang menghangatkan sebagian besar bumi. Orang-orang berlalu lalang dengan kendaraan mereka di depan gedung apartemen, sebagian besar dari mereka akan bepergian untuk menghabiskan waktu senggang bersama keluarga dan orang-orang tercinta mereka.

Berbeda dengan kebanyakan orang, yang bepergian di hari minggu, Ina dan Izhar, justru sibuk sekali membereskan apartemen mereka.

Ina sejak tadi sibuk membereskan kamarnya, sedangkan kamar Izhar telah rapi lebih dahulu, sekarang ia sedang membersihkan lantai dan mengelap kaca sendirian, karena Ina tidak dapat di andalkan dalam hal beres-beres.

Ina yang sudah selesai membereskan kamarnya, keluar untuk membantu pekerjaan Izhar.

"Apa yang bisa aku bantu?" tanya nya.

Izhar yang sedang sibuk mengepel, mengangkat wajahnya.

"Bisa ngepel? Di sekolah atau di rumah, pasti kamu sering ngepel 'kan? Pasti bisa." Izhar memberikan alat pel nya pada Ina.

"Nggak mau ah, aku mau yang ringan aja!" tolak Ina, malas jika harus mengepel lantai.

"Lah, memangnya ngepel itu berat ya? Ngepel juga sangat ringan."

"Ogah, aku mau bantu tapi yang lainnya!"

"Ya udah, lap meja dan cuci piring di dapur, ada beberapa yang kotor." Titah Izhar.

"Oke!"

Ina mengambil lap kering, mengambil semprotan pembersih kaca dan mulai membersihkan mejanya, sambil bersiul-siul. Kemudian, Ina pergi ke dapur dan mencuci piring kotor yang berada di wastafel. Ina tampak ceria hari ini, kesedihannya semalam telah hilang berganti dengan keceriaan.

Izhar datang ke dapur dan mengelap meja makan hingga bersih. Ina yang melihat suaminya sibuk, buru-buru menyelesaikan pekerjaannya, mengelap tangan dan menghampiri Izhar. Ina memeluk pinggang suaminya dari belakang, mempraktekkan adegan romantis dalam film-film yang sering di tontonnya.

"Saya lagi kerja, jangan ganggu deh," ucap Izhar, masih sambil mengelap meja.

"Mau makan apa hari ini buat sarapan?" tanya Ina.

"Kita makan diluar, gimana?" tawar Izhar.

"Mau mau! Sekalian jalan-jalan yuk! Ini 'kan hari minggu, orang-orang weekend nya diluar kok, masa kita cuma sibuk beres-beres doang!" Ina iri pada yang lain, yang menghabiskan waktu liburan mereka diluar.

"Memangnya mau kemana?"

"Kemana aja, ke tempat yang sejuk dan menyenangkan, buat refresh otak biar besok gak mumet pas belajar."

"Halah, alesan aja, kalau kamu mau refresh otak mah bisa tuh jalan-jalan di halaman apartemen, luas banget kok, jarang ada orang yang jalan-jalan disitu." Canda Izhar.

"Iiih... Om pelit deh, apa iya aku harus jalan-jalan di halaman apartemen? Kurang kerjaan banget!"

Izhar berbalik, keduanya berhadapan.

"Terus, maunya kemana, hem?" tanya Izhar, kedua tangannya memegangi pipi Ina.

"Kemana aja, asal perginya sama Om. Intinya, aku mau jalan-jalan bareng suamiku, gak mau sendirian!"

"Oke, tapi satu kecupan dulu dong, gak bisa gratis!" Izhar tersenyum nakal padanya.

"Om mesum juga ternyata!"

"Normal, kalau saya gak berpikiran mesum terhadap kamu, itu namanya saya gak normal."

"Ya udah, sun..." Ina mendekatkan bibirnya pada Izhar dan memejamkan matanya.

Izhar tersenyum, kemudian meraih pinggang Ina dan menempelkan bibir mereka. Keduanya saling membalas ciuman satu sama lain, bibir mereka berpaut sangat kuat, seolah tak ingin lepas.

Ina dan Izhar, sama-sama telah menemukan kenyamanan dari pasangan halal mereka, namun rasa cinta tampaknya belum bisa melengkapi itu, masih menjadi tugas keduanya untuk bisa menyertakan rasa cinta dalam hati dengan kenyamanan.

Setelah bertaut lama, Ina melepaskan ciuman suaminya, "Aku mandi dulu ya, Om juga mandi dong biar wangi dan gantengnya bertambah!" Ina beranjak pergi ke kamarnya untuk mengambil handuk.

Izhar masih berdiri di dekat meja, santai setelah menikmati rapuhnya bibir Ina tadi. Izhar menyukai bibir gadis itu, rasanya seakan manis bagi dirinya.

Izhar juga masuk ke kamarnya, menunggu Ina selesai mandi, untuk bergantian mandi.

'ting'

Ponsel Izhar berbunyi, ada pesan untuknya.

Izhar yang tengah membuka kaosnya, mengambil ponsel di atas nakas untuk memeriksa pesan dari siapa.

"Dokter Hasyim?" gumamnya, mengerutkan kening.

"Tumben sekali dia chat di hari minggu, apa dia gak ajak Dokter Rara kencan? Ck, dasar cowok pemalu, harusnya bisa mengungkapkan perasaannya pada Dokter Rara, sebelum wanita itu di ambil orang." Izhar berbicara sendiri, yang ditujukan pada Dokter Hasyim, si pria pemalu yang belum juga dapat mengakui perasaannya pada Dokter Rara.

Izhar membuka pesan dari Dokter Hasyim, matanya membesar seketika, saat melihat foto yang dikirimkan oleh Dokter Hasyim dan sebuah pesan.

[ Saya gak sengaja melihat mereka di taman kota, kecurigaan saya selama ini terbukti, si Zaki itulah dalang dibalik semua kegagalan pernikahan Dokter Iz dan Ratih! ] Bunyi pesan dari Dokter Hasyim.

Ya, foto-foto yang dikirimkan oleh Dokter Hasyim adalah foto Ratih dan Zaki. Di dalam foto tersebut, perut Ratih sudah kelihatan membesar, seperti sedang hamil 4 bulan. Mereka juga tampak mesra dalam foto-foto itu, Zaki dan Ratih terlihat bahagia, senyuman mereka mampu menjelaskannya.

Izhar merasakan emosinya bangkit, rasa sakit hatinya kembali mengoyak hati yang sudah sedikit membaik dengan sendirinya.

"Ratih... Ternyata selama ini, kamu mengkhianati aku dengan orang yang selalu aku lihat setiap hari. Jadi, selama ini kalian berhubungan di belakangku dan aku yang bodoh ini tidak pernah menyadarinya. Tega kamu, Ratih, tega! Pantaskah kamu masih layak disebut manusia?!" Izhar sangat marah, melihat foto-foto itu membuatnya seakan ingin membalaskan rasa sakit hatinya pada dua orang pengkhianat, yang telah menghancurkan kebahagiaannya.

Izhar justru merasa sangat bodoh, karena tak pernah menyadari bahwa si Zaki yg mengucapkan selamat atas pernikahannya, adalah orang yang telah merebut calon istrinya.

Izhar menggenggam erat ponselnya, ingin rasanya menghancurkannya saja.

'tok tok tok'

Pintu kamarnya di ketuk.

"Om!" panggil Ina dari luar.

Suara ketukan dan panggilan Ina, berhasil menyadarkannya, hingga emosinya tadi perlahan menurun.

"Om, aku udah selesai mandi, bukannya Om mau mandi juga?!" panggil Ina lagi.

"Y--ya, saya sebentar lagi keluar!" sahut Izhar gugup.

"Oke!"

Tak terdengar lagi suara dari luar, Ina tampaknya sudah masuk kembali ke kamarnya.

Izhar sekali lagi menatap foto para pengkhianat itu, menatap penuh kebencian.

"Lihat saja, Ratih, aku akan buktikan bahwa aku bisa membalaskan sakit hatiku ini. Suatu hari, kamu akan menyadari, betapa kelirunya kamu karena membuangku bak sampah! Aku jamin, kamu akan menerima balasan untuk perbuatan kamu ini, tunggu saja waktu itu tiba!" Izhar sangat menunggu, hari dimana Ratih akan merasakan penyesalan atas pilihannya, dan Izhar sangat menunggu karma untuk wanita itu dan kekasihnya segera tiba.

Izhar melempar ponselnya ke atas kasur, lalu keluar dari kamarnya untuk mandi.

***

Izhar dan Ina berjalan bersama, bergandengan tangan setelah keluar dari bioskop, seusai film yang mereka tonton habis. Izhar tampil dengan hanya mengenakan celana jeans, kaos dan jaket bomber warna hijau Army. Ia tampil keren, bak anak muda kebanyakan, tak nampak usianya telah berkepala tiga.

Ina yang jalan bersamanya pun, merasa sangat nyaman, karena Izhar tak terlihat kolot, malah terlihat sama dengannya.

"Om, aku laper nih... Cari makan siang dulu yuk, sebelum pulang!" ajak Ina, perutnya sudah keroncongan kembali, setelah tadi hanya sarapan sebelum jalan-jalan.

"Boleh, mau makan dimana?"

"Terserah Om deh, tapi aku maunya makan steak wagyu, boleh?"

"Katanya terserah, tapi masih bilang mau yang mahal." Protes Izhar.

"Soalnya aku belum pernah makan steak wagyu, sekarang 'kan aku punya suami yang banyak uangnya, jadi bolehlah minta makanan yang mahal sesekali, heheheh." Jawab Ina cengengesan.

"Dasar matre..." Izhar mencapit hidung Ina gemas, Ina tertawa ringan.

Mereka masuk ke mobil dan pergi mencari restoran yang menyediakan steak wagyu seperti yang Ina mau. Izhar tidak akan sayang pada uangnya, jika harus memanjakan Ina dengan uang-uang itu. Yang terpenting, Ina bahagia dan bisa tertawa lepas bersamanya.

Tiba di restoran yang dicari, Ina dan Izhar mengambil tempat duduk di dekat pintu masuk, agar mudah saat akan keluar. Kemudian, Izhar memesan dua porsi steak dan dua gelas jus untuk mereka.

Ina dan Izhar menunggu pesanan mereka, sambil melihat-lihat keluar restoran, menatap keindahan sekitar restoran tersebut dari lantai dua.

"Om, uang yang ada di aku itu, apa gak mau Om ambil?" tanya Ina.

"Uang apa?" Izhar tampaknya lupa.

"Uang hasil penjualan barang seserahan itu, sekarang udah ke kumpul semuanya, barangnya udah laku semua."

"Oooh, uang itu. Nggak usah, kamu simpan aja, lebih baik kamu bikin tabungan dan simpan uangnya di bank, biar aman." Izhar masih menolak uang itu.

"Tapi... Uangnya terlalu banyak, Om, aku gemetaran pegangnya, aku gak biasa megang uang sebanyak itu, heheheh." Ina merasa berat mempunyai uang yang hampir mencapai 50 juta itu, karena baginya uang sebanyak itu tak pernah dilihatnya secara langsung, apalagi memegangnya.

"Makanya, kamu bikin rekening dan tabung uangnya, nanti kamu juga bisa isi terus saldonya supaya nambah."

"Tapi, bukannya sekarang itu banyak yang kebobolan saldo rekening ya? Kemarin aja, bapaknya Kinara kebobolan hampir 100 juta dari tabungannya. Gak tau kenapa bisa kayak gitu sih, tapi kayaknya sekarang simpan uang di bank gak begitu aman."

Ina ingat kejadian yang di alami oleh orang tua Kinara, yang katanya tiba-tiba kehilangan saldo tabungannya hampir 100 juta. Ina jadi takut, jika menyimpan uangnya di bank, takut mengalami hal yang sama.

"Nggak semuanya seperti itu, mungkin memang ada kelalaian aja, baik itu dari pihak bank atau dari ayahnya Kinara sendiri. Punya saya aman-aman aja kok di dalam rekening, setiap bulan selalu saya isi dengan gaji saya, sampai sekarang masih aman."

"Gimana, kalau uangnya kita pakai buat bikin usaha?" Terlintas sebuah ide di benak Ina.

"Usaha apa?"

"Kita bikin toko pakaian cewek dengan modal yang ada, supaya uangnya gak habis dan kita bisa menikmati hasilnya aja, tapi uang modal kita tetap ada. Menurut Om gimana?" Ina menguraikan idenya.

"Toko pakaian? Butik maksudnya? Uang segitu mana cukup, Na."

"Memangnya butuh dana berapa sih buat buka toko butik?"

"Ya, mungkin sekitar 50-60 jutaan lah. Karena harus sewa tempat, renovasi, beli produk dan sebagainya. Tapi, dengan uang 40 jutaan juga kayaknya bisa, cuma mungkin isi di dalam toko gak terlalu banyak. Belum lagi, kita harus mempekerjakan satu atau dua orang buat jaga butik, karena kamu juga gak mungkin harus menjaga butik 'kan sekolah." Izhar menjelaskan biaya yang harus di adakan dan juga detailnya.

"Oooh... Aku kira bisa, padahal kalau bisa aku mau uangnya dipakai buat buka toko aja gitu, biar pas sesekali aku gak sekolah itu ada kegiatan, gak bete cuma diam di apartemen."

"Gini aja, kalau kamu memang mau punya usaha butik, saya akan tambahkan modalnya. Tapi kamu harus janji, kamu bisa mengelolanya dengan baik, sampai butiknya berkembang, gimana?" Izhar memberikan tawaran.

"Seriusan?! Aku mau! Aku janji, aku akan berusaha mengelola butiknya dengan baik!" Ina langsung setuju saja, semangatnya patut di acungi jempol.

Izhar tersenyum, "Ya udah, nanti kita bahas lagi, oke?"

Ina mengangguk cepat.

Pesanan wagyu mereka telah tiba, di sajikan di hadapan mereka dengan aromanya yang menggoda.

Ina melotot melihat steak wagyu untuk pertama kalinya, makanan mahal itu kini bisa di rasakannya.

"Ummm... Wangi banget... Bikin ngiler..." Ina tak sabar ingin mencicipinya, liurnya terasa akan menetes melihat tampilan steak yang menggoda.

"Makanlah, kamu boleh minta lagi kapan pun kamu mau," ucap Izhar.

Ina menatap suaminya yang tersenyum manis, gembira karena sang suami ternyata tidak pelit.

"Makasih, suamiku!" ucap Ina, tak ragu menyebut suami pada Izhar.

"Sama-sama," balas Izhar.

Ina segera mengambil pisau steak dan garpunya, memegang erat di tangan, memperhatikan cara Izhar menggunakan garpu dan pisaunya.

"Ina?" Tiba-tiba, sebuah suara menyebut namanya.

Ina spontan menoleh, lalu terkejut, karena yang dilihatnya tak lain adalah sahabatnya, Kinara.

...***Bersambung***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!